KEYAKINAN dalam kebudayaan Jawa
by. romo
1.
PENDAHULUAN
§ Kebudayaan Jawa sekarang tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan
agama Islam di Indonesia khususnya di Jawa. Penganut Islam di Jawa dalam
hubungan dengan perkembangan sejarah dan kebudayaan dapat dibagi menjadi :
- Agama Islam Jawa yang sinkretis
adalah yang menyatakan unsur-unsur pra Hindu, Hindu, Budha dan Islam.
Lebih dikenal dengan Agami Jawi (AJ).
- Agama Islam Puritan yang
mengikuti ajaran agama Islam lebih taat sesuai dengan kitab sucinya.
Golongan ini dikenal dengan Islam Santri.
§ Didalam lingkungan penganut Islam sinkretis lebih banyak timbul
gerakan gerakan kebatinan dari yang puritan.
§ Kalau secara umum orang Jawa ditanya tentang agamanya mereka akan
mengatakan beragama Islam. Tetapi sebagian besar tidak melaksanakan kelima
rukun Islam secara serius seperti sembahyang lima waktu, pantangan makan daging babi,
tidak begitu tergiur ke Mekah dll. Tapi mereka akan sangat taat berpuasa di
bulan Ramadhan atau hari tertentu. Karena sangat cook dengan budaya mereka. Mereka
juga sangat yakin adanya Allah dan nabi terutama Muhammad. Mereka percaya kalau
berbuat baik akan kesorga dan buruk ke neraka.
2.
AGAMI JAWI (AJ) DAN AGAMI
ISLAM SANTRI (AIS)
q Mereka sebenarnya menganut suatu varian dari agama Islam Jawa yang
disebut AGAMI JAWI (AJ). Sedangkan varian lain adalah Agama Islam santri (AIS)
q Agama Jawi inilah yang disebut KEJAWEN (bukan aliran kebatinan)
yaitu keyakinan-keyakinan dimana konsep nenek moyang, Hindu, Buddha dan Islam
yang cenderung kearah mistik bercampur menjadi satu dan diakui sebagai Agama
Islam/Agami Jawi.
q Varian AIS memang tidak bebas sama sekali dari pengaruh animisme,
Hindu Budha tapi mereka lebih dekat dengan dogma Islam yang sebenarnya.
q Di masyarakat Jawa kedua penganut itu ada. Bila disana AJ dominan
maka daerah domisili pengikut AIS disebut daerah
kauman.
3.
SEJARAH PERKEMBANGAN
§ Mula-mula Islam dibawa pedagang dikota kota pelabuhan dipantai utara Jawa. Kota kota itu kemudian tumbuh bertumbuh makmur.
Islam bertambah kuat termasuk kekuatan politik. Mulai diarahkan untuk
menghancurkan Majapahit. Pada abad ke 16 kerajaan penarukan (di Jawa Timur) menghalangi
penyebaran Islam kearah timur.
§ Selama dua abad kerajaan bisa bertahan. Hal ini disebabkan karena
kondisi kerajaan pantai menurun, melemah karena bersaing dengan orang Eropah.
§ Agama Islam yang masuk ke wilayah/Jawa adalah agama Islam untuk
telah banyak kena pengaruh unsur mistik Persia dan India.
Inilah untuk menyebabkan ada kecocokan dengan alam Jawa saat itu.
§ Pada masa itu/Abad 16 Agama Islam masih dipandang sebagai agama
asing. Maka tidak mungkin berkembangnya di Jawa Barat tanpa perlawanan dari
orang Jawa. Di Jawa Tengah kerajaan Mataram yang berusaha untuk membendung
berkembangnya islam hanya bertahan sampai pada pertengahan abad ke 17. Mataram
mulai memudar. Para wali agama Islam masuk
kedesa dengan membuat sistem mandala yang kemudian berubah jadi pondok
pesantren. Kemudian mengarah ke pusat kerajaan Hindu Mataram. Mataram menerima
kedatangan Islam tapi tanpa ingin kehilangan budaya sebelumnya. Terjadilah
budaya kompromi antara yang lama dan yang baru.
§ Wali-wali ini mengerjakan Islam yang banyak mengandung unsur mistik.
Kumpulan mistik inilah yang dibukukan dikenal dengan suluk. Dan menerobos masuk kekeraton dibawa oleh Pujangga
Yasadipura I (1729-1803) pengarang Serat Cabolek (mistik moralis). Dan inilah
yang dipandang sebagai dasar-dasar konsep Agama Jawi sekarang ini.
§ Budaya “Kompromi” pada abad 18 ini adalah dimana agama Islam
Sinkritis dilaksanakan di kraton Mataram sebagai budaya penyeimbang antara budaya
Hindu-Budha dan Islam. Disisi lain Islam santri/aliran puritan seperti Surabaya dan kota pesisir yang lain
berkembang dengan pesat dan makin fanatik.
4.
SISTEM BUDAYA AJ
§ Pada orang Jawa terdapat berbagai keyakinan, konsep,pandangan dan
nilai-nilai. Seperti yakin adanya Allah, yakin terhadap nabi Muhammadad peuruh
Allah, yaitu kepada nabi-nabi lain, yakin akan adanya tokoh-tokoh Islam yang
keramat, yakin akan konsep kosmogoni/penciptaan alam, yakin akan dewa tertentu
yang menguasai bagian alam semesta.
§ Mereka mempunyai konsep-konsep tentang hidup dan kehidupan setelah
mati. Yakin tentang makhluk halus penjelmaan nenek moyang yang telah meninggal,
yakin adanya roh-roh penjaga, yakin tentang adanya setan dan kekuatan gaib dari
alam.
§ Dari hasil penelitian sampai dengan th 1971 Jawa kejawen dari
tingkatan tertentu seperti kiyai, guru, cendikiawan, priyayi dll lebih banyak
membaca buku Jawa Klasik tentang moral seperti Surat sasanasunu (yasadipura
II), Serat Wulang Reh (Paku Buwana IV) atau Joko Lodhang (R. Ronggowasito) Atau
suluk malah prembon dari pada membaca ayat ayat dalam Al Quran termasuk Tafsir
dan Hadits.
5.
KONSEP AGAMI JAWI MENGENAI
TUHAN YME
§ Konsep keyakinan orang Jawa yang beragama AJ sangat mendalam
dituangkan dalam keyakinan dengan sebutkan Gusti Allah Ingkang Maha Kuwaos.
§ Bagi penganut AJ pedesaan konsep mereka tentang Tuhan adalah
sederhana sebagai sang Pencipta, Penyebab dari semua yang ada dan hanya satu.
Semua tindakan/kegiatan yang akan dilakukan dimulai dengan menyebut nama Allah atau bismilah.
§ Tapi bagi orang kota/proyayi, cemdikiawan tradisional yakin akan
adanya hal gaib/mistik. Mereka mempunyai konsep yang sangat komplek tentang
sifat manusia dan Tuhan. Mereka mempunyai kesusastraan yang tradisional dan
luas tentang mistik itu.
§ Sumber utama AJ tentang konsep ketahanan adalah buku Nawaruci yang terkenal itu. Yang
ditulis awal abad 17 dalam bahasa Bali-Jawa dalam bentuk prosa. Tuhan
dilambangkan sebagai makhluk yang amat kecil yang bisa melihat alam semesta ini
dalam warna merah, putih, hijau dan hitam. Tuhan adalah wujud keseluruhan yang
dilambangkan kepada dewa kecil yang bisa masuk ke setiap hati manusia tetapi
sekaligus sangat besar seperti samudra atau angkasa tak terbatas. Pandangan
mereka mereka adalah pantheisme (semua adalah Tuhan) atau
theopanistis/(semuanya menjadi Tuhan)
§ Konsep keagamaan Bali - Jawa
tentang Dewaruci itu diambil oleh para cendekiawan, pemuka agama dan pihak lain
lagi ketika Islam masuk ke P.Jawa. Mereka menulis kesusastraan AJ dengan
memasukkan unsur agama Islam. Ini terjadi di Mataram sepanjang abad 16-18.
Susastra itu meliputi SERAT Centini, Suluk dan Primon. Juga konsep keagamaan Dewaruci
ini masuk masuk kebuku-buku magis mistik antara lain Serat Dharmogandul Serta
Gattoloco. Malah konsep ini masih dipakai 2 abad kemudian oleh Yasadipura I, II
dan Ronggowasito.
§ Dalam beberapa abad konsep mistik Dewaruci mempunyai 2 aliran :
Pandangan Tuhan sbg.
Pantheisme, Tuhan terbesar, tak terbatas, menguasai seluruh akan, tapi juga kecil sekali hingga dapat dimiliki tiap
orang.
Pandangan monistis, Tuhan
maha besar tapi ada dalam semua kehidupan dialam ini.
Kedua pandangan ini
bertentangan dengan Islam ortodok yang monotheisme, Tuhan Maha Besar dan
Mahakuasa.
6.
KEYAKINAN AJ AKAN ADANYA NABI
MUHAMAD DAN PARA NABI
§ AJ memandang nabi Muhammad sangat dekat dengan Allah. Dalam setiap
ritual orang Jawa dimana menyebut Allah akan juga menyebut Nabi Muhamad.
§ Tapi dalam kegiatan berikutnya nabi Muhamad kurang mendapat
perhatian kecuali pada perayaan Miraj tanggal 27 Rajab. Pula buku tentang nabi-nabi. Serat Ambya
(abad ke 16) tidak terlalu digemari.
§ Ceritera nabi yang disenangi adalah yang mengandung mistik atau
kepahlawanan seperti buku-buku Menak.
7.
KEYAKINAN AJ KEPADA ORANG
KERAMAT
§ AJ menganal banyak orang keramat meliputi guru agama, tokoh historis
(babad), tokoh pahlawan dari mitologi dll.
§ Guru agama yang menjadi Wali seperti Wali Sanga sangat dihormati.
Diambilnya jumlah sembilan mungkin ada hubungannya dengan konsep Dewa
Lokapada/Nawa Sanga dari Hindu Buddha.
§ Tiap daerah hampir semua mempunyai banyak orang keramat disembah di
pundhen atau tempat khusus.
8.
KONSEP AJ MENGENAI KOSMOGONI
DAN KOSMOLOGI
§ AJ mengenal beberapa konsep tentang penciptaan alam. Dari semua itu
selalu mengandung unsur kosmologi Hindu
Jawa dan unsur keyakinan Islam bahwa Adam adalah nabi pertama didunia.
Keduanya terpadu dengan baik dalam ceritera tunggal.
§ Ada versi tentang penciptaan alam dalam AJ sebagai berikut : bahwa
Tuhan atau Dewa tak berhasil dalam menciptakan manusia dalam seketika.
Mengalami kegagalan berkala-kali. Makhluk makhluk yang gagal itulah kemudian
menjadi penghuni dunia jahat.
§ Ada 3 konsepsi penciptaan alam menurut orang Jawa beragama Islam/AJ
yaitu konsep dengan unsur Hindu Budha yang dominan, konsep yang sinkretik yaitu
dalam AJ dan konsep dengan unsur magis.
§ Konsep dengan unsur Hindu Budha yang dominan sering terdapat dalam
buku babad. Sifatnya setengah sejarah. Diceritakan mulai dengan pembentukan
bumi dan manusia. Brahma adalah pencipta bumi dan Wisnu pencipta manusia.
Mula-mula Brahma juga yang mencipta manusia. Setelah dicoba 3 kali selalu
gagal. Kemudian diminta Wisnu turun dan dibuatlah dari tanah liat patung
menyerupai dirinya sendiri. Kemudian diberinya energi jiwa dan semangat. Tapi
lupa memasukkan napas/prana kedalamnya. Karena itulah kemudian hancur
berantakan. Jiwa dan semangat yang ada didalamnya menjadi hantu jahat dialam
dewata.
