Senin, 25 November 2013

Tugas Semester V Teologi Pagi Denpasar



Tugas Teologi Buddha Semester V Jurusan Teologi Hindu kelas Pagi Denpasar
Perintah:
1.Kerjakan dalam bentuk Paper:
                                             I.            Pendahuluan,
                                           II.            Rumusan masalah
                                        III.            Pembahasan
                                        IV.            Daftar pustaka
2.maksimum 3  halaman

3. Semua hasil dikirim di Blog ini dengan mencantumkan nama serta nomor urut absen dan NIM serta judul tugasnya.
4. Jawaban dikirim dibawah kolom Tugas ini.

Judul Tugas: Ambil sesuai nmor urut Absenya!


1.      Inti Ajaran Buddha

2.      Nibbana Jalan menuju lenyapnya Paticcasamuppada

3.      Faktor Paticcasamuppada

4.      Jalan Mulia Berunsur Delapan menurut Buddha

5.      Kebenaran Mulia tentang Lenyapnya Penderitaan menurut Ajaran Buddha

6.      Panca Khandha (Lima Kelompok Kehidupan)

7.      Jenis-jenis Kamma menurut ajaran Buddha

8.      Perjanjian Menjadi Penganut Ajaran Buddha

9.      Puncak dan Penyelesaian Sengsara

10.  Empat Kebenaran Mulia

11.  Kelahiran Manusia Menurut Ajaran Buddha

12.  Sramana dalam Jinagama

13.  Pandangan Sramana dalam Ajaran Buddha

14.  Pengaruh Pemikiran Sramana

15.  Mistik dalam ajaran Buddha

16.  Tipitaka : - Digha Nikaya Ajaran Suci Buddha

17.  Tuhan dan Sang Buddha Gautama

18.  12 Akar Penderitaan yang harus dilenyapkan menurut ajaran Buddha

19.  Tantrayana Buddha

20.  Vajrayana Buddha

21.  Hinayana Buddha

22.  Mantrayana Buddha

23.  Dewa dalam Ajaran Buddha

24.  Roh dalam Ajaran Buddha

25.  Buddha Wairocana

26.  Sembilan Alam Buddha

27.  Delapan Alam Boddhisatwa

28.  Konsep Brahmana Menurut Ajaran Buddha

29.  Meditasi Menurut Pandangan Buddha

30.  Tujuan Manusia Hidup menurut Ajaran Buddha

31.  Perkawinan yang benar menurut Ajaran Buddha

32.  Kosmologi dalam Buddha

33.  Berakhirnya Dunia/Kiamat menurut Ajaran Buddha

34.  Jalan Pembebasan Menurut Buddhis

35.  Reinkarnasi Menurut Buddha


36 komentar:

  1. masukkan semua tugas masing-masing pada kolom Comment ini ya, selamat mengerjakan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama : Ni Luh Ida Jayanti
      NIM : 11.1.4.5.1.33
      21 HINAYANA BUDDHA
      I PENDAHULUAN
      Agama Buddha merupakan sebuah agama dan filsafat yang berasal dari anak benua India dan meliputi beragam tradisi kepercayaan, dan praktik yang sebagian besar berdasarkan pada ajaran yang dikaitkan dengan Siddhartha Gautama, yang secara umum dikenal sebagai Sang Buddha. Beliau dikenal oleh para umat Buddha sebagai seorang guru yang telah sadar atau tercerahkan yang membagikan wawasan-Nya untuk membantu makhluk hidup mengakhiri ketidaktahuan/kebodohan, kehausan/napsu rendah, dan penderitaan, dengan menyadari sebab itu saling bergantungan sunyatam dan mencapai Nirvana. Dan seperti yang kita ketahui, berkenaan dengan masalah agama, Buddhisme dibagi menjadi dua aliran besar, yaitu Hinayana dan Mahayana. Dan dalam makalah ini secara khusus akan dibahas mengenai aliran Hinayana Buddha.
      II RUMUSAN MASALAH
      1.Pengertian Hinayana Buddha
      2.Konsep Ajaran Hinayana Buddha
      III PEMBAHASAN
      2.1 Pengertian Hinayana Buddha
      Kata Hinayana berasal dari bahasa pali yang terdiri dari dua suku kata yaitu Hina (kecil) dan yana (kendaraan). Jadi Hinayana ini berarti kendaraan kecil karena hanya bertujuan untuk menjadi Arahat maupun Paccekabuddha. Istilah Hinayana berarti kendaraan kecil, yang menunjukkan jumlah pengikut agama Buddha yang lebih sedikit dibandingkan aliran Mahayana (kendaraan besar). Aliran Hinayana disebut juga aliran Theravada. Hinayana merupakan aliran agama Buddha yang menekankan kemurnian dan keotentikkan ajaran agama Buddha sesuai dengan yang diajarkan Buddha Siddharta Gautama. Tidak seperti Mahayana yang menggunakan bahasa Sanskerta, Hinayana menggunakan bahasa Pali dalam peribadatan dan teks Tripitaka.
      2.2 Konsep Ajaran Hinayana Buddha
      Ajaran Hinayana, dapat dijadikan contoh suatu agama tanpa Tuhan. Tempat Tuhan digantikan oleh hukum moral universal dari karma atau dharma, yang mengatur alam semesta sedemikian rupa sehingga tak ada buah kegiatan yang hilang dan setiap individu memperoleh pikiran, badan dan tempat dalam kehidupan yang ia patut dapatkan oleh perbuatan masa lalunya. Kehidupan dan ajaran Buddha melengkapi gagasan dan juga janji atau kemungkinan dari setiap pribadi yang terbelenggu untuk mencapai pembebasan. Tetapi dengan kepercayaan yang teguh pada daya pencapaiannya dan keyakinan pada hukum moral yang menjamin pemeliharaan dari setiap bagian kemajuan yang dilakukan, kaum Hinayana berharap untuk mencapai pembebasan dalam kehidupan ini atau kehidupan berikutnya dengan mengikuti jalan mulia Buddhaa. Ajaran Hinayana merupakan agama membantu diri sendiri. (Mawisnara, I Wayan:1999:111)
      Aliran Hinayana membawa ajaran-ajaran asli dari Buddha Gautama. Aliran ini tidak menekankan pada upacara atau ritual-ritual keagamaan, tetapi lebih kepada meditasi. Aliran ini tidak menampung banyak orang untuk memperoleh kebahagiaan nirvana, karena prinsip pandangannya adalah bahwa setiap orang bergantung pada usahanya sendiri dalam mencapai kebahagiaan abadi, tanpa adanya penolong baik dari para dewa ataupun manusia Buddha. Dalam ajaran pokok Hinayana mewujudkan suatu perkembangan yang logis dari dasar-dasar yang terdapat dalam kitab kanonik. Jika ajaran itu dikstisarkan secara umum, dapat dirumuskan sedemikian:
      a. Segala sesuatu bersifat fana serta berada hanya untuk sesaat saja.
      b. Dharma-dharma itu adalah kenyataan atau tealitas yang kecil dan pendek, yang berkelompok sebagai sebab akibat.
      c. Tujuan hidup ialah mencapai Nirwana, tempat kesadaran ditiadakan.
      d. Cita-cita yang tertinggi adalah menjadi arhat, yaitu orang yang sudah henti keinginannya, setidaknya, ketidaktahuannya, dan sebagainya.
      IV DAFTAR PUSTAKA

      http://ridwanzein.blogspot.com/2013/06/hinayana-dan-mahayana.html
      Mawisnara,I Wayan. 1999. Sistem Filsafat Hindu. Surabaya:Paramita

      Hapus
  2. FAKTOR-FAKTOR PATICCA SAMUPADDA





    Nama : I Wayan Bagus Citra Wedhana
    NIM : 11.1.4.5.1.09



    JURUSAN TEOLOGI
    FAKULTAS BRAHMA WIDYA
    INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
    DENPASAR
    2014




    BAB I
    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang
    Buddha telah menjadi salah satu agama di Indonesia. Agama Buddha yang berkembang sekarang adalah ajaran pencerahan yang didapatkan melalui perenungan mendalam Sidharta Gautama. Sidharta mendapatkan pencerahannya ketika memberanikan diri keluar dari kerajaan untuk melihat kehidupan luar, dari sebab itulah akhirnya beliau melihat orang tua, orang sakit, orang meninggal serta seorang petapa. Oleh karenanya sidharta ingin mencari jalan keluar untuk mengatasi permasalahan itu. sampai akhirnya beliau mengalami pencerahan. Butir-butir pencerahan-Nya dituangkan dalam bentuk tiga keranjang (Tri Pitaka), dimana salah satu bahasan didalamnya menjelaskan mengenai sebab musabab yang saling bergantungan yang kerap disebut dengan Pattica samuppada.

    2.2 Rumusan Masalah :
    2.2.1 Bagaimanakah pengertian Paticca samuppada beserta faktor-faktor penyebabnya?

    BAB II
    PEMBAHASAN

    2.1 Pengertian Paticca samuppada beserta factor-faktornya
    Paticca samuppada terdiri dari dua akar kata yaitu “paticca” yang artinya “disyaratkan” Jadi secara etimologi kata Paticca samuppada artinya muncul bersamaan karena syarat berantai. Paticca samupada ini berkaitan dengan sebab munculnya penderitaan, dalam agama Buddha penderitaan disebabkan oleh kelahiran dan kematian. Ketika tidak ada lagi kelahiran dan kematian maka disanalah manusia mendapatkan kebahagiaan yang sejati (nirvana). Konsep ajaran ini dijelaskan oleh Buddha kepada para bhikkhu di savati dengan tujuan para bhikkhu mampu mengatasi penderitaan, karena dengan memahami sebab-sebab penderitaan yang saling berkait untuk mewujud, manusia mampu untuk melenyapkan penderitaan. Adapun faktor-faktor dari Paticca samuppada adalah sebagai berikut :
    • Avijja Paccaya Sankharang
    Dengan adanya Avijja (ketidaktahuan/kebodohan), maka muncullah Sankhara (bentuk-bentuk perbuatan/karma).
    • Sankhara Paccaya Vinnanang
    Dengan adanya Sankhara (bentuk-bentuk perbuatan/karma), maka muncullah Vinnana (Kesadaran).
    • Vinnana Paccaya Nama-Rupang
    Dengan adanya Vinnana (kesadaran), maka muncullah Nama-Rupa (batin dan jasmani).
    • Nama-Rupa Paccaya Salayatanang
    Dengan adanya Nama-Rupang (batin dan jasmani), maka muncullah Salayatana (enam indera).
    • Salayatana Paccaya Phassa
    Dengan adanya Salayatana (enam indera), maka muncullah Phassa (kesan-kesan).
    • Phassa Paccaya Vedana
    Dengan adanya Passa (kesan-kesan), maka muncullah Vedana (perasaan).
    • Vedana Paccaya Tanha
    Dengan adanya Vedana (perasaan), maka muncullah Tanha (keinginan/kehausan).
    • Tanha Paccaya Upadanang
    Dengan adanya Tanha (keinginan/kehausan), maka muncullah Upadana (kemelekatan).
    • Upadana Paccaya Bhavo
    Dengan adanya Upadana (kemelekatan), maka muncullah Bhava (proses tumimbal lahir).
    • Bhava Paccaya Jati
    Dengan adanya Bhava (proses tumimbal lahir), maka muncullah Jati (kelahiran kembali).
    • Jati Paccaya Jaramaranang
    Dengan adanya Jati ( kelahiran kembali), maka muncullah Jaramaranag (kelapukan, kematian, keluh-kesah, sakit, dan sebagainya).
    • Jaramaranang
    Kelapukan, kematian, keluh-kesah, sakit, dan sebagainya merupakan akibat dari adanya kelahiran kembali.
    Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa asal mula dari semua penderitaan adalah kebodohan (avijja) dari kebodohan atau ketidaktahuan ini muncul karma secara bertahap muncul kesadaran, batin dan jasmani, enam indera, kesan-kesan, dan kemudian timbullah perasaan yang menyebabkan manusia ingin untuk memiliki ini dan itu. ketika manusia sudah “memiliki” maka disana muncul kemelekatan yang menyebabkan penderitaan dan kelahiran kembali yang berujung pada penderitaan. Tidak hanya sampai disana, factor-faktor tersebut akan terus berputar sampai akhirnya manusia sadar dan mampu mengatasinya.

    DAFTAR PUSTAKA
    Dharma, K.Widya. 2012. DHARMA AJARAN MULIA SANG BUDDHA, DHARMA – THE SACRED TEACHING OF BUDDHA. Jakarta : Majelis Agama Buddha Teravada Indonesia.

    BalasHapus
  3. Nama: Ni Nengah Puji Widiani
    NIM : 11.1.4.5.1.60
    Bab I
    Pendahuluan
    1.1 Latar Belakang
    Pengenalan Singkat mengenai ajaran Agama Buddha yaitu Agama Buddha berasal dari India bagian utara diajarkan oleh Buddha Sakyamuni. Beliau juga dikenal dengan sebutan Buddha Gautama, Bhagava, Tathagata, Sugata, dan sebagainya. Pada masa kecilnya beliau adalah seorang pangeran, bernama Siddharta. Pangeran Siddharta dilahirkan pada tahun 623 sebelum Masehi, jadi skeitar 2600 tahun yang lalu.
    Di dalam ajaran Agama Buddha, mereka mengenal mengenai Nirvana atau Nirbana yang mana itulah tujuan akhir bagi umat Buddha yang berarti kekosongan. Pada Paper ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai Jalan Pembebasan menurut pandangan Agama Buddha.

    1.2 Rumusan Masalah
    adapun rumusan masalah yang di dapatkan yaitu :
    1.2.2. Bagaimana Penjelasan mengenai jalan Pembebasan Buddhism ?

    Bab II
    Pembahasan

    2.1 Jalan Pembebasan menurut Agama Buddha
    Jalan Pembebasan juga dikenal sebagai “adibiasa” atau “adiduniawi” (lokuttara) menuju pembebasan. Jalan tersebut bertujuan untuk membimbing sang praktisi menuju tataran pembebasan yang berada di luar jangkauan semua alam kehidupan terkondisi, menuju kebahagiaan mendalam Nibbana itu juga, yang tanpa sedih dan noda, yang dicapai Buddha sendiri pada malam Pencerahan-Nya.
    Dalam teks VII, 1(3) terdapat sutta-sutta pilihan dari “Ajaran Sinambang Mengenai Jalan” (Maggasamyutta). Sutta-sutta ini menyatakan bahwa tujuan dari menjalani kehidupan suci di bawah bimbingan Buddha adalah ‘hilangnya nafsu,….. Nibbana akhir tanpa kelekatan’, dengan Jalan Mulia Berfaktor Delapan yang menjadi cara untuk mencapai masing masing tujuan ini. Dalam khotbah pertama Buddha, Beliau menyebutkan jalan Berfaktor Delapan tersebut sebagai cara mencapai berhentinya penderitaan.
    Kedelapan Faktor tersebut umumnya dibagi menajdi tiga kelompok sebagai berikut:
    1. Kelompok disiplin moral (Silakhandha) yang terdiri dari Perkataan Benar, Perbuatan Benar, dan Penhidupan yang Benar.
    2. Kelompok Semadi (Samadhikhandha) yang terdiri dari Pengupayaan Benar, Penyadaran Benar, dan Pemusatan Benar.
    3. Kelompok Kebijaksanaan ( Pannakhandha) yang terdiri dari Pandangan Benar, dan Perniatan Benar.
    Dijelaskan pula dalam Bab VII ini mengenai uraian Jalan Berfaktor Delapan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya Jalan Berfaktor Delapan ini dibedakan menjadi delapan bagian yaitu :
    1. Pandangan Benar yaitu pengetahuan mengenai penderitaan.
    2. Perniatan Benar yaitu niat untuk meninggalkan duniawidan bertindak baik.
    3. Perkataan Benar yaitu menjauhkan diri dari berkata bohong.
    4. Perbuatan Benar yaitu menjauhkan diri dari memusnahkan hidup.
    5. Penghidupan Benar yaitu disini seorang siswa suci, setelah meninggalkan jalan pencaharian yang salah.
    6. Pengupayaan Benar yaitu seorang Bhiku hendaknya melancarkan upaya, membangkitkan semnagat.
    7. Penyadaran Benar yaitu ia berdiam mengamati perasaan dalam kesadaran murni.
    8. Pemusatan Benar yaitu dengan menyunyikan diri dari kesenangan indrawi, menyunyikan diri dari hal-hal buruk, seorang Bhikkhu memasuki dan berdiam dalam Jhana pertama yang disertai oleh penggerakan dan pencengkeraman kesadaran dan Jhana seterusnya.
    Selain itu di dalam bab VII pada Jalan Pembebasan ini dijelaskan mengenai pentingnya seorang Bhikkhu memiliki seorang sahabat yang baik, seorang teman yang baik, seorang kawan yang baik, bisa diharapkan bahwa ia akan mengembangkan dan menyempurnakan Jalan Mulia Berfaktor Delapan.

    Daftar Pustaka

    Amstrong, Karen. 2005. Buddha. PT Bentang Pustaka.Yogyakarta
    Bodhi,Bhikkhu.2010. Tipitaka Tematik. Ehipassiko Collection. Indonesia.

    BalasHapus
  4. Nama : Yunitha Asri Diantary Ni Made

    Nim : 11.1.4.5.1.58

    32. KOSMOLOGI DALAM BUDA

    1.PENDAHULUAN

    Manusia sebagai salah satu ciptaan Tuhan yang paling sempurna, selalu memiliki suatu hasrat keingintahuan akan sesuatu yang ada di dekatnya. Kondisi alam merupakan hal yang paling dekat dengan kehidupan manusia. Kondisi alam ini lah yang selalu mendampingi manusia dan akan selalu diamati oleh manusia, dimana ketika manusia melihat ke atas langit, kita para manusia mulai bertanya mengenai segala hal tentang alam semesta tersebut. Rasa ingin tahu yang mengarah pada pertanyaan-pertanyaan ini lah yang menimbulkan apa yang disebut bidang ilmu kosmologi.Kosmologi dalam buddhis merupakan penjelasan atas struktur dan keadaan alam semesta berdasarkan sutta/sutra (kotbah sang Buddha).

    2. RUMUSAN MASALAH

    1. Bagaimana siklus alam semesta dalam Buddha?

    2. Bagaimana hakikat alam semesta dalam Buddha ?

    3. PEMBAHASAN

    3.1 Siklus Alam SemestaDalam Buddha

    Siklus alam semesta dibagi menjadi empat periode yang disebut asankheyya kappa (masa tak terhitung),yaitu:

    Periode kehancuran (samvatta-kappa)

    Periode berlangsungnya kehancuran (samvattatthayi-kappa)

    Periode pembentukan (vivatta-kappa)

    Periode berlangsungnya pembentukkan (vivattatthayi-kappa)

    Dalam Anguttara Nikaya IV:156 yang menyiratkan bahwa panjang masing-masing periode tersebut tak terhitung lamanya, periode-periode ini dari siklus pertama yaitu peride kehancuran hingga periode berlangsungnya pembentukan disebabkan oleh unsur api,air atau pun angin.

    3.2Hakikat Alam Dalam Buddha

    Mengenai hakikat dunia, ada empat aliran dalam buddhisme:

    Vaibhashika

    Aliran ini lebih dikenal sebagai pandangan realisme majemuk, aliran vaibhashika yang erat berkaitan dengan Buddhisme purba (Theravada) berpendapat bahwa proses kegiatan pembentukan dunia “(realitas lahir) terdiri dari unsur-unsur tak terbatas serya kekuatan-kekuatan penggerak yang terus-menerus mendorong terjadinya gerak. Unsurunsur ini merupakan daya-daya hakiki dalam jagad raya dan sebagai penanggung jawab segala apa yang ada.

    Sautrantika

    Aliran ini berpendapat hampir sama dengan aliran vaibhashika, namun menolak pandangan bahwa unsure-unsur hakiki dari pengalaman biasa itulah yang membangun unsure-unsur hakiki semua hal yang ada.

    Madhyamika

    Pandangan ini berpendapat bahwa semua unsure dunia itu “ketiaadaan” dari realitas akhir, karena itu tidak ada sesuatu tanpa ketiadaan, tak ada eksistensi mandiri dalam atau diri sendiri. semua eksistensi bergantung satu sama lain.

    Yogacara

    Yogacara berpendapat apa saja yang ada bersifat relative terhadap kesadaran. Kesadaran diberi posisi sebagai realitas hakiki dan mutlak dari semua yang ada.

    DAFTAR PUSTAKA

    http;//sukhawardana.blogspot.com/2012/10/kosmologi-dalam-agama-buddha.html.