Kemudian Wisnu mulai lagi dengan hati-hati. Unsur yang diperlukan
diisikan, dan jadilah manusia pertama bernama Adina (Adam). Untuk memberi
pasangan kepada Adina maka dipakai bunga teratai di kolam menjelma menjadi
manusia cantik tapi mukanya mencerminkan ketakutan, diberi nama Dewi Kawa
(hawa). Ketakutan yang tercermin di muka sang dewi disebabkan takut kepada
panas api, dingin dll sifat yang ada di dunia. Dewa Wisnu mengatakan tak usah
takut. Dewi Kawa silahkan masuk kehati Adina akan memberikan ketentraman
keduanya. Pertemuan inilah yang kemudian melahirkan umat manusia.
§ Konsep kedua tentang pembentukan alam yaitu yang unsur Islamnya
lebih dominan menulis : Allah mulai menciptakan cahaya. Setelah berumur 70.000
th keluar air, kemudian jadi gelombang, busa gelombang dan uap air. Busa
gelombang kemudian jadi tujuh dunia, uap air menjadi tubuh langit. Di langit
ini muncul unsur kedewataan yaitu aras
kursi – lokil makpul – dhingdhing jalal. Dipusat uap air yang jadi langit itu
Tuhan mencipta api untuk membuat malaekat. Kemudian diciptakan jin dan makhluk
lain yang ternyata jahat. Karena itu diutuslah malaekat Ijajil turun ke dunia
mencipta manusia dan harus diberi nama Adam. Tapi Ijajil tak berhasil. Maka
diutuslah Jibrail yang akan membuat dari tanah liat. Jibrail menemukan
kesulitan karena bumi tak memberinya mengambil tanah litanya. Malaikat lain
juga gagal. Baru kemudian malaekat Ijrail berhasil. Sebagai hadiah maka Ijrail
diangkat jadi raja alaam baka. Sebaliknya Ijajil yang tak mau mengakui ciptaan
itu dikirim keneraka, jadi raja disana. Kemudian dari rusuk Adam, Allah membuat
Hawa. Mereka hidup berbahagia. Tapi kemudian Ijajil menyamar melalui kotoran burung merak meraju hawa untuk
memaan buah kuldi. Dan berhasil. Maka Adam Hawa dan Burung merak dibuang ke
dunia. Mereka tiba dipuncak gunung selan pada tanggal 2 bulan sura.
§ Konsep penciptaan menurut Aj yang ketiga sangat aneh, terdapat dalam
buku Suluk Dharmagandul dan Gatholoco. Dipakai bahasa lambang yang abstrak
kadang aktuil kadang konkrit. Dalam suluk Ghotoloco diceritakan Roh Sejati
kedewataan melakukan perjalanan dialam semesta mencipta kehidupan Didalam diri
manusia melalui proses baitumakmur, baitulmuharam dan baitulmuqqadas (kepala,
jantung dan kelamin). Dari alat kelamin Roh Sejati menuju rahim dst.
9.
AJ TENTANG ESYATOLOGI
§ Sejak berabad abad dalam pemikiran orang Jawa pada umumnya ada
keyakinan akan datangnya ratu adil yang
membawa keadilan dan keteraturan dunia ini. Paham ini rupanya merupakan
sinkretisme antara konsep empat perkembangan alam semesta agama Buddha (catur
yoga) dengan konsep kedatangan Imam Mahdi dan hari kiamat dalam Islam.
§ Pada abad 17 dan 18 muncul buku yang menampilkan hal ini yaitu perlambang Jayabaya. Demikian pula
ramalan dalam buku buku prembon dan Suluk. Ratu adil digambarkan sebagai raja
yang telah lulus tapanya dan menerima wahyu Tuhan.
10.
KEYAKINAN AJ TENTANG DEWA-DEWA
§ Orang Jawa sangat mengenal Dewa Hindu dan Buddha. Mereka sangat paham
siapa dewa Siwa atau Batara Guru. Wayang adalah sumber utama pengenalan itu.
Pengarang barat H.A. Van Hein (1896) menulis orang Jawa memahami tidak kurang
dari 750 dewa dewi dari mitologi Hindu dan 264 diantaranya dewa dewi itu asli
Jawa.
§ Tetapi dewa dewi itu hampir tidak ada fungsinya dalam kehidupan
ritual agama Jawi kecuali dampak tentang ajaran oral dan budi pekerti.
§ Namun dalam Agami Jawi ada dua dewa dan dewi yang mendapat peranan
penting dalam kehidupan ritual yaitu Dewi Sri, dewi kesuburan dan dewi
padi/pangan. Dan Bhatara Kala, dewa waktu, kerusakan, dan kematian. Dewa ini
penting dalam upacara ngruwat untuk menjauhkan malapetaka.
11.
KEYAKINAN AGAMI JAWI TERHADAP
KEMATIAN DAN ALAM BAKA
§ Orang Jawa umumnya berkeyakinan bahwa tidak lama setelah seseorang
meninggal jiwanya akan berubah menjadi makhluk halus/lelembut yang berkeliaran
sementara disekitar tempat tinggalnya. Kemudian setelah melalui proses ritual
tertentu akan meneruskan perjalanan menuju alam roh tempat abadinya. Tapi
mereka bisa dihubungi oleh keluarganya bila memerlukan.
§ Roh yang kramanya jelek tidak akan sampai di alam roh, akan jadi roh
jahat yang mengganggu manusia. Diyakini pula roh salah pati juga akan hidup
gentayangan.
§ Kebanyakan orang Jawa tidak mempunyai gambaran yang jelas mengenai
sorga dan neraka. Mereka membayangkan adanya hubungan antara alam baka, sorga
neraka dan …arah selatan dimana terdapat
kerajaan Betara Yamadipati sebagai kerajaan roh orang yang telah meninggal.
§ Uraian tentang wujud manusia dipaparkan dalam buku kuno Serat
Kadilangu dan Serat Wali Sanga. Bahwa
tubuh jasani manusia (selira) dan ditambah asrat dan keinginannya disebut
kamarupa. Jasmani ini hidup dan bergerak karena diberi atma (energi), kama (keinginan) dan prana (nafsu). Kelebihan manusia
terhadap makhluk lain adalah manusia punya kelebihan yaitu mempunyai manas
(akal), manasa (kecerdasan) dan jiwa.
§ Pada saat manusia mati maka
: atma-kama-prana-manas-manasa dan jiwa meninggalkan tubuh pada hari ke-3.
unsur-unsur itu pergi dengan masih terbungkus oleh badan halus yang sangat
ringan disebut lingaselira. Makhluk ini (lingaselira) masih mempunyai sifat keduniawian, masih
terikat oleh adanya pengaruh keinginan ketika masih hidup didunia. Pada hari
ke-3 mereka berangkat dan akan sampai di Kamaloka pada hari ke-7 setelah
meninggal. Selama perjalanan mereka dibimbing oleh malaekat. Sebelum masuk
gerbang Kamaloka mereka melalui titian lembut selembut rabut disebelah tujuh
yang disebut stratul mustakim. Titian inilah yang melaksanakan sensor.
Dibawahnya adalah pintu keneraka. Yang tak lulus jatuh keneraka. Yang lulus
masuk Kamaloka.
§ Bila lingaselira terlalu
banyak dosa, banyak keinginan, hasrat maka ia akan jauh masuk kegerbang neraka,
alam magma pijar akan masuk bhumi kepindho (bumi kedua). Setelah mendapat
hukuman yang panjang maka akan lahir menjadi seekor binatang. Setelah menjalani
hidup sebagai binatang maka ketika mati akan masuk bhumi ketelu (bumi ketiga).
Setelah menjalani hukuman maka lahir lagi jadi tanaman. Setelah mati masuk
bhumi kapat (bumi keempat). Setelah menjalani hukuman dan lahir lagi jadi
sebuah pohon. Kemudian mati masuk bhumi kelima. Ketika lahir lagi akan menjadi
batu dan nantinya masuk ke bhumi keenam. Kemudian lahir (?) dan masuk bhumi
kepitu, paling bawah, bhumi petala, barulah ia akan lahir menjadi manusia
kembali setelah sekian ribu tahun.
§ Bila lingaselira berhasil
masuk ke Kamaloka karena karmanya baik, maka rohnya akan berada di Kamaloka
sampai hari ke 40 setelah meninggal. Di Kamaloka ini sang Roh mensucikan diri
hingga nantinya bisa masuk ke surga pertama (dewatan). Ini akan terjadi pada
hari ke 100 setelah meninggal. Pada saat inilah lingaselira mati untuk kedua
kalinya. Tubuh yang masih mempunyai unsur hadrat dan keinginan ditinggalkan.
§ Dalam kondisi ini bila ada
keluarga yang masih hidup memanggilnya maka akan datang sesuai panggilan
keluarga dan tinggal disekitar keluarga menjadi lelembut/roh nenek moyang
sebagai roh penjaga.
§ Roh yang berhasil masuk
sorga pertama akan menjadi lebih murni. Pada hari ke 1000 setelah meninggal
akan masuk ke sorga kedua. Demikian berulang hingga masuk sorga ke tujuh
(swarga) dan mencapai moksa.
12.
AGAMI JAWI TENTANG ROH NENEK
MOYANG DAN ROH PENJAGA
§ Sebagai roh lelembut yang
berada di sekitar tempat tinggal dahulu, atau sebagai arwah leluhur yang
menetap di makam leluhur, atau sebagai roh yang disorga tinggal dekat dengan
Allah, maka roh-roh ini akan mendapat pemujaan dalam waktu yang lama, dipanggil
oleh para keturunannya untuk memberi nasihat kepada mereka mengenai rohaniah
dan materi. Dimakam nenek moyang adalah tempat melaksanakan hubungan itu.
§ Agami Jawi juga mengenal
roh-roh yang baik yang bukan nenek moyang atau kerabat yang meninggal dan
sangat dihormati seperti dhanyang (roh yang mengawasi dan menjaga masyarakat
suatu desa), bahurekso (penjaga tempat tertentu), widodari dll. Ada juga roh baik tapi
menuntut balas budi seperti tuyul. Balas budinya bukan hanya janji sesaji tapi
malah kadang jiwa salah satu yang memeliharanya.
13.
AJ TENGANG ROH, JIN, SETAN,
RAKSASA
§ Makhluk itu dianggap jahat. Secara umum disebut memedi. Secara
khusus disebut setan atau dheit. Raksasa disebut denawa atau buta.
§ Ada yang berjenis kelamin laki seperti setan dharat, setan bisu setan
mbelis dengan muka yang buruk. Atau wanita dengan muka buruk wewe. Yang cantik
adalah kuntilanak yang senang telanjang, atau sundel bolong dll.
§ Juga ada jenis campuran seperti Nji Blorong, Ki Blorong, atau
jerangkong, kemamang dll.
§ Dan urusan ini dukun pewayangan, syaman atau dukun biasa banyak
berperan.
14.
AJ TENTANG KESAKTIAN
§ Orang Jawa yakin kesakten adalah sumber energi yang kuat dapat
menimbulkan cahaya, kilat, panas dll. Kesakten itu bisa bertempat dibagian
tubuh seperti tangan, kaki dll. Atau pada alat seperti keris, tombak dll malah
banyak dianggap keramat.
§ Khusus tentang keyakinan terhadap keris mereka sangat percaya. Dan
keris sangat dihormati dan diberi ritual pada hari tertentu.
§ Banyak dari benda sakti itu dijadikan jimat untuk melindungi diri
atau melawan ilmu hitam dll.
SISTEM UPACARA AGAMA JAWI
1.
TINDAKAN-TINDAKAN KEAGAMAAN
·
Upacara yang terpenting dalam
AJ adalah wilujengan atau slametan,
kemudian nyekar/mengunjungi makam. Dalam AJ sistem sesajen juga tidak bisa
ditinggalkan. Slametan bukan saja dilaksanakan dalam hubungan dengan
kematian juga dalam hubungan dengan peristiwa kehidupan manusia mulai dari
hamil sampai perkawinan. Slametan juga dilaksanakan dalam hubungan dengan
menyambut hari raya Islam.
·
Hal lain yang dianggap sangat
penting dalam AJ adalah berbagai perilaku keramat seperti puasa, tirakat,
pengendalian diri, sengaja mencari kesukaran, tapa brata, semadi.
·
Termasuk juga upacara yang
mendapat perhatian adalah upacara bersih dusun, dhikir sampai kesurupan, ngruwat
dll.
·
Hal yang menonjol dalam upacara
agama itu adalah pertunjukan wayang kulit dan memainkan beberapa gamelan/tarian
keramat. Ritus dan upacaranya sangat dipengaruhi oleh alian-aliran yang ada
dalam AJ tsb.
2.
SLAMET ATAU WILUJENGAN
·
Slametan adalah upacara pokok
dan terpenting dalam sistem religi AJ. Sesajinya berupa tumpeng diatas tampah
lengkap dengan laku dan hiasannya. Disaksikan para peserta slametan yang
diundang. Biasanya llai. Doa dibacakan oleh
modin atau kau yang terdiri dari satu/dua ayat Al quran. Slametan sering
dilangsung dengan dhikir sampai waktu tertentu.
·
Maksud slametan adalah dalam rangka memelihara hubungan yang baik
dengan roh leluhur serta juga mempererat hubungan sosial antar manusianya dalam
masyarakat. Makna keagamaan disebutkan diantaranya mengikis sifat agresif
manusia hingga merasa tenang.
·
Slametan ada beberapa sifatnya
: slametan yang bersifat keramat dimana yang melaksanakan slametan merasakan
getaran emosi keramat pada waktu merencanakan dan pada waktu pelaksanaannya.
Contoh upacara kematian hari ke-7, ke-40, ke-100 atau nyewu. Terutama pada saat
penucapan dhikir. Sedangkan slametan yang idak bersifat keagamaan/keramat yaitu
antara lain untuk sekedar meningkatkan rasa solidaritas, menghilangkah
permusuhan, ganti nama, masuk rumah baru dll.
3.
UPACARA -2 SEPANJANG LINGKAR
HIDUP
·
Banyak upacara yang
dilaksanakan sepanjang hidup manusia yang dilaksanakan oleh penganut Agami Jawi
maupun Agama Islam Santri dan Ritual seperti ini hampir dikenal seluruh bangsa
di dunia.
·
Pada saat jabang bayi 7 bulan
diperut dilaksanakan tingkepan dengan mengadakan slametan mitoni, dipilih Setu
Wage yang bermakna metu age (lancar lahir). Sering dilengkapi dengan wayang
kulit atau pertunjukan perjanjen/nyanyian Islam.
·
Pada bulan ke-9 dilaksanakan
slametan numuli sedherek ditujukan kepada saudara-saudara sang bayi yang
melindungi sang bayi baik semasih diperut maupun nanti setelah lahir. Kemudian
disusul sametan puput puser, memberi nama/slametan brokohan pada hari ke-7
setelah lahir.
·
Kemudian upacara kkah dan
potong rambut juga pada ketujuh. Atau dapat juga pada hari kemudian bersama
sama dengan selapanan pada hari ke-35 yaitu weton yang pertama.
·
Upacara thadat siten/turun
tanah juga pada weton perama keudian weton ketiga, weton kelima dan yang
terpenting dilaksanakan adalah pada weton ke 7. dilaksanakan selalu pada pagi
hari memakai kurungan ayam, tujuh tampah
berisi tumpeng, tujuh tampah juadah dll.
·
Kemudian khitanan
·
Untuk kasus-kasus tertentu
dilaksanakan upacara ngruat dengan lakon Bhatara Kala. (Mahabharata).
4.
PEMAKAMAN DAN RITUS KEMATIAN
·
Tndakan pertama yang dilakukan
keluarga yang mendapat kematian adalah menghubungi keluarga dan bapak modin.
Bila modin dan pembantunya telah datang maka jenasah dimandikan. Setelah proses
mandi maka mayat dikafani dan dibaringkan diruang tengah dengan kepala
menghadapi ke utara. Modin membacakan surat
ultaqim/telkim.
·
Orang jawab tak diperkenankan
menangisi kepergian seseorang secara berlebihan harus bersifat ikhlas, menerima
nasib dengan tawakal
·
Sebelum berangkat ke kuburan
dilaksanakan trobosan oleh keluarga sebagai tanda ikhlas berpisah. Dalam
perjalanan kekuburan ditaburkan sawur yaitu beras kuning dicampur dengan uang
logam….
·
Dikuburan diliang kubur mayat
dibaringkan menghadapi kearah kiblat/barat. Kemudian modin membuka tali
pengikat dan meneriakkan kalimat azan dan sahadat berkala-kali. Kemudian naik
lagi dan melaksanakan donga kubur dalam bahasa Jawa. Setelah itu kubur ditutup
dengan papan kemudian dengan tanah. Dan diberi nisan pada kedua ujungnya.
Kemudian ditaburi bunga. Ada
beberapa pidato. Selesai.
·
Pada malam harinya dilaksanakan
slametan sedhekah ngesursiti dengan mengundang semua orang yang memberi bantuan
dalam penguburan ybs. Sesajennya adalah tumpeng besar yang dibelah dua
diletakkan saling bertolak belakang dengan alasnya nasi. Diengkapi juga dengan
kue apem. Pada slametan kematian biasanya dilangsungkan dhikir hingga bisa
berlangsung sampai dua jam. Hingga hari ke-40 dibawah tempat tidur almarhum
diberi sesaji yang diganti tiap dua hari sekali.
·
Slametan/sedhekah berikutnya
dilaksanakan pada hari ke-3 disebut sedhekah nigang dinteni, kemudian pada hari
ke 40 disebut sedhekah ngawan dasa dinten, kemudian hari ke 100 disebut
sedhekah nyatus, peringatan setahun meninggal disebut sedhelah mendhak sepisan,
dua tahun sedhekah mendhak kaping kalih dan terakhir pada hari keseribu disebut
sedhekah nyewu. Sesajinya adalah berkisar tumpeng tersebut.
·
Pada anak kecil hanya
dilaksanakan sedheka ngesah.
·
Dengan dilaksanakannya sedhekah
nyewu maka dianggap hubungan emosional dan spiritual antara keluarga dengan roh
telah selesai. Tapi meskipun begitu banyak orang penganut AJ tetap mengunjungi
makam orang tuanya pada kesempatan kesempatan tertentu yang disebut nyekar.
·
Penganut Agama Islam Santri
yang sangat sedikit terlibat slametan-slametan juga tidak ketinggalan
melaksanakan sedhekah kematian ini pada hari ke-7, hari ke-40, hari ke-100 dan
hari ke-1000. Kebanyakan dilaksanakan dengan berdoa.
5.
NYEKAR, ADAT MENGUNJUNGI MAKAM
·
Adat ini sangat penting dalam
religi penganut AJ terutama pada tahun pertama kematian dimana ikatan emosional
masih besar. Nyekar biasanya dilaksanakan sehari menjelang punya kerja/azat,
atau berhubungan dengan malam jumat legi, berhubungan dengan hari raya Islam.
Terutama menjelang puasa atau setelah hari raya. Pada waktu nyadran ini kuburan
dibersihkan dan ditaburi bunga. Disusul membaca doa dan membakar dupa/menyan.
·
Makam juga dikunjungi untuk
mohon doa restu kepada nenek moyang dalam rangka menghadapi tugas.
6.
UPACARA BERKORBAN SESAJEN
·
Upacara berkorban sesajen ada
pada tiap upacara orang Jawa. Malah secara periodic dilaksanakan pada waktu
tertentu seperti dipekarangan rumah, diperempatan jalan dll.
·
Sajen terdiri dari berbagai
jenis makanan daam jumlah yang sangat kecil antara lain terdiri dari nasi
tumpeng, penganan, rempah-rempah, serta benda lain yang diatur diatas acak dari
bambu. Tentu saja kembang dan air juga digunakan. Dan tiap upacara mempunyai
bentuk sesaji masing-masing. Seperti upacara turun tanah dikeraton terdiri dari
7 jenis juadah, 10 jenis bubur, berbagai kembang, kain batik motik bangotulak,
ayam hidup, nasi kuning, 17 macam buah, uang emas dll.
·
Semua itu mempunyai makna
simbolis untuk mengadakan komunikasi dengan makhluk halus di dunia gaib.
7.
UPACARA TAHUNAN
·
Banyak hari raya Islam dengan
Jawa dirayakan dengan berbagai upacara dengan sesajen yang berbeda beda pula.
·
Pada bulan pertama perhitungan
Islam pada tanggal 10 suro (Arab disebut Muharam) dirayakan dengan membuat
bubur suro. Yang dikonsumsi seluruh keluarga. Islam santri merayakan dengan
melaksanakan puasa menjelang 10 suro tsb.
·
Pada bulan kedua Sapar, pada
akhir bulan ada upacara Rabu akhir/Rebo wekasan dirayakan dengan suasana
gembira. Dengan mandi dan minum toja jimat/air suci yaitu air uatu tempat yang
diberi tulisan 7 ayat Quran yang dibuat oleh pemuka agama. Kemudian ditutup
dengan makan bersama keluarga.
·
Pada tanggal 12 Maulud
dirayakan hari wafat dan lahirnya Nabi Muhammad. Dilaksanakan slametan mauludan
dengan sajen utama adalah tumpeng dengan ayam dimasak utuh (dibersihkan bulu
dan jeroannya saja). Di Yogya seminggu sebelum Maulud dirayakan dengan
sekatenan dan upacara grebeg Mulud. Para Santri tidak melaksanakan slametan
pada 12 maulud ini. Tapi mengadakan selawatan/pertemuan-pertemuan agama.
·
Upacara berikutnya adalah 7
Rejep memperingati nabi Muhamad ke sorga. Pada hari ini dilaksanakan slametan
Rejepan atau Miradan. Penganut AJ tak begitu memperhatikan hari raya ini.
Berbeda dengan Islam Santri pergi ke mesjid mengadakan selawatan.
·
Pada 15 Ruwah ada perayaan
Nispu saban atau Lailatu Lnishfmin syaban, yaitu saat Allah menentukan siapa
yang akan meninggal tahun ini. Penganut
AJ membuat slametan berakah dan melek semalam sedangkan Islam Santri merayakan
dengan membaca quran dimesjid sampai larut malam. Ada yang mengatakan juga dirayakan dengan
mandi setelah tengah malam ditujuh sumur/mata air. Cara ini dikecam
Muhammadyah.
·
29 Ruwah hari terakhir
menjelang puasa orang AJ yang tak punya orang tua mengadakan slametan dengan
salah satu unsur sajennya adalah apem. Juga nyadran kekuburan. Sehari sebelum
puasa ada upacara mandi dan cuci rambut.
·
Orang jawa penganut AJ sangat
mematuhi puasa sebab cocok dengan adat tirakatan mereka. Pada bulan Puasa tanggal 21,23,25,27,29 orang penganut AJ
mengadakan slametan maleman. (terutama di keraton)
·
1 sawal selamatan lebaran
·
7 Sawal hari slametan kupatan
·
10 besar upacara kurban dengan
memotong kambing
8.
PUASA
·
Penganut AJ meski tidak terlalu
taat melaksanakan rukun agama Islam, tapi mereka sangat taat melaksanakan puasa
dalam bulan Ramadhan.serta mereka mempunyai adat kebiasaan puasa Senen-Kamis
suatu hal yang dalam Islam tidak diwajibkan. Kebiasaan ini sebenarnya sangat
dipengaruhi oleh konsep tirakat mereka.
9.
TIRAKAT
·
Orang Jawa AJ senang mencari
kesukaran dan kesengsaraan untuk maksud keagamaan yang didasari bahwa hal itu
akan memperteguh imam, mampu mengatasi kesukaran-kesukaran, kesedihan dan
kekecewaan dalam hidup ini. Mereka akan jadi lebih tekun dan sangat percaya
laku itu mendatangkan pahala baik.
·
Tirakat bisa dilaksanakan
dengan mutih (nasi putih saja) pada senen Kemis. Atau puasa pada bulan puasa,
juga puasa beberapa hari menjelang hari raya Islam.