    Sutrisno,Mudji.1993.Buddhisme Pengaruhnya Dalam Abad Modern. Yogyakarta : Kanisius

    BalasHapus
  5. NAMA : Gusti Ayu Putu Yuni Pebi Yanti
    NIM : 11.1.4.5.1.23
    12 : SRAMANA DALAM JINAGAMA
    I. PENDAHULUAN
    Buddha adalah sebuah agama dan filsafat yang berasal dari anak benua India dan meliputi beragam tradisi kepercayaan serta praktik yang sebagian besar berdasarkan pada ajaran Siddhartha Gautama. Tujuan akhir agama Buddha adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dan tidak terjadinya proses tumimbal. Tidak ada yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai sehingga di dalam Buddha dikenal konsep ajaran yang mampu menghantarkan seseorang mencapai alam Nibbana yaitu jinagama dengan mengambil fase kehidupan yang disebut dengan sramana. Dalam hal ini akan dibahas tentang Sramana dalam Jinagama.
    II. RUMUSAN MASALAH
    2.1. Apakah pengertian Sramana?
    2.2. Apakah pengertian Jinagama?
    2.3. Bagaimanakah Sramana dalam Jinagama?
    III. PEMBAHASAN
    3.1. Pengertian Sramana
    Samana dalam bahasa Pali atau Sramana dalam bahasa Sansekerta berasal dari akar kata “sram” yang berarti mengerahkan usaha, tenaga kerja atau melakukan penghematan. Dengan demikian sramana dapat diartikan sebuah sebutan bagi orang yang berusaha keras dan tekun yang tidak terikat akan belenggu materi. Dalam konteks ini biasanya dipraktekan bagi mereka yang ingin menuju kearah pencerahan. Sramana mengadopsi jalan lain untuk mencapai suatu pembebasan diluar ritual yang identik dengan kaum Brahmana. Kaum sramana memegang pandangan samsara sebagai suatu hal yang penuh dengan penderitaan maka kaum sramana berlatih ahimsa agar karma mampu memupuk karma baik.
    3.2. Pengertian Jinagama
    Jinagama merupakan sebuah konsep ajaran yang menjelaskan bahwa perjalanan ke arah moksa bisa terjadi. Penganut Jinagama percaya bahwa selama ada peluang bagi ikatan karma terjadi, maka moksa itu akan terganggu sehingga penganut jinagama lebih cenderung untuk tidak banyak beraktivitas dan sekalipun beraktivitas akan berusaha mengarah kearah ahimsa.
    3.3. Sramana dalam Jinagama
    Para Biarawan Jinagama biasanya dipanggil juga sebagai Sramana. Sramana dalam Jinagama mempunyai konsep bahwa disaat kapan seseorang mulai bisa melepaskan karma yang dipandang sebagai manik-manik kebendaan yang melekat pada jiwa dan menyebabkan jiwa terhalang daripada sarwa pengetahuan maka disaat itulah seseorang tersebut akan mengalami kelepasan. Tidak terikat dengan unsur materi maupun kebendaan lainnya, melepaskan perasaan senang maupun sedih dan menjadikan semua hal yang dihadapi adalah sama tanpa perlu mempengaruhi kestabilan emosi maupun tubuhnya.
    IV. DAFTRA PUSTAKA
    http://en.wikipedia.org/wiki/Shramana diakses 6 Desember 2013 05:30.
    http://sanskartamelayu.blogspot.com/2013/11/siddha-dalam-jinagama.html
    diakses 6 Desember 2013 05:30.
    http://sanskartamelayu.blogspot.com/2013/06/sramana-dalam-jinagama.html diaksess 6 Desember 2013 05:30.

    http://sanskartamelayu.blogspot.com/2013/06/pergerakan-sramana.html dakses pada tanggal 6 Desember 2013 05:30.
    http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Buddha diakses pada tgl 27 Desember 2013 03:14.


    BalasHapus
  6. NAMA : NI LUH PUTU RISKA PRASTIKA DEWI
    N.I.M : 11.1.4.5.1.27
    16. Tipitaka : - Digha Nikaya Ajaran Suci Buddha

    I PENDAHULUAN
    Agama Buddha adalah sebuah agama dan filsafat yang berasal dari India dan meliputi beragam tradisi kepercayaan, dan praktik yang sebagian besar berdasarkan pada ajaran yang dikaitkan dengan Siddhartha Gautama (Sang Buddha). Beliau dikenal oleh para umat Buddha sebagai seorang guru yang tercerahkan yang membagikan wawasan-Nya untuk membantu makhluk hidup mengakhiri ketidaktahuan, hawa nafsu, dan penderitaan, ajarannya dijelaska panjang lebar dalam khotbah beliau yang dihimpun dalam kitab digha nikaya.

    II RUMUSAN MASALAH
    1. Apa Itu Digha Nikaya dan Bagaimanakah Pembagian Serta Penjelasannya?
    III PEMBAHASAN
    Digha nikaya merupakan Kumpulan Khotbah Panjang sang budha, bagian pertama dari Sutta Piṭaka, dan terdiri dari tiga-puluh-empat sutta, dikelompokkan menjadi tiga vagga terdiri dari :
    A. SILAKANDAVANGGA yitu Brahmajala Sutta (kebijaksaan), Samannaphala Sutta (keuntungan menjadi seorang bhikkhu), Ambattha Sutta (sifat Brahmana sejati), Kutadanta Sutta (ketidaksetujuan terhadap penyembelihan binatang untuk sajian), Mahali Sutta (mengenai penglihatan gaib), Jaliya Sutta (diskusi persamaan jiwa dengan jasmani), Mahasihanada Sutta (tidak bermanfaatnya menyiksa diri), Potthapada Sutta (Perbincangan mengenai jiwa), Subha Sutta (Pelajaran tentang cara melatih diri), Kevaddha Sutta (kegaiban dari ajaran budha), Lohicca Sutta (kewajiban seorang guru untuk memberi bimbingan), Tevijja Sutta (Tentang ketidakbenaran pelajaran ketiga Veda untuk menjadi anggota kelompok dewa-dewa Brahma)
    B. MAHAVAGGA yaitu Mahapadana Sutta (mengenai kasta, khotbah kedua mengenai Buddha Vipassi dari saat meninggalkan surga Tusita hingga saat permulaan memberi pelajaran), Mahanidana Sutta (Mengenai rantai sebab musabab dan teori-teori tentang jiwa), Maha Parinibbana Sutta (tentang hari terakhir dan kemangkatan Sang Buddha), Mahasudassana Sutta (Cerita tentang kehidupan lampau Sang Buddha), Janavasabha Sutta (Sambungan khotbah kepada rakyat Nadika), Mahagovinda Sutta (Pancasikha pemusik dari surga menghadap Sang Buddha dan menceritakan kunjungannya ke surga di mana ia bertemu dengan Brahma Sanamkumara yang mengisahkan cerita Mahagovinda), Sakkapanha Sutta (tentang kesunyataan bahwa segala sesuatu yang timbul akan berakhir dengan kemusnahan (Bhikhu Bodhi, 2010:29)), Mahasatipatthana Sutta (Khotbah mengenai empat macam meditasi), Payasi Sutta (Kumarakassapa menyadarkan Payasi dari pandangan keliru bahwa tiada kehidupan selanjutnya atau akibat dari perbuatan).
    1. PATIKAVAGGA yaitu Patika Sutta (asal mula benda-benda), Udumbarika-Sihanada Sutta (mengenai dua macam cara bertapa), Cakkavati-Sihanada Sutta ( Cerita tentang raja dunia dengan berbagai tingkat penyelewengan moral dan pemulihannya), Agganna Sutta (Perbincangan mengenai kasta dengan penjelasan mengenai asal mula benda-benda), Sampasadaniya Sutta, Pasadika Sutta (Berita kematian Nataputta (pemimpin Jaina) dan Sang Buddha berkhotbah mengenai guru yang sempurna dan guru yang tidak sempurna), Lakkhana Sutta (Penjelasan mengenai tiga puluh dua tanda Orang besar), Sigalaka Sutta (mengenai kewajiban seorang umat), Atanatiya Sutta (mantera untuk perlindungan dari roh jahat), Sangiti Sutta, Dasuttara Sutta
    IV DAFTAR PUSTAKA
    Bodhi, bikkhu. 2010. Tipitaka tematik. Ehipassiko Foundation: Jakarta
    http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Buddha diakses 15 januari 2014 05:30.

    BalasHapus
  7. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  8. NAMA : NI KETUT SANTI
    NO. ABSEN : 8 (DELAPAN)
    NIM : 11.1.4.5.1.18
    JUDUL : Perjanjian Menjadi Penganut Ajaran Buddha

    I. PENDAHULUAN
    Agama Buddha berasal dari India, tepatnya Nepal sejak abad ke-6 SM dan tetap bertahan hingga sekarang. Agama Buddha berkembang cukup baik di daerah Asia dan telah menjadi agama mayoritas di beberapa negara, seperti Taiwan, Thailand, Myanmar dan lainnya.. Buddhisme yang menyebar di nusantara pada awalnya adalah sebuah keyakinan intelektual, dan hanya sedikit berkaitan dengan supranatural. Dalam banyak hal, Buddhisme adalah sangat individualistis, yaitu semua individu, baik pria maupun wanita bertanggung jawab untuk spiritualitas mereka sendiri. Siapapun bisa bermeditasi sendirian; candi tidak diperlukan, dan tidak ada pendeta yang diperlukan untuk bertindak sebagai perantara. Buddha tidak pernah mencari penganut, seperti halnya agama – agama misionaris. Namun demikian tetaplah ada aturan / perjanjian untuk seseorang menjadi penganut Buddha.
    II. RUMUSAN MASALAH
    1. Bagaimanakah perjanjian menjadi penganut ajaran Buddha?

    III. PEMBAHASAN
    1. Perjanjian Menjadi Penganut Ajaran Buddha
    Seseorang dikatakan menjadi penganut Buddha apabila Ia berlindung kepada Tiga Permata (Triratna), yang bagian – bagiannya adalah sebagai berikut :
    a. Ia berlindung kepada Buddha
    Berlindung kepada Buddha, berarti mengangkat Buddha sebagai guru yang tertinggi, dan menyerahkan hidup kita kepada Buddha. Kita mempercayai Buddha sebagai dokter, kita adalah orang sakit, Buddha dapat mendiagnosa penyakit kita dan memberi cara-cara penyembuhan. Kita menganggap Buddha sebagai penunjuk jalan, orang yang pernah pergi dan kembali dari tempat tujuan. Kita melihat Buddha sebagai teladan bahwa kita pun bisa menjadi seperti Dia, mencapai nibbana. Secara implisit, "Aku berlindung pada Buddha" artinya "Aku pergi menuju keBuddhaan" Disini dapat diartikan seseorang berlindung pada bakal Buddha dalam dirinya sendiri.
    b. Ia berlindung kepada Dhamma
    Dhamma adalah perlindungan yang sesungguhnya. Dhamma adalah ajaran Buddha, yg jika dipraktekkan akan membawa menuju pembebasan, nibbana, kebahagiaan.
    Kita menganggap Dhamma sebagai obat yg diberikan dokter, sebagai peta penunjuk jalan, dan sebagai rakit untuk menyebrang. Dhamma disini juga dapat diartikan sebagai hasil pencapaian praktek spiritual.
    c. Ia berlindung kepada Sangha
    Sangha adalah pembimbing. Komunitas bagi kita dalam perjalanan spiritual. Teman yg lebih berpengalaman dalam perjalanan. Suster yg membantu dokter dalam merawat. Penjaga Dhamma. Sangha secara umum berarti komunitas para makhluk yang mempraktekkan Dhamma. Mereka terdiri dari makhluk biasa, Biksu/Biksuni/ Para Arya/ dan Bodhisattva.
    Sejak zaman Buddha Gautama masih hidup sampai sekarang, seseorang resmi menjadi Buddhis setelah mengucapkan 3 kalimat :
    a) Aku berlindung pada Buddha
    b) Aku berlindung pada Dhamma
    c) Aku berlindung pada Sangha
    Atau kata-kata yang artinya sama, yg berbeda sesuai tradisi. Tetapi intinya sama, mengambil perlindungan pada Triratna. Apakah hal ini dilakukan melalui upacara resmi (visudhi), atau dilakukan di depan altar di tempat sepi, sama saja. Yang penting adalah pikiran orang tersebut yg menyadari bahwa dia mengambil perlindungan dengan pandangan terhadap Triratna yg tepat seperti sudah dijelaskan sebelumnya.
    Setelahnya, seorang Buddhis wajib mengambil minimal 1, dari 5 sila. Biasanya Buddhis mengambil semuanya. Pancasila Buddhis adalah :
    1. latihan tidak membunuh
    2. latihan tidak mencuri
    3. latihan tidak melakukan perbuatan asusila
    4. latihan tidak berbohong
    5. latihan tidak mengkonsumsi benda yang membuat ketagihan