·
Mereka melaksanakan dengan
makan sedikit, merenung sendiri (ngebleng) diruang gelap (pati geni)
·
Tirakat juga dilaksanakan pada
hal khusus seperti menghadapi tugas berat, akan ada azat keluarga. Atau dalam
lingkup lebih luas mendoakan keselamatan bangsa dll.
10.
TAPA BERATA
·
Dianggap sebagai laku yang
sangat penting diambil dari konsep Hindu. Dengan tujuan untuk dapat dan mampu
memahami tentang pengendalian diri. Orang dapat mencapai tujuan yang penting
dengan pemahaman itu. Mereka sangat dipengaruhi apa yang terlihat pada ceritera
diwayang.
·
Berbagai cara menjalankan tapa
para pengikut AJ: tapa ngalong (menggantung kaki diatas), tapa ngluat
(bersemedi disamping makam), tapa bolot (tidak mandi), tapi ngidang (pergi ke
hutan) tapa ngambang (berendam di sungai), tapa tlem (tidak makan dan tidur),
tapa mutih, dll.
11.
MEDITASI / SEMEDI
·
Bertapa dan bersemedi/meditasi
dibedakan karena untuk meditasi diperlukan tehnik tertentu. Meditasi dan
bertapa memang sering dilaksanakan bersama sama.
·
Maksud yang ingin dicapai
dengan semadi bermacam-macam: untuk memperoleh kekuatan iman, mendapat
kemahiran berkreasi, mendapat wahyu, atau akan ada tugas berat yang dihadapi.
Atau mendapat kesaktian.
·
Tujuan pokok adalah mendekatkan
diri dengan Tuhan.
12.
BERSIH DUSUN
·
Dilaksanakan setahun sekali pada bulan ke 11, sela dengan
tanggal berbeda beda. Dilangsungkan oleh seluruh desa. Dengan makna
membersihkan seluruh penduduk desa dari dosa, kejahatan, atau hal negatif
lainnya. juga untuk menghormati arwah leluhur serta dengan sendirinya
meningkatkan solidaritas masyarakat.
·
Dilaksanakan dimakam danyang
atau rumah kepada desa atau tempat yang dianggap cocok. Dilaksanakan slametan
sedhekah bumi atau sedhekah legena. Sajennya adalah tumpeng dengan lauk-pauk.
Pada malam hari sering dilaksanakan tayuban dengan mengundang pejabat.
13.
NGRUWAT
·
Merupakan upacara khas AJ.
Untuk melindungi anak dari bahaya gaib yang dikembangkan oleh Batara kala.
·
Anak yang mudah terkena bahaya
itu sudah ada catatannya seperti anak ontang anting (tunggal), dua saudara laki
dan wanita (kedhana-kedhini) dll atau terjadi peristiwa yang dipercaya akan
mendatangkan bahaya seperti memecahkan/menjatuhkan dandang didapur dll.
·
Dilaksanakan dengan ngagap
wayang kulit dengan lakon khusus Murwa Kala. Sesajinya sangat lengkap dan
beragam.
14.
PETUGAS KEAGAMAAN
·
AJ hanya mengenal sedikit
petugas keagamaan. Malah merupakan pinjaman dari sistem agama lain. Yang
beroeran pada upacara pokok yaitu slametan adalah modin/kaum. Sebenarnya modin
adalah petugas mesjid yang sebenarnya adalah santri.
·
Untuk perkawinan dilaksanakan
oleh Penghulu. Yang juga petugas mesjid.
·
Sebenarnya petugas agama jawi
disebut Dhukun. Tapi dalam perkembangannya dhukum hanya melaksanakan tugas yang
berhubungan dengan tugas gaib.
·
Juga dikenal guru-guru yang
membimbing menuju penerangan spiritual. Mereka disebut Kiyai atau guru.
·
Juga ada dalang yang bukan saja
seniman tapi pemuka agama.
SISTEM
KEYAKINAN ORANG ISLAM SANTRI
(Disajikan
beberapa yang berhubungan dengan makalah yang dibahas)
1.
KHALAQ, CIPTAAN ALLAH
§ Allah adalah Sang Pencipta/Khaliq. Beliau adalah di langit. Kemudian
diciptakan bumi dalam waktu 2 hari. Kemudian segal hal yang ada di bumi
diciptakan dalam 2 hari kemudian. Dalam dua hari kemudian diciptakan ketujuh
sorga. Semua itu diciptakan dari kehampaan.
§ Manusia diciptakan dari pusaran debu, dari tanah liat, setetes air
mani, segumpak darah, segumpal jaringan dan tulang kemudian dibungkus dengan
kulit, kemudian ditiupkan jiwa….
§ Allah menciptakan langit dan bumi untuk waktu tertentu yaitu hingga
tidak begitu jelas. Hal ini mengundang berbagai pendapat dan interprestasi.
Inilah yang kemudian memunculkan susastra luas yaiu Tafsir dan Hadits.
2.
KEYAKINAN TENTANG KEMATIAN DAN
AKHIRAT
§ Sesuai dengan ajaran agama Islam bila orang akan meninggal malaikat
Izrail akan menjemputnya, berdiri diatas kepala ybs. Nyawanya diambil diberikan
kepada pembantunya untuk dibawa ke sorga yang ketujuh.
§ Kemudian jiwa itu dikembalikan kepada tubuhnya diliang ubur. Bila
orang kafir jiwa itu dihempaskan dengan keras ke bumi. Disinilah roh itu berada
sampai dengan hari Kebangkitan setelah dunia kiamat.
§ Menurut beberapa hadits malaikat Munkir dan Nakir melaksanakan
hukuman bagi mereka diliang kuburnya bagi yang bersalah.
§ Pada hari kebangkitan pada bunyi terompet yang kedua mereka
dihidupkan kembali dan diperiksa. Orang saleh diberi sorga yang jahat diberi
neraka. Ada
disebut jembatan menuju sorga disebut Al Shirat melintas neraka . yang tak
lulus akan jatuh keneraka.
§ Mereka ada disana selamanya semasih allah mengendakinya.
3.
UPACARA KEMATIAN PENGANUT ISLAM
SANTRI
§ Pada umumnya upacara kematian pengikut Agami Jawi dengan Islam
santri hampir sama. Perbedaannya ada pada saat orang ngelayat. Pengikut Islam
Santri sering melaksanakan salat jenasah sebanyak 2 rakangat didepan jenasah.
§ Pengikut Islam Santri juga melaksanakan upacara slamatan pada hari ke-3, hari ke-7, hari ke-10, hari
ke-40, ke-100, dan ke-1000. yang terlarang bagi mereka adalah melaksanakan
slametan surtanah. Pada pelaksanaan sedhekah/slametan/kenduri pelaksanaan
dhikir sangan uama.
§ Perbedaan lain dengan AJ adalah waktu ngedah/berkabung yang lamanya
4 bulan 10 hari. Waktu ini sangat ditaati oleh santri tidak demikian pada
penganut AJ.
SEDIKIT TENTANG GERAKAN MISTIK DAN KEBATINAN
§ Sejak jaman dulu terutama pengikut Agami Jawi selalu ada orang yang
merasa bahwa kehidupan beragama yang hanya berpusat kepada serangkaian upacara
slametan, menghaturkan sajen pada waktu dan tempat tertentu, berziarah
kemakam-makam menganggap kurang berarti, tidak memuaskan dan dangkal. Mereka
ingin mencari inti hidup, makna spiritual kehidupan. Timbullah gerakan
kebatinan kejawen yang bermakna mencari kebenaran sejati pada batinnya sendiri.
§ Dalam 30 tahun terakhir gerakan ini maju pesat. Pada Agustus 1955 di
Semarang dilaksanakan Kongres pertama. Kemudian Agutus 1956 di Solo Kongres
diikuti 2000 peserta dari 100 aliran/kelompok.
§ Biro Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (ROPAKEM) di Depag tahun
1964 mencatat ada 360 gerakan kebatinan. Setelah G 30-S menyusut menjadi 217
buah dan 177 dari padanya ada di jateng, dan 13 ada di solo.
§ Kebanyakan gerakan ini aliran kecil/lokal dengan pengikut beberapa
puluh sampai beberapa ratus saja seperti aliran Panunggalan, Tri Murti, Naluri
Majapahit, Pancasila Hayaningratan…. Tetapi ada juga yang besar sampai keluar
negeri. Ada lima dari kelas ini yaitu
Hardapusara (Purworejo), Susila Bhudi Dharma/Subud (asal Semarang), Paguyuban Ngesti Tunggal/PANGESTU
(Solo), paguyuban Sumarah dan Sapta Dharma dari Yogya.
§ Tiap gerakan mempunyai buku suci masing-masing yang diterima oleh
pendirinya berdasarkan wangsit/wahyu.
§ Kalau dilihat macam gerakannya bisa dibedakan jadi 4 macam :
- Yang berpokok pada mistik
- Yang berpokok kepada teosofi
- Berpokok kepada etika/moralis
untuk kemurnian Jiwa.
- Berpokok ilmu gaib/perdukunan.
§ Pada pengikut Islam santri juga banyak yang ikut gerakan kerohanian
seperti pengikut AJ. Para santri ini biasanya adalah pengikut suatu pondok
pesantren tertentu.
§ Macamnya bisa dibedakan :
1.
Gerakan yang bertitik berat
mistik/tasawuf.
2.
Gerakan yang berpedoman
kembalinya agama secara benar sesuai Quran
3.
Gerakan dengan keyakinan mesianik
semacam gerakan Ratu Adil di Agama Jawi.
4.
Gerakan ilmu gaib dan dukun.
KEBUDAYAAN JAWA
DALAM HUBUNGANNYA DENGAN
PENYELENGGARAAN UPACARA
KEMATIAN DAN PENGHORMATAN LELUHUR
DAN
DALAM HUBUNGANNYA DENGAN
PITRA YADNYA AGAMA HINDU
Om Swastyastu
1.
PENDAHULUAN
§ Makalah ini disusun dengan mengalirkan dua sumber pengetahuan
kebudayaan yang ditulis oleh tenaga ahli yang sangat terkenal dan terpercaya
yaitu :
1.
Prof. Koentjaraningrat dalam
bukunya kebudayaan Jawa dimana tulisan beliau yang berhubungan dengan pokok
bahasan kita telah kami sarikan dan sesuai dengan lampiran-1 makalah ini.
2.
Drs. R. Soekmono dalam bukunya
Pengantar Kebudayaan Indonesia Jilid Kedua dimana beliau menguraikan tentang
penghormatan leluhur dalam hubungannya dengan candi-candii di Jawa.
§ Prof. Koentjaraningrat melihat Kebudayaan Jawa sekarang dari
kacamata Islam (realitas sekarang penduduk Jawa sebagian besar beragama Islam)
dari kacamata budaya ini umat Islam Jawa dibagi menjadi dua yaitu penganut
Agama Jawi/Kejawen yaitu variasi Islam yang masih melibatkan ritual masa
sebelumnya (nenek moyang, Hindu-Buddha dan Islam). Dan yang kedua penganut
Agama Islam Santri yang Quran dijadikan acuan pokok sedikit terpengaruh budaya
sebelumnya.
§ Dalam penghayatan filosofis dan keyakinan terhadap kematian, terutama
cyclus sang roh kedua varian itu mempunyai pendapat yang berbeda. Tapi keduanya
mempunyai persamaan ritual seperti selamatan/sedhekah hari ke-7, hari ke-40
dst. Dan juga keduanya mempunyai budaya nyadran/nyekar kekuburan atau
ketempat-tempat keramat.
§ Dalam buku rujukan yang pertama tersebut tidak ada referensi yang
mengatakan asal mula dari ritual-ritual itu. Yaitu mana ritual dari nenek
moyang, dari Hindu-Buddha atau dari Islam tidak dipastikan. Hanya diterangkan
bahwa Islam yang masuk ke Indonesia tidak langsung dari Arab tetapi melalui
Persia dan India dan dari tempat-tempat itulah dibawa/ terbawa muatan mistik
yang sarat hingga ketika bertemu dengan adat nenek moyang, Hindu-Budha di
Indonesia banyak kecocokan.