    IV. Daftar Pustaka
    http://id.wikipedia.org/wiki/Akhir_zaman
    http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Buddha_di_Indonesia
    http://defendingbuddhism.blogspot.com/2008/12/syarat-menjadi-buddhis.html

    BalasHapus
  9. Nama : I Made Dananjaya Wibawa
    NIM : 11.1.4.5.1.26
    No. 15. MISTIK DALAM AJARAN BUDDHA

    I. PENDAHULUAN
    Agama Buddha adalah sebuah agama dan filsafat yang berkembang pesat di benua Asia, dalam perkembangannya ada beberapa aliran dalam agama Buddha, yaitu: Theravada/Hinayana (eksoterik) dan Mahayana (esoterik). Diantara eksoteris dan esoteris sangat jelas perbedaannya, dimana Buddha eksoterik ajarannya lebih bersifat umum, terbuka, pragmatis, sederhana, mudah dipahami dan mudah dijalani oleh para penganutnya, lebih-lebih kaum awam, sedangkan Buddha yang esoterik ajarannya lebih sulit untuk dipahami karena untuk memahaminya perlu perenungan dan kontemplasi, sebagai aliran rahasia yang mengandung kegaiban (mistis). Selanjutnya dalam perkembangannya ajaran Mahayana berkembang menjadi Tantrayana, Mantrayana, dan Vajrayana. Tantrayana disebut sebagai aspek esoterik dari Buddhism, (Vajrayana).

    II. RUMUSAN MASALAH
    2.1. Apa yang dimaksud Buddha Tantrayana atau Vajrayana?
    2.2. Bagaimana mistik dalam ajaran Buddha?

    III. PEMBAHASAN
    3.1. Buddha Tantrayana atau Vajrayana
    Tantrayana merupakan ajaran yang berkembang dari Mahayana, juga sering dikenal dengan nama jalan Boddhisattva. Mazhab ini merupakan perpaduan puja bhakti dengan praktek meditasi yogacara serta metafisika Madhyamika. Secara Etimologi, istilah "Wajrayana" berasal dari kata vajra yang dalam bahasa sanskerta bermakna 'halilintar' atau 'intan'. Wajra melambangkan intan sebagai unsur terkeras di Bumi, maka istilah Wajrayana dapat bermakna "Kendaraan yang tak dapat rusak". Sedangkan penggunaan kata "Tantra" sendiri memiliki arti merajut atau menenun, ini merupakan sebuah istilah yang mengarah pada gabungan kondisi pikiran, ucapan, tindakan yang bersifat rahasia dan memiliki tujuan untuk berusaha memahami sifat sejati "seseorang".
    Aliran agama Buddha Tantrayana ini menekankan pada hal akhir tentang "keselamatan tertinggi / Nibbana" yang dapat dicapai melalui berbagai macam metode meditasi dan visualisasi (segi pikiran), mantra (segi ucapan) serta pembentukan mudra (segi jasmani) hasil observasi dan analisa yang mendalam dari para Guru Akar, dimana hal-hal tersebut harus dilakukan secara harmonis oleh seorang sadhaka dengan cara berusaha memahami sifat jati diri ke-Tuhan-an yang absolut dan pemanfaatan kekuatan alam semesta lewat bimbingan seorang guru spiritual Tantrayana yang ahli.
    3.2. Mistik dalam Ajaran Buddha
    Dari pejelasan di atas menjelaskan bahwa mistik yang ada dalam ajaran Buddha terdapat pada aliran yang esoterik (Tantrayana). Dalam tantra lebih menekankan pada praktek lansung dari teori-teori agama yaitu penyesuaian dan harmonis dengan kosmos dan pencapaian penerangan dengan mantra atau metode gaib (mudra, dharani, dharana, yogacara dan mandala). Jalan Tantra berusaha untuk mengubah nafsu manusia, dasar keinginan dan kemalasan dalam pertumbuhan rohani. Praktek Tantra mendesak kehidupan sebagai suci energi kekuatan, yang dimurnikan dan berubah menjadi kekuatan sehat dan sehat menghubungkan individu dengan kesadaran spiritual yang lebih tinggi. Jadi, ajaran mistik yang dimaksud adalah berbagai hal atau ajaran mengenai kekuatan kosmis dalam diri (yang bersifat metafisik) atau olah bhatin dan dikorelasikan dengan kekuatan yang ada pada alam semesta dalam simbolisme-simbolisme yang berkaitan satu dengan lainnya, sehingga dapat menciptakan suatu keharmonisan dan kedamaian dalam hidup/diri karena pada hakekatnya antara tubuh manusia dan alam semesta adalah sama. Sehingga dengan tumbuhnya kekuatan mistik atau bhatin dalam diri akan memberikan manfaat yang luar biasa bagi kesehatan diri sendiri, keharmonisan hidup, bahkan bisa manfaatkan untuk mengobati orang lain.
    IV. DAFTAR PUSTAKA
    http://id.wikipedia.org/wiki/Wajrayana
    http://study-budhisme.blogspot.com/2013/05/aliran-tantrayana-mantrayana-dan.html
    http://budhisme-sidharta.blogspot.com/2012/06/aliran-tantrayana-mantyayana-dan.html
    http://ridwanzein.blogspot.com/2013/06/aliran-tantrayana-mantrayan-dan.html di akses tanggal 3 Januari 2014

    BalasHapus
  10. Nama : Ida Ayu Kade Ratna Wati
    No : 23
    NIM : 11.1.4.5.1.35
    Judul : Dewa dalam Ajaran Budha

    I. PENDAHULUAN
    Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kepercayaan itulah yang menjadi cikal bakal munculnya agama-agama di Indonesia. Agama dapat dikatakan sebagai suatu yang hakiki dalam kehidupan manusia. Bagi para penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran hakiki tentang keberadaan manusia dan petunjuk-petunjuk mengenai bagaimana hendaknya hidup di dunia. Di indonesia kini sudah berkembang enam agama, salah satunya ialah agama Buddha. “buddha” sebenarnya bukan nama orang, melainkan sebutan untuk menamakan orang yang telah mencapai boddhi yakni seseorang yang telah mencapai penerangan yang sempurna. Orang yang telah mencapai penerangan yang sempurna itu adalah Siddharta Gotama yang kemudian mendapatgelar sehingga namanya menjadi buddha Gotama. Lama kelamaan ajaran-ajaran Buddha Gotama tersebut menjadi sebuah ajaran agama. Dalam makalah ini akan dibahas secara khusus mengenai Dewa dalam ajaran Buddha.

    II. RUMUSAN MASALAH
    2.1. Dewa apa sajakah yang dipuja dalam ajaran Buddha?

    III. PEMBAHASAN
    3.1. Dewa-dewa dalam ajaran Buddha
    Dewa dan Dewi adalah keberadaan supranatural yang menguasai unsur-unsur alam atau aspek-aspek tertentu dalam kehidupan manusia, yang dianggap suci dan dihormati oleh manusia. Kata dewa berasal dari bahasa Sansekerta “div” yang berarti sinar.
    Dalam agama Buddha, dewa adalah salah satu makhluk yang tidak setara dengan manusia, memiliki kesaktian, hidup panjang namun tidak abadi. Para dewa adalah makhluk yang sedang dalam usaha mencari kesempurnaan hidup.
    Agama Buddha lebih merupakan “way of life ” daripada suatu agama dan filsafat, sebab ajaran Buddha lebih merupakan satu perangkat sistem keyakinan yang didasarkan pada corak perilaku atau perbuatan untuk mencapai kebebasan penderitaan (Donder, 2009: 82).
    Meskipun agama Buddha meyakini adanya para dewa, namun para dewa tersebut bukanlah makhluk mahakuasa, tidak menciptakan alam semesta. Dewa-dewa yang dipuja dalam ajaran Buddha terutama Buddha Mahayana antara lain:1.Shiwa :digambarkan memiliki mata ketiga di dahinya dan bertangan empat.2.Wisnhu ;digambarkan bertangan empat dengan wahana Garuda.3.Brahma :digambarkaan berkepala empat dan bertangan empat.4.Agastya :shiwa dalam perwujudannya sebagai resi brahmana pertapa, digambaarkan pria tua berjanggut dan berperut buncit dengan memegang aksamala, kamandalu dan trisula.5.Ganesha :Putra Shiwa yang berkepala gajah dengan bertangan empat.6. Durga :istri Shiwa, diwujudkan sebagai Mahisashuramardhini (pembunuh asura banteng). 7.Laksmi :istri Wisnhu, sebagai dewi kwmakmuran dan kebahagiaan.8.Saraswati :istri Brahma, sebagaai dewi pengetahuan dan kesenian.9.Wairocana :Buddha penguasa pusat zenith digambarkan sebagai Buddharupa dalam posisi bersila aatau duduk dengan mudra dharmacakra mudra/witarka mudra.10.Awalokiteswara :mengenakan mahkota agung jatamakuta yang ditengahnya terukir Buddha Amitabha, bertangan dua atau empat yang membawa atribut buah atau kuncup bunga padma, 11.Maitreya :mengenakan mahkota agung jatamakuta yang di tengahnya terukir stupa, 12.Prajnaparamita :dewi kebijaksanaan buddhis, digambarkan sebagai wanita cantik berbusana kebesaran tengah bersila dalam posisi teratai dengan mudra dharmacakra.