§ Dalam buku referensi yang kedua Drs. R Soekmono sebagai ahli
kebudayaan menguraikan tentang proses pen-candi-an para raja raja Hindu-Budha
di Jawa, dan menyangkal candi sebagai tempat menyimpan abu para raja. Uraian
ringkasnya sbb :
1.
Candi berasal dari kata
*candika* salah satu nama untuk Betari Durga... Jadi candi ada hubungan
filosofis dengan Durga, Dewi Maut. Memang candi adalah tempat memuja roh orang
mati, raja-raja atau orang terkenal. Candi adalah bangunan yang sangat erat
hubungannya dengan keagamaan. Jadi bersifat suci.
2.
Yang dikubur atau dalam bahasa
kawi disebut yang cinanti dicandi
tersebut bukan mayat raja, atau abunya melainkan suatu benda symbol terdiri
dari logam mulai, permata disertai sajen yang disebut pripih.
3.
Proses pembuatan pripih mulai
dari mayat sang raja dibakar, kemudian abunya ditabur kelaut. Tentu saja dengan
iringan upakara. Kemudian diulang beberapa kali lagi antara waktu tertentu.
(bandingkan dengan memukur/melegia beberapa kali yang dilaksanakan oleh umat
Hindu di Bali).
4.
Upacara terakhir adalah upacara
Sraddha. (Biasanya dilaksanakan pada tahun ke 12). Tujuannya adalah melepaskan
sama sekalu ikatan duniawi sang roh sehingga bisa berjalan lancar menuju
dewanya. Upacara ini dilaksanakan dengan membuat lambang/symbol berupa “puspa
sarira” dibuat dari daunan, kembang dan bahan lain. Pada hari terakhir dengan
upacara tertentu puspasarira ini dilabuh kelaut. Dengan demikian dipercaya roh
sang raja telah suci, lepas dari duniawi dan menjadi dewa. (bandingkan dengan
Dewa Hyang di Bali). Sebagai pengganti jasani sang raja kemudian dibuat pripih
dari logam mulai dan sesajen tertentu.
5.
Untuk tempat pripih itu/sebagai
tempat memuja leluhur itu maka dibuatlah candi. Pripih diletakkan dalam peti
batu. Kemudian peti ini diletakkan didasar candi dimana diatasnya kemudian
dibuat bangunan candi. Sering candi juga dilengkapi dengan patung dewa dari
sang raja. Umumnya Dewa Siwa, atau symbol lingga.
6.
Candi yang ada hubungannya
dengan memuja leluhur haya ada pada Hindu, atau Budha Tantrayana. Pada Budha
yang lain hanya untuk menyembah dewa/Budha. Didalamnya tidak ada pripih,
arcanya tidak mewujudkan rajanya. Para biksu
biasanya dimakamkan pada stupa disekitar candi.
2.
KONSEP MENGENAI KOSMOGONI DAN
KOSMOLOGI
§ Pengetahuan tentang terbentuknya bhuwana agung dan bhuwana alit
dalam kebudayaan Jawa sangat beragam. Dalam Agama Jawi malah unsur Hindu sangat
dominan. Sedangkan dalam Islam Santri sangat dipengaruhi Al Quran. Dan semuanya
tidak mempunyai uraian tentang terjadinya bhuana agung identik dengan bhuwana
alit seperti dalam konsep Hindu.
§ Dalam AJ ada 3 konsep. Lihat lampiran hal.4
§ Dalam Islam santri disebutkan: Lamp. hal.5
3.
KEBUDAYAAN JAWA TENTANG
KEMATIAN DAN ALAM BAKA
§ KEMATIAN DALAM PENGERTIAN PENGANUT AGAMI JAWI:
1.
Kebanyakan orang Jawa tidak
mempunyai gambaran yang jelas tentang sorga-neraka. Mereka menghubungkan alam
baka dengan sorga-neraka dan arah selatan dimana Bhatara Yama memerintah roh
orang yang telah mati. Tapi mereka percaya roh yang karmanya jelek tidak akan
sampai dialam roh. Tapi akan jadi roh yang gentayangan.
2.
Agami Jawi menuturkan tentang
wujud manusia sbb (serat Kadilangu dan Serat Wali Sanga): Tubuh jasmani manusia
yang disebut SELIRA (unsur pembentuk tubuh jasmaninya tidak disebutkan)
ditambah dengan unsur hasrat dan keinginan disebut KAMARUPA. Kamarupa ini hidup
dan bergerak karena diberi ATMA (energi), KAMA
(keinginan) dan PRANA (nafsu). Demikianlah wujud itu mempunyai kelebihan dengan
makhluk lain berupa manas (akal), manasa (kecerdasan) dan jiwa. (Hal. 6 Lamp).
3.
Pada saat seseorang meninggal
maka unsur-unsur atma, kama, prana, manas,
manasa dan jiwa meninggalkan tubuh yang telah mati tetapi masih berada
disekeliling tubuh itu sampai hari ke-3 baru pergi melanjutkan perjalanannya.
Pembawa unsur-unsur itu adalah badan halus yang sangat ringan disebut
LINGASALIRA. Badan ini karena masih mempunyai unsur kama,
prana maka masih mempunyai sifat keinginan seperti waktu masih didunia.
Perjalanan sang lingaselira dituntun oleh malaekat. Pada saat akan memasuki
kamaloka maka harus melalui titian halus dari bahan ibarat rambut dibelah tujuh
yang disebut SIRATUL MUSTAQIM. Pada hari ke-7 setelah kematian yang bisa
melalui rintangan itu sampailah lingaselira ke kamaloka. Yang tidak lulus
langsung jatuh dan diterima mulut neraka.
4.
Lingaselira yang tak lulus
jatuh keneraka. Di neraka bila keinginannya tetap tak terkendali maka akan
masuk neraka magma pijar bhumi kepindho. Setelah menjalani hukuman panjang maka
akan lahir jadi bintang dan setelah mati akan masuk bhumi ketelu. Setelah
menjalani hukuman akan lahir lagi menjadi tanaman. Setelah mati akan masuk
bhumi keempat. Berikutnya akan lahir menjadi pohon, kemudian masuk bumi kelima
setelah mati, kemudian lahir jadi batu, masuk bhumi keenam dan baru terakhir
masuk bhumi kepitu/bumi petala/ paling bawah maka barulah akan lahir menjadi
manusia kembali setelah sekian ribu tahun.
5.
Linga sarira yang halus masuk
kamaloka maka akan menjalani pengetesanm proses pensucian sampai hari ke-40.
Hingga bisa masuk ketahap berikutnya yaitu masuk SORGA PERTAMA pada hari
ke-100. Di sorga inilah sang lingaselira mati. Unsur hasrat dan keinginan
dilepas kemudian menerukan perjalanan. Pada hari ke-1000 sampailah KESORGA
KEDUA. Demikian berulang sampai ke SORGA KETUJUH DAN MENCAPAI MOKSA.
6.
Sering sang-roh pada saat mencapai SORGA PERTAMA
dipanggil oleh keluarganya yang masih hidup, datang sesuai panggilan itu dan
tinggal disekitar keluarga menjadi lelembut, roh nenek moyang atau sebagai roh
penjaga.
7.
Bila semua hal di atas
dibandingkan dengan keyakinan di Hindu akan terlihat hal sbb:
o
Dalam agama Hindu tidak ada
penegasan secara angka/kwantitatif perjalanan sang roh orang yang meninggal. Ada beberapa penjelasan
bahwa sang roh pada waktu badan kasar telah meninggal ada berdiam
disekelilingnya. Dan masih terikat keinginan waktu masih hidup. Ketika badan
kasarnya telah hancur (diaben) maka pada hari ke-12 setelah pengabenan sang roh
dengan berbadan sukma sarira meneruskan perjalanan. Dan ketika sukma sarira
dipralina melalui (ritual memukur) maka sang roh dengan karmawasananya sudah
berstatus dewa pitara/dewa hyang, meneruskan jalan kearah sorga/neraka dan
lahir berkala-kali guna penyempurnaannya sampai mencapai moksah. Beliau
dilinggihkan disanggar kawitan dan dipuja disana. Tidak ada lagi hubungan
dengan dimana badan kasar dulu dikubur. Malah ada yang tidak melalui
penguburan/dibakar.
o
Agami Jawi adalah Agama Islam
yang masih dipengaruhi oleh budaya nenek moyang, Hindu, Budha. Dalam agama
Hindu, Budha jelas tidak ada disebutkan tentang perjalanan roh dengan hitungan
hari ke-3, ke-7, ke-100, dll. Juga tidak ada dalam Islam.
o
Pertanyaan: apakah hitungan itu
berasal dari ajaran nenek moyang? Tidak ada referensi jawaban untuk itu.
o
Atau, mengingat angka itu
dipakai diikuti oleh Islam Jawi dan Islam Santri, mungkin saja budaya itu
dibawa oleh agama Islam waktu masuk ke Indonesia. Hal ini diperkuat dengan
adanya penegasan Islam masuk ke Indonesia
tidak secara langsung dari Arab, tapi melalui Persia dan India dan
sangat sarat dengan mistik.
§ KEYAKINAN TENTANG KEMATIAN DAN AKHIRAT
PENGANUT ISLAM SANTRI
1.
Sesuai dengan ajaran agama
Islam orang santri yakin bahwa bila orang meninggal maka malaekat kematian
Izrail berdiri diatas kepala orang itu dan menarik jiwanya keluar tubuh,
menyerahkan kepada pembantunya untuk dibawa sampai kepada sorga yang ketujuh.
2.
Jiwa itu kemudian ditempatkan
kembali ketubuhnya diliang kubur. (Bila orang kafir maka jiwa itu ditarik
dengan paksa dan dihempaskan kebumi). Jadi roh tetap berada diliang kubur
sampai hari kebangkitan kembali setelah dunia kiamat.
3.
Dalam Quran, konsep mengenai
lama berada dialam kubur tidak jelas tetapi beberapa hadits menceritakan
malaekat Munkir dan Nakir memeriksa dan kalau perlu menghukum mereka dialam
kuburnya. Dari penalaran inilah maka ada anggapan kubur adalah pintu gerbang
sorga atau neraka.
4.
pada hari Kebangkitan/Al Qiyama
bunyi terompet pertama malaekat Izra menandakan dunia telah berakhir. Terompet
kedua menghidupkan semua orang mati mengumpulkannya ditempat bernama Al
makhsyar. Satu persatu ditanya Allah. Yang dulu hidup baik mendapat sorga dan
yang jahat neraka, jembatan menuju sorga disebut Al shirat yang membentang
diatas neraka. Ujian terakhir.
5.
Dalam sistem keyakinan Islam
pada umumnya sorga diceritakan sebagai taman yang indah, bidadari cantik,
tempat tidur bersulam emas, buah berlimpa. Sehingga kepuasan pikiran dan
perasaan terpuaskan. Ini bisa terwujud karena adanya kebahagiaan dalam
memandang kebenaran. Tetapi kebahagiaan terbesar bagi orang saleh, orang santri
adalah dapat melihat, dekat dengan Allah.
6.
Neraka atau jahanam dalam Quran
juga tidak dilukiskan jelas. Kadang dilukiskan sebagai raksasa ganas, atau
seperti Inferno dari dante yaitu sumur dalam 7 tingkat. Letaknya dibawah dasar
bumi diatas seekor sapi jantan dan seekor ikan yang menahan bumi. Juga
digambarkan sebagai air mendidih, minyah menddih, berbahu busuk dll.
7.
Berapa lama seseorang di neraka
tidak jelas dalam Quran, karena surat
yang menyinggung tentang itu saling bertentangan (hal. 14 Lampiran makalah).
RITUAL DALAM KEBUDAYAAN JAWA
§ Ritual yang terpenting dalam Agami Jawi adalah wilujengan atau
slametan. Dilaksanakan untuk kematian, upacara daur hidup, bersih desa,
menempati rumah baru, menyambut hari raya Islam dll.
§ Disamping ritual itu penganut AJ sering melaksanakan nyekar kemakam
sedangkan laku keramat seperti puasa tirakatan, tapa brata, semadi mereka
lakukan juga sebagai ritual.