    IV. DAFTAR PUSTAKA
    Donder, I Ketut, I Ketut Wisarja. 2009. Mengenal Agama-Agama. Surabaya: Paramita.

    http://id.m.wikipedia.org/wiki/Dewa

    http://id.m.wikipedia.org/wiki/Arca

    BalasHapus
  11. Nama : Hari Harsananda
    NIM : 11.1.4.5.1.14
    Judul : Jalan Utama berunsur Delapan
    I. Pendahuluan
    1.1 Latar belakang
    Hidup di dunia pasti mengalami suka dan duka, Buddha mengajarkan cara atau jalan melepaskan kedukaan tersebut agar hidup menjadi damai.
    1..2 Rumusan masalah
    1.2.1 Pengertian Jalan utama berunsur delapan
    2. Pembahasan
    Dalam ajaran Buddha ada ajaran yang menjarkan untukmenghentikan Dukkha. Jalan itu disebut dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangiko Magga).Di dalam Jalan ini mengandung unsur sila (kemoralan), samadhi (konsentrasi), dan panna (kebijaksanaan). Berikut pengelompokan unsur yang terkandung di dalamnya:
    Pañña
    1. Pengertian Benar (sammâ-ditthi)
    2. Pikiran Benar (sammâ-sankappa)
    Sila
    3. Ucapan Benar (sammâ-väcä)
    4. Perbuatan Benar (sammâ-kammanta)
    5. Pencaharian Benar (sammâ-ajiva)
    Samâdhi
    6. Daya-upaya Benar (sammâ-vâyama)
    7. Perhatian Benar (sammâ-sati)
    8. Konsentrasi Benar (sammâ-samâdhi)

    Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangiko Magga) dijabarkan sebagai berikut:
    1. Pengertian Benar (Sammã Ditthi)
    Pemahaman Benar adalah pengetahuan yang disertai dengan penembusan terhadap
    a. Empat Kesunyataan Mulia
    b. Hukum Tilakkhana (Tiga Corak Umum)
    c. Hukum Paticca-Samuppäda
    d. Hukum Kamma
    2. Pikiran Benar (Sammã Sankappa)
    Pikiran Benar adalah pikiran yang bebas dari:
    a. Pikiran yang bebas dari nafsu-nafsu keduniawian (nekkhamma-sankappa).
    b. Pikiran yang bebas dari kebencian (avyäpäda-sankappa)
    c. Pikiran yang bebas dari kekejaman (avihimsä-sankappa)
    3. Ucapan Benar (Sammã Vãca)
    Ucapan Benar adalah berusaha menahan diri dari berbohong (musãvãdã), memfitnah (pisunãvãcã), berucap kasar/caci maki (pharusavãcã), dan percakapan-percakapan yang tidak bermanfaat/pergunjingan (samphappalãpã).
    4. Perbuatan Benar (Sammã Kammantã)
    Perbuatan Benar adalah berusaha menahan diri dari pembunuhan, pencurian, perbuatan melakukan perbuatan seksualitas yang tidak dibenarkan (asusila
    5. Penghidupan Benar (Sammã Ãjiva)
    Penghidupan Benar berarti menghindarkan diri dari bermata pencaharian yang menyebabkan kerugian atau penderitaan makhluk lain.
    6. Usaha Benar (Sammã Vãyama)
    Usaha Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu: berusaha mencegah munculnya kejahatan baru, berusaha menghancurkan kejahatan yang sudah ada, berusaha mengembangkan kebaikan yang belum muncul, berusaha memajukan kebaikan yang telah ada.
    7. Perhatian Benar (Sammã Sati)
    Perhatian Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu:

    - perhatian penuh terhadap badan jasmani (kãyãnupassanã)
    - perhatian penuh terhadap perasaan (vedanãnupassanã)
    - perhatian penuh terhadap pikiran (cittanupassanã)
    - perhatian penuh terhadap mental/batin (dhammanupassanã)

    8. Konsentrasi Benar (Sammã Samãdhi)
    Konsentrasi Benar berarti pemusatan pikiran pada obyek yang tepat sehingga batin mencapai suatu keadaan yang lebih tinggi dan lebih dalam.

    Daftar Pustaka
    Donder, I Ketut. 2010. Teologi. Surabaya:paramita
    http://bhagavant.com/home.php?link=dhamma_sari&n_id=51

    BalasHapus
  12. Nama : Ni Wayan Novita Sari
    NIM : 11.1.4.5.1.17
    07. JENIS KAMMA DALAM AJARAN BUDHA
    I. PENDAHULUAN
    Kamma (Pali) atau Karma (Sanskrta) artinya perbuatan baik ataupun buruk lahir atau batin dengan pikiran, kata-kata, atau tindakan yang disertai dengan adanya kehendak. Mengenai Kamma Sang Budha pernah bersabda, dalam Angutara Nikaya III: 415, sebagai berikut:
    “O Bhikku, kehendak untuk berbuat itulah yang aku namakan Kamma. Sesudah berkehendak orang lalu melakukan perbuatan dengan badan jasmani, perkataan atau pikiran”.

    Jadi jelas bahwa suatu perbuatan dapat disebut karma apabila disertai dengan adanya kehendak. Ditinjau dari segi perbuatan, karma dibagi menjadi 3 yaitu Mano Kamma (yang dilakukan oleh pikiran), Vaci Kamma (dilakukan oleh ucapan) dan Kaya Kamma (dilakukan oleh badan jasmani)

    II. RUMUSAN MASALAH
    Apa jenis-jenis kamma dalam ajaran Budha?

    III. PEMBAHASAN
    Kamma dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :

    a. Menurut Waktu
    Karma jenis ini dibagi menjadi:
    1) Ditthadhammavedaniya kamma adalah karma yang memberikan akibatnya pada kehidupan sekarang.
    2) Uppajjavedaniya kamma adalah Perbuatan yang kita lakukan sekarang, hasilnya tepat di kehidupan yang akan datang.
    3) Aparaparavedaniya kamma adalah karma yang akibatnya akan dialami pada masa kehidupan berikut yang kedua, ketiga ataupun seterusnya dalam kehidupan berikutnya.
    4) Ahosi kamma adalah karma yang tidak memberi akibat, karena jangka waktu untuk memberikan akibat telah habis atau karma tersebut telah menghasilkan akibat secara penuh, sehingga kekuatannya habis sendiri.

    b. Menurut fungsi
    Karma yang dihubungkan dengan perannya dalam menghasilkan akibat yaitu :
    1) Janaka Kamma adalah karma yang berfungsi menghasilkan/menyebabkan kelahiran sesuai dengan sifatnya.
    2) Upatthambhaka kamma adalah karma yang berfungsi membantu memperkuat apa yang telah dihasilkan oleh janaka kamma sesuai dengan macam sifatnya.
    3) Uppapilaka Kamma adalah kamma yang berfungsi mengurangi pengaruh dari apa yang telah dihasilkan oleh Janaka Kamma.
    4) Upaghataka Kamma adalah karma yang mempunyai kategori sama dengan karma pelemah, fungsinya menentang, melenyapkan atau menghancurkan kekuatan dari Janaka Kamma.

    c. Menurut Kekuatan
    Dalam hal ini karma dihubungkan dengan tingkat kekuatannya dalam menghasilkan akibat, yaitu :
    1) Garuka Kamma adalah Perbuatan yang akibatnya paling besar atau kuat. Misalnya membunuh ibu, ayah, orang yang telah mencapai kesucian sempurna.
    2) Bahula Kamma atau Acina Kamma adalah Perbuatan yang dilakukan terus menerus yang akhirnya akan menjadi watak atau kebiasaan (karena kebiasaan yang dilakukan).
    3) Asana Kamma adalah karma yang dibuat oleh seseorang pada saat menjelang kematian. Hal ini berupa sesuatu yang dia pikirkan, atau dapat pula perbuatan-perbuatan yang telah dia lakukan dahulu dalam masa hidupnya yang ia ingat kembali secara amat sangat jelas saat ia berada pada ambang kematian. Karma ini sangat menentukan macam kelahiran mendatang. Apakah ia dilahirkan kembali dalam alam sengsara atau alam bahagia.
    4) Kattata Kamma adalah suatu perbuatan yang dilakukan berdasarkan kehendak tertentu dan perbuatan ini dilakukan hanya sekali saja atau beberapa kali namun bukan perbuatan yang dilakukan terus menerus.

    IV. DAFTAR PUSTAKA
    Tim penyusun. 1999. Buku Pelajaran Agama Buddha. Teratai Wijaya : Jakarta

    http://id.wikipedia.org/wiki/Kamma

    BalasHapus
  13. KADEK AMERTA SABHUANA
    11.1.4.5.1.25
    TEOLOGI / SEMESTER V

    1.1 Pendahuluan
    Dalam ajaran Budha, terdapat sebuah aliran pembebasan yang tidak terikat yaitu Shramana. Kata Sramana berasal dari kata srama, yang bererti "menumpukan usaha atau melaksanakan amalan melampaui batasan". Jadi, Sramana berarti "orang yang berusaha" atau "bekerja" dalam bahasa Sanskerta. Aliran ini lebih menuntun masyarakat menuju jalan pembebasan tanpa adanya ikatan serta digunakan kepada siapapun yang sepenuh hatinya mengamalkan amalan-amalan demi pencerahan. Tradisi ini berawal dari para pengelana yang berasal dari kaum selain brahmana yang dimana mereka melakukan sebuah pertapaan untuk mencari kedamaian batin.


    1.2 Rumusan Masalah

    2.1 Pengertian Sramana
    2.2 Aliran-aliran Sramana



    1.3 Pembahasan
    3.1 Pengertian Shramana
    Merupakan pencari rohani yang hidup sebagai pengembara dan pengemis. Mereka berasal dari kasta-kasta selain brahmana dan mencari pembebasan dengan meninggalkan masyarakat sejak awal. Mereka tinggal bersama di hutan, tanpa perbedaan kasta, sebagai masyakarat rohani (Skt. sangha), dan bukan sebagai pertapa penyendiri. Mereka menyelenggarakan masyarakat swadaya mereka dalam bentuk republik, dimana keputusan-keputusan dibuat oleh majelis.
    3.1 Aliran Shramana
    Lima aliran shramana beserta pandangan dasarnya adalah sebagai berikut:
    Aliran Ajivika, dibangun oleh Gosala, bersifat deterministik yang menolak proses sebab-akibat dari karma. Mereka tegas menyatakan bahwa unsur penyusun alam semesta – bumi, air, api, angin, kebahagiaan, ketakbahagiaan, dan jiwa merupakan atom atau monad yang tak tercipta dan tak terbagi serta tidak saling berhubungan satu dengan yang lain. Oleh karena itu, pembebasan tidak tergantung pada apa yang sesungguhnya orang lakukan.
    Aliran Lokayata atau Charvaka, yang diajarkan oleh Ajita, juga menolak karma. Tidak hanya itu, ajaran ini juga menolak kelahiran kembali dan hal-hal semacam jiwa. Aliran ini menganjurkan hedonisme, mengajarkan bahwa semua tindakan seharusnya bersifat spontan dan datang dari sifat diri seseorang. Tujuan kehidupan adalah untuk mengalami kenikmatan inderawi sebanyak mungkin. Aliran ini menolak semua bentuk akal dan penalaran sebagai cara yang sahih untuk tahu tentang apapun.
    Aliran Jain atau Nirgrantha, didirikan oleh Mahavira, Aliran ini, dengan demikian, menegaskan bahwa jiwa menjalani kelahiran kembali melalui daya karma. Aliran Jain, masih ada sampai hari ini sebagai salah satu sistem agamawi besar di India, mengajarkan perilaku pekerti yang ketat dan ekstrim dan juga kepertapaan ekstrim sebagai jalan memperoleh pembebasan.
    Aliran Agnostik Ajnana, dipimpin oleh Sanjayin, menegaskan bahwa adalah mungkin untuk memperoleh pengetahuan simpulan tentang apapun lewat pertimbangan filsafati atau percakapan yang berlandaskan pada akal. Aliran ini menganjurkan hidup dalam masyarakat melajang yang menempatkan titik berat hubungan mereka hanya pada persahabatan saja.
    Ajaran Buddha berkembang sebagai aliran shramana yang menerima kelahiran kembali di bawah daya karma, walau menolak keadaan jenis jiwa yang dinyatakan oleh aliran-aliran lain. Selain itu, Buddha menerima penggunaan akal dan nalar serta perilaku pekerti sebagai bagian dari jalan menuju pembebasan, namun tidak pada kadar yang diterapkan oleh ajaran kepertapaan Jain.

    1.4 Daftar Pustaka

    http://sanskartamelayu.blogspot.com/2013/06/tradisi-sramana.html
    http://www.berzinarchives.com/web/id/archives/study/history_buddhism/buddhism_india/indian_society_thought_time_buddha_.html

    BalasHapus
  14. 2. Nibbana Jalan menuju lenyapnya Paticcasamuppada

    Nama : I Komang John Purnawan
    NIM : 11.1.4.5.1.08

    I. PENDAHULUAN
    Agama Budha merupakan salah satu Agama yang ada di Indonesia. Agama Budha sendiri memiliki tujuan akhir pagi penganutnya, yakni Nibbana. Adapun Nibbana ini merupakan hal yang sangat sulit untuk dicapai, karena dalam pelaksanaannya atau pencariannya harus melenyapkan unsur-unsur kebodohan dan nafsu indrawi di dunia ini, yang disebut dengan Paticcasamuppada.

    II. RUMUSAN MASALAH
    2.1 Apa pengertian dari Paticcasamuppada ?
    2.2 Apa pengertian dari Nibbana ?
    2.3 Bagaimana Nibbana dijadikan Jalan menuju lenyapnya Paticcasamuppada ?

    III. PEMBAHASAN
    3.1 Pengertian Paticcasamuppada
    “Paticca” berarti disebabkan oleh atau bergantung pada, “Samuppada” berarti timbul atau asal. Karena itu, secara harfiah Paticca Samuppada berarti “ Sebab dan Akibat Yang Saling Bergantungan”. Paticca Samuppada menguraikan sebab musabab tumimbal lahir dan penderitaan, dalam Agama Buddha penderitaan disebabkan oleh kelahiran dan kematian. Ketika tidak ada lagi kelahiran dan kematian maka disanalah manusia mendapatkan kebahagiaan yang sejati (nirvana).
    3.2 Pengertian Nibbana
    Nibbana berasal dari kata “ni” dan “vana”. Ni merupakan partikel negatif, sedang vana berarti nafsu atau keinginan. Secara harfiah, Nibbana berarti terbebas dari kemelekatan. Nibbana dapat juga diartikan sebagai padamnya keserakahan, kebencian dan kebodohan. Dalam agama Buddha, Nibbana bukan suatu kekosongan atau keadaan hampa melainkan suatu keadaan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata – kata secara tepat. Dari sudut pandangan etika, Nibbana adalah penghancuran keserakahan, kebencian dan kebodohan.
    3.3 Nibbana jalan menuju lenyapnya Paticcasamuppada
    Untuk mencapai Nibbana sebagai jalan menuju lenyapnya Paticcasamuppada diperlukan beberapa tahap yakni dengan melaksanakan Delapan Faktor Jalan Utama , yaitu :
    - Pengertian benar (samma – ditthi), merupakan kunci utama agama Buddha yang memberi motivasi serta arah yang benar kepada tujuh faktor Jalan Utama lainnya.
    - Pikiran benar (samma – sankappa), mempunyai dua tujuan : melenyapkan pikiran – pikiran jahat dan mengembangkan pikiran – pikiran baik.
    - Ucapan benar (samma – vaca), mencakup perbuatan untuk menahan diri dari berbohong, memfitnah, berkata kasar dan bicara yang tidak berguna.
    - Perbuatan benar (samma – kammanta), meliputi perbuatan menahan diri dari pembunuhan makhluk – makhluk hidup.
    - Penghidupan benar (samma – ajiva)
    - Usaha benar (samma – vayama), yaitu : usaha melenyapkan kejahatan yang telah timbul, usaha mencegah timbulnya kejahatan yang belum timbul, usaha membangkitkan kebajikan yang belum timbul dan usaha mengembangkan kebajikan yang telah timbul.
    - Perhatian benar (samma – sati), kesadaran yang terus menerus terhadap jasmani, perasaan – perasaan, pikiran – pikiran.
    - Konsentrasi benar (samma – samadhi). yaitu manunggalnya pikiran pada satu obyek yang luhur, yang memuncak dalam Jhana.
    Dari kedelapan faktor Jalan Utama ini, dua yang pertama dikelompokkan ke dalam bagian kebijaksanaan ( panna ), tiga yang selanjutnya ke dalam bagian moral ( sila ), dan tiga yang terakhir ke dalam bagian konsentrasi ( samadhi ).
    Dengan menjalankan ajaran tersebut maka, Paticcasamuppada akan lenyap sesuai dengan jalan Nibbana.

    DAFTAR PUSTAKA
    http://syafiqahmad4.blogspot.com/2013/05/nibbana.html
    http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/paticca-samuppada/

    BalasHapus
  15. Nama : Anggy Paramitha Sari
    Nim : 11.1.4.5.1.32

    20. VAJRAYANA BUDHA

    BAB I
    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang
    Agama Budha merupakan agama yang selalu memelihara sikap toleran terhadap semua agama, terhadap kepercayaan lain dalam masyarakat, menyerap unsur dari berbagai budaya kedalamnya tanpa mengubah karakter yang mendasar. Dalam agama Budha terdapat beberapa aliran. Salah satunya ialah Vajrayana. Salah satu teknik dari Vajrayana adalah memvisualisasikan diri kita sebagai makhuk suci dan lingkungan kita sebagai mandala atau lingkungan dari makhluk-makhluk suci. Dengan cara demikian, kita bisa mengalihkan sosok diri kita yang lemah kedalam nilai-nilai luhur dan sekaligus mencoba menumbuhkan nilai-nilai luhur tersebut dalam arus pikiran kita.

    1.2 Rumusan Masalah
    1.2.1 Apa Pengertian Vajrayana Budha ?
    1.2.2 Apa Tujuan Aliran Vajrayana Budha ?
    1.2.3 Bagaimana Kesalahpahaman Mengenai Aliran Vajrayana Budha ?

    BAB II
    PEMBAHASAN

    2.1 Pengertian Vajrayana Budha
    Vajrayana merupakan ajaran yang berkembang dari ajaran Buddha Mahayana. Istilah Vajrayana berasal dari kata vajra yang dalam bahasa sanskerta berarti halilintar atau intan. Vajra melambangkan intan sebagai unsur terkeras di Bumi. jadi istilah Vajrayana dapat diartikan sebagai Kendaraan yang tak dapat rusak. Aliran Vajrayana ini mengutamakan praktek keagamaan yang bersifat esoteris-mistik yang penuh dengan kegaiban dengan menggunakan sarana-sarana seperti mudra, dharani, mantra (kata-kata suci yang mengandung kekuatan), dan mandala. Dalam ajaran Vajrayana, hubungan antara seorang Guru dan seorang murid amat penting. Seorang murid tidak akan pernah memperoleh pencapaian tanpa bantuan seorang Guru yang berkualitas.

    2.2 Tujuan Aliran Vajrayana
    Tujuan dari aliran ini adalah mencapai kesempurnaan dalam pencerahan. Dalam aliran Vajrayana untuk mencapai pembebasan harus melalui proses panca skhandha, yaitu suatu konsep dalam agama Buddha yang menyatakan bahwa manusia adalah merupakan kombinasi dari kekuatan atau energi fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak dan berubah, yang disebut lima kelompok kegemaran yaitu, Rupakhanda (bentuk), Vedanakhanda (perasaan), Sannakhanda (pencerapan), Sankharakhanda (bentuk-bentuk pikiran), Vinannakhanda (kesadaran).

    2.3 Kesalahpahaman mengenai Aliran Vajrayana
    Di beberapa negara (terutama di Asia), banyak sekali anggapan bahwa Vajrayana merupakan ajaran mistik, penuh dengan kegaiban. Hal ini sebenarnya tidaklah benar. Dalam Vajrayana, terdapat banyak sekali metode dalam berlatih. Memang banyak sekali praktisi Vajrayana yang memiliki kemampuan luar biasa, namun hal ini bukanlah sesuatu yang mistik. Di dalam Vajrayana, semua hasil yang kita peroleh dari latihan kita, haruslah kita simpan serapi mungkin, bukan untuk diceritakan pada orang lain. Sebagai pengecualian, kita boleh mendiskusikan hal tersebut dengan Guru kita, jika memang ada hal yang kurang kita mengerti. Seperti kata sang Buddha, yang dapat menyelamatkan kita pada saat kematian adalah Dharma, bukanlah kesaktian yang kita miliki.

    DAFTAR PUSTAKA

    Suryananda. 1995. Memahami Buddhayana. Bandung : Yayasan Penerbit
    Karaniya
    Suwarnasanti, E. 1990. Agama Buddha dan Saya. Bandung : Karaniya
    http://id.wikipedia.org/wiki/Wajrayana

    BalasHapus
  16. NAMA: NI LUH DESI SWARINI
    NIM : 11.1.4.5.1.24

    13. PANDANGAN SRAMANA DALAM AJARAN BUDDHA

    BAB I
    PENDAHULUAN
    1.1 Latar Belakang
    Buddha adalah sebuah agama/ajaran yang berasal dari anak benua India dan meliputi beragam tradisi kepercayaan, dimana sebagian besar berdasarkan pada ajaran yang dikaitkan dengan Siddhartha Gautama, yang dikenal sebagai Sang Buddha. Beliau dikenal oleh para umat Buddha sebagai seorang guru yang telah sadar atau tercerahkan yang membagikan wawasan-Nya untuk membantu makhluk hidup mengakhiri ketidaktahuan/kebodohan, kehausan, dan penderitaan. Karena itu, maka dalam ajaran Buddha terdapat ajaran mengenai Sramana, yaitu para pencari rohani.