§ Slametan adalah upacara pokok dan terpenting dalam religi Agama
jawi. Sesajinya berupa tumpeng dengan laku pauknya dan hiasannya. Doa
dipanjatkan oleh modin/kaum yang terdiri dari satu dua ayat Al Quran. Slametan
sering diteruskan dengan dhikir sampai waktu tertentu. Slametan secara umum dapat dibagi menjadi dua
:
1.
Slametan yang bersifat keramat
dimana getaran emosi terasa seperti slametan/sedhekah kematian. Getaran emosi
terasa terutama saat pelaksanaan dhikir.
2.
Slametan yang tidak bersifat
keagamaan/keramat hanya sekedar meningkatkan solidaritas, menghilangkan
permusuhan, ganti nama, menempati rumah baru dsb.
§ Maksud dilaksanakan slametan keramat adalah dalam rangka memelihara
hubungan yang baik dengan roh leluhur serta untuk mempererat hubungan horizontal
antar manusia. Makna keagamaannya adalah antara lain mengikis sifat agresif
manusia sehingga dicapai ketenangan.
4.
RITUS KEMATIAN
§ Ritus kematian yang dianut oleh penganut AJ maupun Islam Santri
hampir sama. Perbedaannya terletak pada sajen slametannya. AJ bertitik berat
menggunakan tumpeng sertakan Islam Santri menggunakan pembacaan ayat suci
Quran.
§ Urutan ritual kira-kira sbb :
1.
Ritus dimulai dengan pembacaan Surat Ultaqim/telkim
setelah jenasah dimandikan, dikafani dan dibaringkan.
2.
Sebelum berangkat kekuburan
dilaksanakan *trobosan* sebagai pernyataan ikhlas berpisah.
3.
Sepanjang perjalanan ditabur
beras kuning dicampur uang logam.
4.
Dikuburan mayat dibaringkan
menghadapi kiblat, modin membuka tali kafan, meneriakkan azan beberapa kali.
Kemudian modin naik, membacakan donga kubur dalam bahasa Jawa. Baru kemudian
liang ditimbun dan diberi nisan. Ditaburi bunga. Kadang ada pidato.
5.
Pada malam harinya dilaksanakan
slametan/sedhekah ngesursiti. Sesajennya tumpeng dibelah dua saling bertolak
belakang dengan alas nasi. Juga kue apem. Doa disampaikan modin diteruskan
dengan dhikir.
6.
Sampai hari ke-40 dibawah
tempat tidur almarhum diaturkan sesajen diganti tiap 2 hari sekali.
7.
Slametan berikutnya pada hari
ke-3 (sedhekah tigang dinteni), hari ke-40 (sedhekah ngawan dasa dhinten), hari
ke-100 (sedhekah nyatus), kemudian slametan setahun sedhekah mendhak sepisan),
kemudian dua tahun (sedhekah endak Kaping kalih) kemudian terakhir pada hari
keseribu (sedhekah nyewu). Sesajennya semua berkisar tumpeng tersebut.
8.
Penganut Islam Santri
melaksanakannya pada hari ke-7, hari ke-40, hari ke-100 dan ke-1000. kebanyakan
dilaksanakan dengan berdoa.
5.
NYEKAR ADAT MENGUNJUNGI MAKAM
§ Ritual ini sangat penting bagi penganut AJ maupun islam Santri,
terutama pada tahun pertama dimana ikatan emosional masih besar.
§ Biasanya dilaksanakan sehari menjelang punya azat/kerja, berhubungan
dengan malam Jumat Legi, berhubungan dengan hari raya Islam terutama menjelang
puasa dan setelah hari raya Lebaran. Pada waktu nyadran/ nyekar ini kuburan dibersihkan,
membaca doa dan membakar kemenyan serta menabur kembang. Nyadran juga dilakukan
dengan maksud tertentu seperti menjelang tugas besar, cari ketenangan jodoh
dll.
6.
PITRA YADNYA AGAMA HINDU
§ Siklus kehidupan manusia menurut Hindu sangat jelas. Punya atman/roh,
badan kasar, badan halus. Lahir berulang-ulang dalam menyempurnakan dharma dan
karmanya guna mencapai moksartham jagad hita. Hukum karma sangat mutlak, sangat
dihormati.
§ Dalam agama Hindu tidak ada penegasan dalam angka/kwantitatif
perjalanan sang roh orang yang meninggal. Ada
beberapa penjelasan bahwa sang roh pada waktu badan kasar telah meninggal ada
berdiam disekelilingnya. Dan masih terikat keinginan waktu masih hidup. Ketika
badan kasarnya telah hancur (diaben) maka pada hari ke-12 setelah pengabenan
sang roh dengan berbadan sukma sarira meneruskan perjalanan.
§ Ritual secara berjenjang terhadap badan-badan itu dalam pitra yadnya
yang dilaksanakan umat Hindu di Bali sangat jelas, baik pelaksanaannya maupun
sumber kepustakaannya. Jenjang itu adalah sebagai berikut :
·
Ritual ngaben baik dengan
membakar mayat maupun dengan penguburan adalah proses membebaskan sang atma
dari badan kasar (stula sarira) dan mengembalikan badan kasar yang telah tak
berfungsi itu kepada Sang Hyang Mahabhuta.
·
Ritual memukur dengan symbol
membakar puspasarira adalah proses membebaskan sang atman dari badan
astral/halus (sukma sarira) selanjutnya menjadi atma yang telah suci disebut
Dewa Hyang atau Dewa Pitara. Pada kondisi ini sang atma hanya tinggal
membawa/memakai karmawasana saja.
·
Dewa Hyang dilinggihkan
disanggar kawitan dimana beliau dipuja oleh keturunannya. Dan pada saat akan
masuk kebadan baru dan lahir kembali/numitis.
§ Jadi jelas tidak ada lagi hubungan dengan badan kasar yang dulu
dikubur di kuburan. Tidak ada lagi upacara nyekar kekuburan, sebab disana tidak
ada apa apa lagi, badan kasar dan badan halus telah kembali keasalnya.
§ Jadi pitra yadnya bisa dimaknakan sebagai ritual yang bertujuan
untuk dapatnya sang roh melaksanakan siklusnya sesuai dengan karmanya, merupakan
kewajiban anak keturunan sebagai rasa bakti dan untuk mencapai rasa puas
dapatnya membayar sedikit hutang kepada leluhur atas kebaikannya. Dan tentu
saja semuanya itu dipersembahkan kepada Yang Maha Kuasa kemana arah pasti tiap
atman menuju
7.
PEMBAHASAN
RITUAL PEMAKANAN DAN SETELAH PEMAKAMAN AGAMI JAWI DAN ISLAM SANTRI
§ Bahwa ritual pemakaman pemeluk Agami (Islam) Jawi dan penganut Islam
Santri hampir bersamaan mulai dari proses memandikan, doa setelah dikafani,
menjelang berangkat ke kuburan, selama perjalanan menuju kuburan. Serta ritual
termasuk dengan duanya di kuburan. Serta cara meletakkan mayat menghadapi ke
kiblat.
§ Bahwa ritual setelah pemakaman juga hampir bersamaan, keduanya
mengenal sedhekah/slametan hari ke-7, hari ke-40, hari ke100, hari ke-1000
hanya kecenderungan sajennya yang agak berbeda. Agami Jawi banyak memakai
tumpeng, sedangkan Islam Santri bermain dengan doa-doa ayat suci.
§ Keduanya juga mengenal nyekar/nyadran ke kuburan.
HUBUNGAN ANTARA RITUAL KEMATIAN DENGAN KONSEP KEMATIAN DAN PERJALANAN
ROH AGAMI JAWI:
§ Bahwa sampai dengan hari ke-3 setelah kematian, roh sang
mati/kamarupa masih ada disekitar badan kasarnya. Dan pada hari ke-3
melanjutkan perjalanannya menuju alam roh/karma loka terbungkus dalam badan
halus lingasalira. Dalam hubungan inilah kiranya pada hari ke-3 dilaksanakan
ritual sedekah tigang dhinten.
§ Pada hari ke-7 sampai digerbang karmaloka. Roh masih dalam kondisi
terpengaruh hasrat/keinginan. Bila berhasil lolos melalui *titian ugal-agil*
akan masuk karmaloka, akan berada di sana
melepaskan diri dari hasrat/keinginan sampai hari ke-40. Pada hari ke-40 akan
melanjutkan perjalanan menuju sorga pertama dan sampai di sorga pertama pada
hari ke-100. Disini purasalira yang terbungkus badan lingasalira mati kedua
kali. Hasrat dan nafsu sudah lepas dari sang roh. Dari pengertian ini kiranya
hubungan slametam hari ke-7, hari ke-40 dan hari ke-100. Pada hari ke-1000
dicapai sorga kedua. Demikian seterusnya terjadi peningkatan kesucian sang roh
sampai mencapai sorga ketujuh dan kondisi moksa. Dalam proses peningkatan
status roh ini tidak ada penjelasannya, apakah melalui kelahiran kembali atau
peningkatan roh seperti bodhi satwa di Agama Budha. Untuk diketahui dalam
konsep Islam tidak dikenal reinkarnasi.
§ Sebaliknya kamarupa yang tidak lolos kamaloka akan jatuh keneraka
dan melalui waktu yang panjang (beribu ribu tahun) lahir menjadi binatang,
tumbuhan, batu dll sebelum bisa lahir sebagai manusia lagi. Jadi dibagian ini
konsep reinkarnasi ada, suatu yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam.
§ Sedangkan untuk kegiatan ritual nyekar/nyadran kekuburan maka konsep
ini tidak relevan. Sebab sang roh telah pergi dari kuburan kekarmaloka atau
sorga atau neraka. Tidak lagi ada dibadannya dikuburan.
§ Masalahnya: dimanakah tempat
menghotmat kepada sang roh?
HUBUNGAN ANTARA RITUAL KEMATIAN DENGAN KONSEP KEMATIAN DAN ALAM BAQA
PENGANUT ISLAM SANTRI:
§ Dalam konsep kematian dan alam baqa agama Islam jelas disebutkan
bila seseorang meninggal jasad dan rohnya akan berada dialam kubur sampai
kepada datangnya hari kiamat/hari kebangkitan dimana mereka akan dihidupkan
kembali dan mendapat pengadilan atas semua perbuatannya semasih hidup.
§ Bagi yang perbuatannya baik akan mendapat sorga sesuai dengan
tingkat keaikannya. Juga yang jahat akan mendapat hukuman dineraka. Neraka juga
bertingkat tingkat, yang terhebat adalah neraka jahanam (tingkat ke-8)? Bagaimana seterusnya tidak
disebutkan.
§ Dalam Islam tidak ada konsep reinkarnasi. Manusia lahir sekali.
Kesempatan hanya sekali dalam daur kehidupannya.
§ Dari konsep ini terlihat tidak ada korelasi dengan hitungan ke-7,
ke-40, ke-100 maupun hari ke-1000. Seperti mereka juga melaksanakan
sedhekah/slametan pada hari tersebut.
§ Tetapi dalam hubungannya dengan nyekar/nyadran konsep ini sangat
cocok karena sang roh dan badannya selama ini menunggu dialam kubur. Maka nyekar
kekuburan kiranya sangat relevan.
8.
KONSEP KEYAKINAN TENTANG
KEMATIAN DAN RITUAL KEMATIAN UMAT HINDU SUKU JAWA DI JAWA TIMUR
§ Konsep keyakinan dalam kematian umat Hindu suku Jawa di Jatim tidak
jelas/tidak ada yang bisa menerangkan. Referensi juga nihil. Tetapi mereka
sangat yakin berbakti kepada leluhur. Dan mereka yakin orang berbuat baik akan
mendapat sorga dan yang jahat mendapat neraka.
§ Ritual pemakaman dam ritual setelah pemakaman hampir sama yang dilaksanakan
oleh penganut Islam Jawi maupun Islam Santri yaitu adanya slametan hari ke-3,
hari ke-7, hari ke-40 dll. Sedangkan sajen pemakaman berupa sajen campuran
antara sajen yang dipakai di Bali dan sajen
Jawa. Sedangkan sedhekah/slametan rata-rata memakai tumpeng, sama dengan Agami
jawi/Santri. Hanya doa penghantar diambil dari doa agama Hindu. Dikenal pula
pitra puja seperti tahlilan dalam Islam.
§ Tempat pemujaan sang roh juga rata-rata masih rancu/insidentil.
Tidak ditempat khusus.
§ Dan sangat lekat dengan budaya nyekar/nyadran kekuburan dimana
seharusnya sudah “tidak ada siapa-siapa / apa-apa lagi.”
9.
HUBUNGAN ANTARA RIUAL UMAT
HINDU SUKU JAWA DI JAWA TIMUR DENGAN RITUAL KEMATIAN AGAMI JAWI DAN ISLAM
SANTRI
§ Urutan teknis pelaksanaan upacara pemakaman antara mayat umat Hindu
suku Jawa di Jawa Timur dengan mayat umat lain baik penganut Agami Jawi maupun
Islam Santri hampir sama. Mulai dari proses memandikan, mengafani,
membaringkan, menjelang berangkat kekuburan, lalu selama perjalanan kekuburan,
pemakaman, penimbunan dan pemasangan nisan. Perbedaannya yang nyata ada pada
posisi mayat. Umat Islam menghadapi kiblat, sedangkan umat Hindu tidak.
§ Persamaan berikutnya adalah rata-rata umat Hindu Suku Jawa jenasah
orang yang meninggal dikubur, tidak mengenal pembakaran jenasah.
§ Meskipun pola teknis dan urutannya hampir sama tetapi perbedaan
ritualnya sangat jelas. Pada umat Hindu mulai memandikan mayat sudah memakai
sajen, air suci, kewangen dll. Tapi sajen beras ure/kuning dengan uang logam
hampir sama dengan AJ/Islam Santri. Begitu pula ada ritual trobosan. Dibeberapa
daerah sudah dipakai sajen tumpeng menjelang pemberangkatan jenasah. Hal ini
juga mempunyai kesamaan dengan AJ.
§ Disini bisa disimpulkan secara umum ritual pemakaman adalah :
jenasah dibersihkan, diberi pakaian/pembungkus, waktu dimakamkan diusahakan
mayat tidak langsung ditindih, hingga perlu peti/papan pengaman. Kemudian
nisan. Dan doa-doa.
§ Ritual setelah pemakaman merupakan ahan yang memerlukan pengkajian
lebih dalam. Hanya konsep kematian dan alam setelah kematian Agami Jawi yang
kiranya punya korelasi dengan adanya riual sedhekah hari ke-3, hari ke-7, hari
ke-40, ke-100 dll. Sedangkan konsep kematian Islam Santri tidak ada korelasinya
dengan hari hari tersebut. Sedangkan terhadap konsep reinkarnasi penganut Agami
Islam Jawi mengenalnya sedangkan Islam Santri tidak sama sekali.
§ Ritual nyadran/nyekar kiranya AJ tidak ada hubungannya, sebab sang
roh yang dipuja sudah tidak di kuburan/dibadan kasarnya. Sedangkan nyekar untuk
Islam Santri sangat tepat sebab roh dan badan kasar Ybs. Ada dialam kubur dalam penantian hari kiamat.
§ Ritual setelah pemakaman umat Hindu suku Jawa di Jatim hampir sama
dengan ritual Agami Jawi dan Islam Santri tersebut diatas. Ada Sedhekah hari
ke-3, ke-7 / sepasar, ke-40, ke-100 dll.
Dan lengkap dengan ritual nyekar-nya. Padahal dalam ajaran agama
Hindu patokan angka itu tidak diketemukan. Dam nyekar kekuburan ditujukan
kepada siapa. Hal ini bisa terjadi kemunginannya adalah sbb :
·
Kebangkitan umat Hindu di Jatim
baru pada akhir tahun 1960-an. Sebelumnya tertidur dengan lelap ratusan tahun.
Sehingga pola yang ada demikian saja *ditiru*. Apa lagi bila ada anggapan itu
berasal dari agama nenek moyang atau agama Hindu.
·
Mereka ikut melaksanakan nyekar
disebabkan konsep yang ada tidak tegas menyebutkan praline badan kasar dan
badan halus. Dan mereka terputus budayanya tentang tempat dimana untuk berbakti
kepada roh leluhurnya. Mereka belum bisa memahami roh itu sudah tidak masih
dikuburan dan badan kasar telah musnah ke panca mahabhuta.
o
Pertanyaan : apakah hitungan
itu berasal dari ajaran nenek moyang? Tidak ada referensi jawaban untuk itu.
o
Atau, mengingat angkat itu
dipakai diikuti oleh Islam Jawi dan Islam santri, mungkin saja budaya itu
dibawa oleh agama Islam waktu masuk ke Indonesia. Hal ini diperkuat dengan
adanya penegasan Islam masuk ke Indonesia
tidak secara langsung dari Arab, tapi melalui Persia dan India dan
sangat sarat dengan mistik.
10.
BEBERAPA PERTANYAAN :
§ Pola ritual setelah pemakaman penganut Agami Jawi dan Islam Santri
hampir sama yaitu sedhekah hari ke-7, ke-40 dll. Sedangkan dalam A quran hal
itu tidak ada. Juga dalam Hindu-Buddha. Jadi bisa mungkin itu berasal dari
budaya nenek moyang. Untuk meyakinkan tentang itu belum diketemukan
referensinya.
§ Atau bisa saja pola ritual itu dibawa oleh Islam sendiri sebagai
muatan budaya yang melekat selama perjalanannya. Seperti diterankan oleh Prof.
Koentjaraningrat, Islam ke Indonesia
tidak langsung dari Arab, tetapi dalam waktu
panjang melalui Persia
dan India.
Sehingga sangat mungkin pola ritual bangsa-bangsa itu katut.
11.
KESIMPULAN
§ Dari uraian tersebut di atas kiranya umat Hindu di Jawa Timur perlu
:
·
Memahami dan menyempurnakan
ritual tentang kematian yang dilaksanakan disesuaikan dengan kerangkan agama
hindu yang dianut.
·
Pelaksanaan pitrayadnya di Bali kiranya bisa dipakai pedoman dan disesuaikan dengan
desa kala patra dan tatwa di Jawa Timur.
·
Tempat/pelinggih untuk
menghormat leluhur kiranya perlu dibuat sebagai pengganti budaya nyekar.
·
Sarana sajen dan doa/mantra
penghantar dalam melaksanakan ritual menghormat leluhur perlu dibuat.
Sumber (Profesor Koentjaraningrat)
A. Pendahuluan
Agama merupakan kepercayaan kepada
Tuhan serta segala sesuatu yang bersangkut-paut dengan itu. Dengan demikian
sembahyang, beryadnya, melakukan kewajiban kepada sesama manusia adalah
merupakan hal yang termasuk ke dalam agama.
Walaupun kita tidak cepat percaya
kepada sesuatu, tetapi percaya itu merupakan hal yang juga diperlukan di dalam
hidup. Orang yang tidak memiliki kepercayaan pada sesuatu, akan selalu dalam
keadaan, ragu, tidak aman, curiga dan tidak mempunyai pegangan yang pasti.
Percaya merupakan suatu sikap yang
perlu ditumbuhkan di dalam diridan kita berharap bahwa apa yang kita percayai
itu memang benar seperti apa yang kita duga. Karena agama itu adalah
kepercayaan, maka dengan agama kita akan merasa aman dalam hidup ini dan karena
memiliki rasa aman, kita akan merasakan ketetapan hati dalam menghadapi
sesuatu.
Dengan memiliki suatu agama, orang
merasa memiliki suatu pegangan iman tertentu yang menambatkan ia pada suatu
tempat berpegang yang kokoh. Tempat itu tiada lain dari pada Tuhan itu sendiri.
Yang menjadi sumber semua ketenteraman dan semangat hidup ini mengalir.
KepadaNya lah kita memasrahkan diri, karena tiada tempat lain dari padanya
tempat kita kembali.
Selanjutnya, manusia sebagai makhluk
sosial tidak terlepas dari budayanya sendiri, dalam arti manusia itu harus
berperan dalam suatu proses kebudayaan. Kebudayaan tidak lain daripada hasil
proses tindakan atau perlakuan akibat hubungan manusia dengan manusia dan alam
lingkungannya sehingga dapat beradaptasi secara seimbang dan serasi.
Pada suatu sisi, kebudayaan itu
tidak bisa dipisahkan dengan kekuatan dan kemampuan berpikir untuk terciptanya
kreasi termasuk kemampuan kerja dan mengolah kemampuan untuk mengembangkan dan
beradaptasi dengan budaya lain.
Menurut para ahli Antropologi, suatu
kebudayaan sedikit-dikitnya mempunyai tiga wujud, yaitu: pertama adalah dalam
wujud gagasan, pikiran, konsep dan sebagainya yang berbentuk abstrak; kedua
dalam bentuk aktifitas yaitu berupa tingkah laku berpola, perilaku,
upacara-upacara serta ritus-ritus yang wujudnya lebih konkrit. Dan yang ketiga,
yakni dalam bentuk benda yang bisa merupakan hasil tingkah laku dan karya para
pemangku kebudayaan tyang bersangkutan dan oleh para ahli disebut dengan
kebudayaan fisik.
Lebih jauh dilihat maka kebudayaan
itu setidak-tidaknya mempunyai tujuh unsur yang universal, ketujuh unsur yang
universal tersebut terdapat pada semua kebudayaan yang ada di sentra dunia ini,
baik yang kecil, terisolasi dan sederhana, maupun yang besar, komplek dan maju.
Ketujuh unsur yang dimaksud adalah; bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi,
organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi dan kesenian. Ketujuh unsur
tersebut juga terdapat pada kebudayaan Indonesia dan kebudayaan daerah yang
ada.
B. Agama dan Budaya
dalam Hindu
1. Agama Hindu
merupakan agama yang diyakini oleh masyarakat Hindu, yang bersumber dari Ida
Sang Hyang Widi Wasa.
Weda merupakan kitab suci agama Hindu yang
diwahyukan melalui pendengaran rohani para Maha Rsi. Oleh karena itu Weda juga
disebut dengan kitab suci SRUTI. Umat Hindu yakin dan percaya bahwa dunia dan
segala isinya diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena Cinta Kasih
Beliau. Cinta Kasih Tuhan untuk menciptakan sekalian makhluk sering juga
disebut dengan YADNYA.
Dalam kitab Yajur Weda XXIII,62
disebutkan: “Ayam yajno Bhuvanasya” yang artinya Yadnya adalah pusat
terciptanya alam semesta. Penciptaan adalah karya spiritual dari Yang Maha
Esa dan sebagai kridanya memperlihatkan kemulianNya.
Weda sebagai kitab suci agama Hindu
diyakini kebenarannya dan menjadi pedoman hidup Umat Hindu, sebagai sumber
bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari ataupun
untuk waktu-waktui tertentu.
Diyakini sebagai kitab suci karena
sifat isinya dan yang menurunkannya adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa itu
sendiri. Weda mengalir dan memberikan vitalitas terhadap kitab-kitab Hindu pada
masa berikutnya. Dari kitab suci Weda lah mengalir nilai-nilai keyakinan itu
pada kitab-kitab seperti; Smerti, Itihasa, Puruna, kitab Agama, Tantra, Darsana,
dan Tattwa-tattwa yang diwarisi oleh umat Hindu sampai saat ini.
Weda mengandung ajaran yang
memberikan keselamatan di dunia dan setelah itu. Weda menuntun tindakan umat
manusia sejak ada dalam kandungan sampai selanjutnya. Weda tidak terbatas pada
tuntunan hidup individu, masyarakat, kelompok manusia, tetapi ia menuntun
seluruh hidup dan kehidupan seluruh makhluk hidup.