    1.2 Rumusan Masalah
    1.2.1 Bagaimana sejarah munculnya sramana ?
    1.2.2 Bagaimana pandangan sramana dalam Ajaran Buddha ?
    BAB II
    PEMBAHASAN
    2.1 Sejarah munculnya Sramana
    Ajaran Sramana ini disamakan dengan ajaran Brahmawi yang lebih menggambarkan tugas-tugas seorang penguasa, daripada kuasa dan bentuk pemerintahannya. Di masa hidup Buddha, orang menyaksikan kebangkitan kelas pedagang yang diukur dengan uang, Pedagang jadi lebih kaya dari raja. Oleh karena itu, di dalam kerajaan cara memperoleh kuasa ekonomi dan politik, dengan menitik beratkan pada uang dan penggunaan daya kekerasan. Sebagai akibatnya, rakyat merasakan kemerdekaan mereka menjadi jauh lebih terbatas dan penderitaan mereka menjadi jauh lebih hebat. Pada masa itu, termasuk Buddha, mencari pembebasan lewat cara-cara rohani.
    2.2 Pandangan Sramana dalam Ajaran Budha
    Dalam Buddha dijelaskan sramana itu ketika Buddha Shakyamuni menyerahkan hidup kepangeranannya, ia bergabung dengan para sramana. Setelah pencerahannya, ia mengelola para pencari rohani yang mengikutinya ke dalam sebuah masyarakat yang berada pada garis yang sama dengan kelompok sramana lainnya. Karena itu, ajaran Buddha menjadi aliran kelima dari lima aliran sramana yang ada. Lima aliran sramana beserta pandangan dasarnya adalah sebagai berikut:
    a. Aliran Ajivika,yang menolak proses sebab-akibat dari karma. Mereka tegas menyatakan bahwa unsur penyusun alam semesta dan jiwa merupakan atom yang tidak tercipta dan tidak terbagi yang tidak saling berhubungan satu dengan yang lain. Oleh karena itu, pembebasan tidak tergantung pada apa yang sesungguhnya orang lakukan.
    b. Aliran Lokayata atau Charvaka, juga menolak karma. Tidak hanya itu, ajaran ini juga menolak kelahiran kembali dan hal-hal semacam jiwa. Dengan kata lain, tindakan itu seharusnya alami. Aliran ini menolak semua bentuk akal dan penalaran sebagai cara yang benar untuk mengetahui tentang apapun.
    c. Aliran Jain atau Nirgrantha, menegaskan bahwa jiwa menjalani kelahiran kembali melalui daya karma. Aliran Jain, mengajarkan perilaku pekerti yang ketat dan ekstrim dan juga kepertapaan ekstrim sebagai jalan memperoleh pembebasan.
    d. Aliran Agnostik Ajnana, menegaskan bahwa adalah mungkin untuk memperoleh pengetahuan simpulan tentang apapun lewat pertimbangan atau percakapan yang berlandaskan pada akal. Aliran ini menitik beratkan hubungan masyarhakat hanya pada persahabatan saja.
    e. Ajaran Buddha berkembang sebagai aliran sramana yang menerima kelahiran kembali di bawah daya karma, walau menolak keadaan jenis jiwa yang dinyatakan oleh aliran-aliran lain. Selain itu, Buddha menerima penggunaan akal dan nalar serta perilaku pekerti sebagai bagian dari jalan menuju pembebasan. Dengan cara ini, ajaran Buddha menghindari kutub-kutub ekstrim dari empat aliran sramana sebelumnya.
    Sehingga dapat dikatakan bahwa pandangan sramana menurut Buddha tidak terlepas dari kepercayaan mengenai karma, penggunaan akal serta budi pekerti sebagai jalan menuju pembebasan (moksa).
    DAFTAR PUSTAKA
    Sanskartamelayu.blogspot.com/2013/06/pengaruh-pemikiran-sramana.html.
    Sutrisno,Mudji.1993. Buddhisme Pengaruhnya Dalam Abad Modern.Yogyakarta : Kanisius.

    BalasHapus
  17. Nama : Ni Made Pusparini
    Nim : 11.1.4.5.1.30
    18. AKAR PENDERITAAN YANG HARUS DILENYAPKAN MENURUT AJARAN BUDDHA
    I. Pendahuluan
    Dalam menjalani kehidupan, manusia tidak bisa terlepas dari perbuatan baik dan buruk. Perbuatan itu akan menentukan kehidupan seseorang nantinya. Ketika dahulu seseorang berbuat jahat dan selalu berbuat buruk dalam hidupnya, maka kehidupan yang akan dating ia akan mendapat hasil dari perbuatannya terdahulu yaitu penderitaa. Penderitaan tersebut adalah jalan untuk mencapai kesadaran spiritual yang tinggi (nirvana). Semua penderitaan tersebut harus dilenyapkan jika ingin mencapai kebahagiaan yang abadi. Adapun yang akan dibahas dalam paper ini yaitu dua belas penderitaan yang gharus dilenyapkan dalam ajaran Buddha.
    II. Rumusan Masalah
    Apa akar penderitaan yang harus dilenyapkan dalam ajaran Buddha?
    III. Pembahasan
    Dua Belas Penderitaan Yang Harus Dilenyapkan Dalam Ajaran Buddha
    Menurut Gunawan (2012: 192), dalam ajaran Buddha terdapat Pratitya Samutpada yaitu ada dua belas hal yang menyebabkan penderitaan. Adapun pembagiannya yaitu
    1. Awidya (kebodohan) merupakan salah satu penyebab seseorang menderita. Seseorang yang terbelenggu oleh awidya menjadi sulit untuk mencapai kesadaran. Kebodohan terjadi akibat masih terbelenggu oleh maya menyebabkan manusia kebingungan dan salah dalam menentukan jalan hidupnya.
    2. Samkara ( Kesan masa lalu)yaitu perbuatan yang terdahulu yang berbengaruh pada kehidupan yang sekarang. Dalam Hindu kesan masa lalu berkaitan dengan Ajaran Karma Phala yaitu setiap perbuatan akan menerima hasilnya. Yang salah satu bagiannya adalah sancita karma phala yaitu perbuatan yang terdahulu yang belum habis dinikmati dan sisanya dinikmati pada kehidupan yang sekarang.
    3. Wijnana (Kesadaran awal) ini terjadi ketika sesorang berada di janin ibu dan akan terlahir ke dunia. Kesadaran ini merupakan penderitaan yang menyebabkan seseorang lahir kembali.
    4. Nama Rupa (Pikiran dan badan)Beban pikiran dan keadaan badan yang berbeda antara manusia yang satu dengan lainnya menyebabkan seseorang menjadi menderita.
    5. Sadayatana (enam organ pengenalan) disebut juga enam indra yaitu mata, hidung, telinga,kulit, dan lidah merupakan organ yang menyebabkan seseorang menderita dan terikat keduniawian.
    6. Sparsa (kontak hubungan dengan obyek)merupakan masih terikan duniawi yang menyebabkan seseorang menderita dan lahir kembali.
    7. Vedana (pengalaman yang lalu), kenangan buruk terus menjadi ingatan sampai sekarang meyebabkan manusia menderita.
    8. Tresna (haus akan kenikmatan)setiap keindahan duniawi menyebabkan seseorang selalu terbelenggu pada kenikmatan menyebabkan seseorang susah terlepas dari ikatan duniawi dan mencapai kesadaran.
    9. Upadana (Ketergantungan), ketika hidup menggunakan vasilitas berlebihan dan memakai narkoba menyebabkan seseorang keterggantungan dan menderita karna hal tersebut.
    10. Bhaya (Keinginan supaya terjadi), hawa nafsu manusia yang selalu menginginkan semua hal tersebut bisa terwujud menyebabkan seseorang selalu berbuat menghalalkan segala cara untuk mencapainya. Hal ini menyebabkan seseorangg menderita.
    11. Jati (Kelahiran), kelahiran kembali kedunia merupakan penderitaan manusia yang terjadi karena perbuatan masa lau, terikat pada kenikmatan duniawi menyebabkan sulit untuk mencapai kesadaran.
    12. Jara Marana (usia tua dan kematian), hal ini ditakuti oleh manusia. Umur tua dan kematian merupakan takdir yang tak bisa ditentang dan merupakan penderitaan bagi setiap manusia.
    Keduabelas hal di atas yang harus dilenyapkan dalam ajaran Buddha jika seseorang ingin mencapai kesadaran tertinggi Buddha.Buddha selau mengajarkan Cinta kasih dan kasih sayang yaitu “Penderitaanmu adalah penderitaanku, dan kegembiraanmu adalah kegembiraanku”. Dan mencapai tujuan terakhir yaitu Nirwana.
    IV. Daftar Pustaka
    Gunawan, I Ketut Pasek. 2012. Filsafat Hindu Nawa Darsana.Surabaya: Paramita.

    BalasHapus
  18. Nama : Ni Kadek Arini
    Nim : 11.1.4.5.1.04
    Jurusan Teologi Hindu

    BAB I
    Di Negara Indonesia kita mengenal dengan berbagai agama yang di anut oleh masyarakat Indonesia yang memiliki kenyakinan yang berbeda,salah satunya adalah agama budha yang merupakan salah satu agama yang di anut oleh masyarakat Indonesia dan bagaimana inti dari ajaran budha yang di mana lebih menekankan tentang realita kehidupan yang bermoral dan bagaimana jalan –jalan kebenaran dan kelepasan dalam kehidupan.
    BAB II
    Bagaimanakah inti ajaran budha?
    BAB II INTI AJARAN BUDHA
    Pada dasarnya ajaran budha lebih menekankan pada jalan kebijakasanan yang di ajarakan dengan tujaun memperbaikai kualiatas hidup dengan jalan kasih sanyang yang selalu menyayangi sesama atau seluruh alam semesta ,budha juga memahami bagaimana hakekat manusia di tanggapi secara mendasar dengan pandangan negatif atas situasi manusia yang di ibaratkan sebagai suatu lingkaran setan yang tidak di ketahui sebabnya .Budha lingkaran itu ingin di hapus untuk mrncapai pencerahan dan sekaligus menghakiri eksestensi manusia dalam penderitaan ,ajaran budha merupakan proses panjang dari praktik meditasi yang di lakukan oleh soddharta Gautama yang di anggap telah mendapat pencerahaan dan sebagai guru besar budha dengan demikian budha mengajarkann ada empat kebenaran yang luhur yang di namakan (aryasattyani Ajaran dasar Buddhisme dikenal sebagai Empat Kebenaran Mulia, yang meliputi: (1)Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Arya tentang Dukkha),Dukha ialah penderitaan. Dukha menjelaskan bahwa ada lima pelekatan kepada dunia yang merupakan penderitaan. Kelima hal itu adalah kelahiran, umur tua, sakit, mati.(2)Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha),Samuanya ialah sebab. Setiap penderitaan pasti memiliki sebab,(3) Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha) Nirodha ialah pemadaman.kesengsaraan dapat dilakukan dengan menghapus keinginan secara sempurna sehingga tidak ada lagi tempat untuk keinginan tersebut. Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha).Marga ialah jalan kelepasan. Jalan kelepasan merupakan cara-cara yang harus ditempuh kalau kita ingin lepas dari kesengsaraan. Inti ajaran Buddha menjelaskan bahwa hidup adalah untuk menderita. Jika di dunia ini tidak ada penderitaan, maka Buddha pun tidak akan menjelma di dunia. Semua hal yang terjadi pada manusia merupakan wujud dari penderitaan itu sendiri. Saat hidup, sakit, dipisahkan dari yang dikasihi dan lain-lain, merupakan wujud penderitaan seperti yang sudah dijelaskan Bahkan kesenangan yang dialami manusia, dianggap sebagai sumber penderitaan karena tidak ada kesenangan yang kekal di dunia ini. Kesenangan atau kegirangan bergantung kepada ikatannya dengan sumber kesenangannya itu, padahal sumber kesenangan tadi berada di luar diri manusia.. Untuk menerangkan hal ini diajarkanlah yang disebut pratitya samutpada, artinya pokok permulaan yang bergantungan. Setiap kejadian pasti memiliki keterkaitan dengan pokok permulaan yang sebelumnya. delapan jalan yang di ajarkan oleh budha yakni:(1)Pandangan Benar. Cara yang tepat untuk berpikir tentang hidup adalah melihat dunia melalui mata Sang Buddha - dengan kebijaksanaan dan belas kasihan.(2)Pikiran Benar. Kita adalah apa yang kita pikirkan. Pikiran-pikiran yang jernih dan baik membangun karakter-karakter yang baik dan kuat.(3)Ucapan Benar. Dengan mengucapkan kata-kata yang baik dan bermanfaat, kita dihormati dan dipercaya oleh semua orang.(4). Penghidupan Benar. Ini berarti memilih pekerjaan yang tidak menyakiti orang lain. Sang Buddha berkata, "Jangan mencari nafkah Anda dengan merugikan orang lain. Jangan mencari kebahagiaan dengan membuat orang lain tidak bahagia . Sehingga budha lebih menekanan pada kasih sayang terhadap sesama umat beragama yang menekanakan pada sipat ,moral yang penuh kasih sayang(sutrisno,123,1993)
    DAFTAR PUSTAKA
    1)VSutrisno, mudji. 1993,buddhisma. Kanisius,Yogyakarta