2. Budaya dalam
Pandangan Agama Hindu
Dalam kenyataan hidup bermasyarakat
maka antara adat/budaya dan agama sering kelihatan kabur dan bahkan sering
tidak dimengerti dengan baik. Tidak jarang suatu adat-budaya yang dipraktekkan
dalam kehidupan masyarakat dianggap merupakan suatu kegiatan keagamaan, ataupun
sebaliknya, suatu kegiatan keagamaan dianggap adalah kigiatan budaya.
Sesungguhnya antara budaya dan agama
terdapat segi-segi persamaannya tetapi lebih banyak segi-segi perbedaannya.
Segi persamaannya dapat dilihat dalam hal bahwa kedua norma tersebut sama-sama
mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat agar tercipta suasana ketentraman
dan kedamaian. Tetapi disamping adanya segi persamaan, terdapat juga segi-segi
perbedaan. Segi perbedaan itu akan tampak jika dilihat dari segi berlakunya,
dimana perwujudan adat-budaya tergantung pada tempat, waktu, serta keadaan
(desa, kala, dan patra), sedangkan agama bersifat universal.
Kalau diperhatikan, maka agama
dengan ajarannya itu mengatur rohani manusia agar tercapai kesempurnaan hidup.
Sedangkan adat budaya lebih tampak pengaturannya dalam bentuk perbuatan
lahiriah yaitu mengatur bagaiman sebaiknya manusia itu bersikap, bertindak atau
bertingkah laku dalam hubungannya dengan manusia lainnya serta lingkungannya,
agar tercipta suatu suasana yang rukun damai dan sejahtera.
Dalam agama Hindu, antara agama dan
adat-budaya terjalin hubungan yang selaras/erat antara satu dengan yang lainnya
dan saling mempengaruhi. Karenanya tidak jarang dalam pelaksanaan agama
disesuaikan dengan keadaan setempat. Penyesuaian ini dapat dibenarkan dan dapat
memperkuat budaya setempat, sehingga menjadikan kesesuaian “adat-agama”
ataupun’budaya-agama’, artinya penyelenggaraan agama yang disesuaikan dengan
budaya setempat.
Demikianlah terdapat didalam agama
Hindu, perbedaan pelaksanaan agama Hindu pada suatu daerah tertentu terlihat
berbeda dengan daerah yang lainnya. Perbedaan itu bukanlah berarti agamanya
yang berbeda. Agama Hindu di India adalah sama dengan agama Hindu yang ada di
Indonesia, namun kulitnya yang akan tampak berbeda.
Sedangkan budaya agama adalah suatu
penghayatan terhadap keberadaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam bentuk kegiatan
budaya. Sejak munculnya agama Hindu, usaha memvisualisasikan ajaran agama Hindu
kepada umat manusia telah berlangsung dengan baik. Para rohaniawan Hindu, para
pandita, orang-orang suci mengapresiasikan ajaran yang terdapat dalam kitab
suci Weda kedalam berbagai bentuk simbol budaya. Usaha ini telah terlaksana
dari zaman ke zaman. Ajaran yang sangat luhur ini diwujudkan dan disesuaikan
dengan desa, kala, dan patra pada waktu itu.
Kalau dilihat dari fakta sejarah,
wujud budaya agama itu dari zaman ke zaman mengalami perubahan bentuk, namun
tetap memiliki konsep yang konsisten. Artinya, prinsip-prinsip ajaran agama itu
tidak pernah berubah yakni bertujuan menghayati Ida Sang Hyang Widi Wasa.
Kepercayaan terhadap Ida Sang Hyang Widi Wasa, menjadi sumber utama untuk
tumbuh dan berkembangnya budaya agama dan ini pula yang melahirkan variasi
bentuk budaya agama. Variasi bentuk itu disesuaikan dengan kemampuan daya nalar
dan daya penghayatan umat pada waktu itu. Budaya agama yang dilahirkan dapat
muncul seperti “upacara agama”.
Upacara agama pada hakikatnya tidak
semata-mata berdimensi agama saja, tetapi juga berdimensi sosial, seni budaya,
ekonomi, manajemen dan yang lainnya. Melalui upacara agama, dapat dibina
kerukunan antar sesama manusia, keluarga, banjar yang satu dengan banjar yang
lain. Upacara agama juga melatih umat untuk bisa berorganisasi dan merupakan
latihan-latihan manajemen dalam mengatur jalannya upacara.
Lewat upacara agama ditumbuhkan juga
pembinaan etika dan astetika. Upacara agama merupakan motivator yang sangat
potensial untuk melestarikan atau menumbuhkembangkan seni budaya, baik yang
sakral maupun yang profan. Bahkan upacara agama merupakan salah satu daya tarik
pariwisata dan dapat menunjang kehidupan manusia. Keseluruhan budaya agama
dalam bentuk upacara agama tersebut merupakan usaha manusia mendekatkan diri
kepada Ida Sang Hyang Widi wasa untuk mewujudkan kedamaian dan kebahagiaan yang
abadi.
Seperti halnya manusia, tubuh
merupakan hasil budaya agama itu sendiri, sedangkan agama Hindu merupakan jiwa
atau rohnya agama tersebut. Satu contoh misalnya, budaya agama Hindu pada
masyarakat Hindu di Bali dan budaya-budaya Hindu di daerah yang lainnya yang
ada di Indonesia.
Kita mengetahui bahwa pada zaman
dahulu dan mungkin pada saat sekarang di tanah jawa, bagaimana kitab sastra
Hindu seperti Ramayana dan Mahabharata telah disadur ke dalam bahasa Jawa kuno
oleh para Empu atau Rsi pada masa itu. Bagaimana umumnya orang-orang Jawa
banyak yang tidak tahu, bahwa kitab tersebut, sesungguhnya, adalah kitab-kitab
agama Hindu, tetapi umumnya mereka mengenal bahwa, kitab tersebut atau cerita
tersebut adalah cerita “pewayangan” milik orang Jawa.
Dari kitab suci Weda oleh para Rsi,
Pandita atau orang-orang suci Hindu di Indonesia dengan mengambil jiwa atau
idealisme yang dikandungnya kemudian dikodifikasi sehingga lahirlah kitab-kitab
sastra yang pada hakikatnya adalah ajaran Hindu yang terdapat dalam kitab suci
Weda.
Satu contoh tentang keyakinan akan
gunung sebagai tempat suci, berstananya para Dewa dan para roh suci leluhur
atau orang-orang suci. Dalam konsep keyakinan umat Hindu, terdapat keyakinan
atau ajaran tentang penghormatan kepada roh suci leluhur.
Dalam kitab suci Weda Smerti
(Manawadharma Sastra Bab II, 81) disebutkan:
“Swadiyayanarcaret
samsimnhomair dewa nya thawidhi,
Pitrcm craddhaicca nrrnan naibhutani balikarmana”
Artinya:
“Hendaklah ia sembahyang yang sesuai menurut peraturan kepada Rsi dengan
pengucapan Weda, kepada Dewa dengan haturan yang dibakar, kepada para leluhur
dengan Sraddha, kepada manusia dengan pemberian makanan, dan kepada para Bhuta
dengan upacara kurban”.
Seperti juga disebutkan dalam kitab
Upanisad, maka seorang Rsi adalah seorang Acarya, yang patut dihormati seperti
dewa. “Acarya Dewa Bhawa” (Tatirya Upanisad I, 11.1). Atas dasar sraddha inilah
umat Hindu menghormati para Rsi, orang-orang suci, baik ketika ia masih hidup
maupun setelah meninggal nanti.
Demikianlah misalnya umat Hindu di
India memuja dan menghormati maha Rsi Vyasa, Agastya, Parasara, Sangkara Carya,
Sri Rama Krama, Swami Wiwekananda dan lain-lain. Hal inilah yang
melatarbelakangi timbulnya pemujaan leluhur dan pemujaan kepada Ida Sang Hyang
Widhi Wasa terdapat pada suatu tempat suci atau pura di Indonesia.
Dalam kitab Ramayana yang umurnya mungkin
lebih tua dari kelompok masyarakat Indonesia yang memiliki kepercayaan
penghormatan kepada para leluhur. Pada kitab tersebut diceritakan bagaimana
figur ideal orang Hindu yang taat beragama, yang ditokohkan sang Dasaratha
bahwa Beliau ahli dalam weda, bhakti kepadda Tuhan dan tidak pernah lupa memuja
leluhur.
Dalam kitab Rg Weda VIII.6.28
disebutkan:
“Di tempat-tempat yang tergolong hening, di gunung-gunung, pada pertemuan
dua sungai, disanalah para Maha Rsi mendapatkan inspirasi yang jernih”.
Gunung bukanlah hasil karya manusia,
namun merupakan buah karya dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tetapi gunung
dipakai oleh umat Hindu sebagai arah atau kiblat penghayatan untuk mendapatkan
kehidupan yang direstui Tuhan. Sesungguhnya yang dituju adalah “Amerta”. Amerta,
artinya hidup yang sempurna umat Hindu yang dirasakan secara langsung. Gunung
dapat memberikan kehidupan, gunung adalah waduk yang dapat menampung
bermilyar-milyar kubik air hujan yang turun dari langit. Air itu lalu mengalir
menciptakan sungai yang mengalirkan air sepanjang tahun untuk memberikan
kehidupan kepada makhluk. Gunung dijadikan arah dan sebagai lambang singgasana
Tuhan dan para roh suci leluhur.
Dalam ajatan Hindu antara budaya dan
agama terdapat benang merah, yang satu sisi dapat saling mengisi satu dengan
yang lainnya, budaya atau adat bukanlah musuh atau saingan yang haarus dibasmi
dan dicurigai, dalam artian adat budaya yang positif dapat mendukung
pelaksanaan acara agama dan ternyata prinsip Hindu yang merangkul budaya dan
adat-istiadat lokal nampaknya sejalan dengan program pemerintah yang berusaha
membangkitkan segala bentuk adat dan budaya daerah.
C. Penutup
Dari uraian diatas dapat ditarik
beberapa kesimpulan antara lain:
Agama merupakan suatu keyakinan akan keberadaan Tuhan yang menjadikan sumber
ketentraman dan semangat hidup serta kepadaNya jugalah kita akan kembali.
Agama Hindu dengan kitab suci Weda
sebagai pegangan dan dasar hidup serta kehidupannya meyakini bahwa Ida Sang
Hyang Widhi Wasa yang Maha Suci telah menurunkan ajaran Weda melalui Para Maha
Rsi, dan mengajarkannya kepada umat manusia melalui berbagai cara dan
menyesuaikannya dengan tempat, waktu serta keadaan yang berlaku pada masa itu.
Dalam ajaran Hindu, agama dan budaya
(adat-istiadat) yang berlaku pada suatu daerah terjalin hubungan yang erat dan
saling mempengaruhi. Sepanjang prinsip ajaran Hindu itu tidak berobah dan
bertentangan, maka budaya agama yang berkembang dapat dipergunakan sebagai
sarana untuk menyampaikan ajaran suci Weda kepada umat manusia.
Dalam pandangan Hindu, budaya daerah
yang nilainya positif, yang mendukung kearah terciptanya ketentraman dan
kedamaian didalam hidup akan dirangkul dan bukan dianggap sebagai suatu ancaman
atau musuh yang harus dimusnahkan dan dicurigai. Dengan dimikan agama dan budaya
(adat-istiadat) dapat hidup saling berdampingan, saling mengisi seperti apa
yang diharapkan dan diprogramkan oleh pemerintah untuk tetap utuh dan
bersatunya bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta.
Daftar Pustaka:
Ayad Rohaidi, Lokal Genius, Jakarta,
1986
Bujur Sitepu, Cs, Pilar-Pilar Budaya
Karo, 1996
DR. I Made Titib, Teologi dan
Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu, Surabaya, 2003
DR. I Made Titib, Weda Sabda Suci
Pedoman Praktis Kehidupan
G. Pudja, SH, MA & Tjokord Rai Sudharta,
MA, Manawadharma Sastra (Weda Smerti), Jakarta, 1995
G. Pudja, SH. MA, Reg Weda, Jakarta,
1985
PS. Heri Susanto, Mitos Menurut
Pemikiran Mercia Eliade.