    BalasHapus
  19. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  20. Nama: Prasanthy Devi Maheswari
    NIM : 11.1.4.5.1.28
    Judul : REINKARNASI MENURUT BUDDHA (35)

    I. Pendahuluan
    1.1 Latar Belakang
    Dalam konsep Buddhis, tidak dikenal istilah 'roh (jiwa) yang kekal' karena agama Buddha menganut konsep anatta (tanpa roh). Tidak ada suatu diri yang kekal yang berpindah setelah mati. Yang ada hanyalah suatu energi (berbentuk kesadaran penyambung) yang meneruskan kehidupan berikutnya. Ibarat api lilin yang diteruskan dari satu lilin ke lilin yang lain, api lilin itu sendiri tidak berpindah, karena lilin-lilin sebelumnya tetap menyala, melainkan karena adanya kondisi (sumbu lilin) yang memungkinkan lilin-lilin berikutnya menyala.
    Demikian pula terlahir kembali karena masih adanya sumbu kehidupan (kemelekatan). Api tidak lain adalah kesadaran, batang lilin dan sumbu adalah jasmani, dan udara adalah kamma. Jasmani dan kamma adalah penyokong keberlangsungan kesadaran. Bagi ajaran Buddha, kematian tidak berarti memasuki kebinasaan sempurna. Kematian merupakan pintu gerbang menuju tumimbal lahir yang baru yang akan diikuti oleh pertumbuhan, pelapukan, dan kematian selanjutnya.

    II. Rumusan Masalah
    2.1. Apa itu Reinkarnasi menurut Buddha?
    2.2.Apa penyebab Tumimbal lahir dan bagaimana cara mengakhirinya?

    III. Pembahasan
    3.1. Reinkarnasi atau tumimbal lahir menurut Buddha
    Perihal tumimbal lahir, ajaran Buddha menyatakan bahwa hidup ini nerupakan proses yang berkesinambungan dari hidup yang lampau,hidup sekarang,dan hidup yang akan datang. Kesinambungan ini berlangsung terus menerus karena adanya “daya hidup” yang berupa “akibat perilaku” yang telah dilakukannya. Apabila manusia tidak memiliki “daya hidup” lagi, maka ia dikatakan mencapai kebebasan dari hidup. Hal ini secara implisit berarti kebebasan dari penderitaan.
    Tumimbal lahir berbeda dengan ajaran tentang reinkarnasi. Ajaran Buddha menolak keberadaan suatu jiwa ciptaan Tuhan yang permanen atau suatu sosok tak berubah yang pindah dari satu kehidupan ke kehidupan lain.
    Umat Buddha percaya bahwa semua makhluk akan terlahirkan kembali di suatu tempat dalam suatu bentuk untuk suatu jangka waktu tertentu selama kamma baik dan buruknya tetap ada dalam pikiran bawahsadar sebagai energi mental. Saat tubuh fisik ini tidak lagi mampu berfungsi, energi tidak mati bersamanya, tetapi terus berlangsung untuk mengambil bentuk lainnya yang disebut kehidupan lain.

    3.2 Penyebab Tumimbal lahir dan cara mengakhirinya
    Dalam Hukum Paticcasamuppada makhluk hidup apapun yang mengalami proses kelahiran kembali, merupakan makhluk yang masih memiliki kemelekatan pada sesuatu dalam kehidupan sebelumnya. Kemelekatan timbul karena adanya Tanha (Keinginan) dan juga Avijja (Ketidaktahuan).
    Sang Buddha mengajarkan bahwa ketidaktahuan akan sifat sejati kehidupan menghasilkan nafsu/keinginan. Keinginan tak terpuaskan akan keberadaan dan kenikmatan inderawi adalah sebab tumimbal lahir. Saat semua nafsu yang tak terpuaskan dipadamkan, maka tumimbal lahir akan berakhir. Untuk memadamkan nafsu perlu untuk menghancurkan ketidaktahuan. Ketidaktahuan dapat dihilangkan dan kesedihan dapat disingkirkan dengan cara : menyadari Empat Kebenaran Ariya, bertekun dalam praktik luhur kelakuan (pemurnian mental), intelektual dan kebijaksanaan, dan membasmi kemelekatan dalam pikiran.

    IV. Daftar Pustaka
    Donder, I Ketut. 2010. Teologi. Surabaya : Paramita
    Mahāthera, Nārada. 1996. Sang Buddha dan Ajaran-ajaranNya. Jakarta : Yayasan Dhammadīpa Ārāma
    Sri Dhammananda. 2007. Keyakinan Umat Buddha. Yayasan Penerbit Karaniya
    http://bhagavant.com

    BalasHapus
  21. Nama. : I Kadek Sukarya
    NIM. : 11.1.4.5.1.21
    Judul. : Kelahiran manusia menurut Buddha

    BAB I
    PENDAHULUAN
    1.1 Latar Belakang
    Kelahiran kembali merupakan suatu hukum yang memang dapat dibuktikan kebenarannya. Kelahiran kembali merupakan hukum alam yang akan terus berjalan sepanjang kehidupan ini. Dalam agama Budha kelahiran ysng berulang-ulang ini disebut dengan reinkarnasi istilah yang sama juga dalam agama Hindu untuk kelahiran yang berulang-ulang. Dalam agama Budha kelahiran merupakan suatu proses lanjutan setelah kematian.
    Kelahiran manusia menurut Budha meskipun memiliki perbedaan dengan dengan kelahiran manusia dalam agama Hindu, namun pada hakekatnya ada kesamaan yang mendasar dari kedua konsep ini, dimana karma merupakan penyebab kelahiran manusia. manusia memnganggap bahwa seorang yang telah mengalami kematian akan musnah badan jasmaninya dan akan masuk surga atau neraka jiwanya akan tetapi dalam pandangan agama Budha manusia yang meninggal akan mengalami kelahiran kembali baik sebagai manusia, binatang bahkan akan ada yang terlahir dialam yang tidak menyenagkan.
    1.2 Rumusan Masalah
    Adapun pokok masalah yang ingin dibahas dalam tulisan ini yaitu tentang, bagaimana pendangan ajaran Budha tentang kelahiran manusia di dunia ini, serta faktor apa yang mempengaruhi kelahiran manusia?
    BAB II
    PEMBAHASAN
    2.1 Kelahiran Manusia Menurut Buddha
    Dalam agama Buddha kelahiran kembali dipengaruhi oleh karma yang diperbuat oleh masing – masing individu ketika hidup di dunia, apabila dalam kehidupannya manusia berbuat kebaikan maka dalam kehidupan yang berikutnya akan kembali terlahir sebagai manusia bahkan akan dapat terlahir dialam yang lebih menyenagkan sebagai misal terlahir dialam dewa. Karma dalam hal ini merupakan penentu baik-buruknya kelahiran seseorang. Dalam Buddha menganggap bahwa kelahiran berulang-ulang atau dalam sering kita kenal dengan reinkarnasi tidak hanya semata-mata teori , tetapi sebagai kenyataan yang dapat dibuktikan. Kepercayaan akan kebenaran tumimbal lahir akan membentuk suatu prinsip fundamental Buddhisme. Jadi pada dasarnya kelahiran manusia dalam ajaran Buddha memliki keterkaitan sangat erat dengan reinkarnasi yang disebabkan oleh karma manusia tersebut.
    Untuk memperoleh suatu bentuk kelahiran sebagai manusia yang bebas dan terberkahi memang sangat sulit karena bentuk kelahiran sebagai manusia dalam ajaran Buddha memerlukan kehadiran secara bersama-sama semua penyebab-penyebabnya. Sebab pertama adalah praktik disiplin moral yang murni, kedua adalah praktik dari enam kesempurnaan. Lebih jauh lagi, kita perlu memanjatkan doa dengan motifasi yang murni. Dalam ajaran Buddha, kelahiran manusia merupakan kumpulan dari energi fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak, yang disebut Pancakhanda atau lima kelompok kegemaran yaitu rupakhanda (jasmani), vedanakhanda (pencerahan), sannakhandha (pencerapan), shankharakhandha (bentuk-bentuk pikiran), dan vinnanakhandha (kesadaran) . Kelima kelompok tersebut saling berkaitan dan bergantung satu sama lain dalam proses berangkai, kesadaran ada karena adanya pikiran, pikiran timbul disebabkan adanya penyerapan, penyerapan tercipta karena adanya perasaan, dan perasaan timbul karena adanya wujud atau Rupa.


    Daftar Pustaka
    Y.M. Dagpo Lama Ripoche, 2000, Kemuliaan Kelahiran Sebagai Manusia. Bandung, Kadam Choe Ling.Wowor Cornelis MA, 2004, Hukum Karma Buddhis, CV. Nitra Kencana Buana.Sri Dhammananda, 2002, Keyakinan Umat Buddha, Yayasan Penerbit karaniya, Ehipassiko Foundation.Wowor Corne

    BalasHapus
  22. NAMA : NI LUH PUTU EVI SEPTIANA DEWI
    NIM : 11.1.4.5.1.39
    27. Delapan Alam Boddhisatwa

    I. Pendahuluan
    Budha merupakan salah satu agama yang ada di dunia ini, yang dimana kehidupan sidharta atau Gautama Buddha, sebagai cahaya Asia dan pendiri Buddhisme, sungguh-sugguh sangat terkenal. Pertemuannya dengan orang sakit, usia tua, dan kematian yang mendorong sang pangeran dengan pemikiran-pemikiran bahwa dunia ini penuh dengan penderitaan, dan kehidupan peminta-minta yang riang menunjukan kemungkinan jalan pelepasan. Seiring perjalanan waktu, karena jumlahnya semakin besar maka pengetahuan tentang buddha dibagi menjadi aliran-aliran yang berbeda yang terpenting adalah Hinayana atau Theravada dan Mahayana. Dalam aliran Mahayana terdapat cabang-cabang yang berbeda-beda dan kadang-kadang saling bertentangan, salah satunya yang akan saya bahas dalam paper ini adalah Bodhisattva
    II. Rumusan Masalah
    1. Apa pengertian dari Bodhisattwa serta apa saja jalan untuk mencapai alam Bodhisatwa tersebut?
    III. Pembahasan
    Analisa dari segi etimologis , kata Bodhisattva (Sansekerta)/Bodhisatta (Pali) terbentuk dari dua kata, yakni Bodhi yang bermakna penerangan atau pencerahan dan Sattva/Satta yang berarti makhluk. Sehingga Bodhisattva/Bodhisatta berarti : “makhluk yang bercita-cita untuk mencapai pencerahan sempurna”.
    Penting untuk menyadari bahwa aliran-aliran Hinayana menegaskan bahwa sebelum menjadi Buddha, seseorang harus mengikuti jalan bodhisattwa. Baik Hinayana maupun Mahayana memiliki catatan tentang hikayat-hikayat Jataka yang menggambarkan kehidupan terdahulu Buddha Shakyamuni sebagai bodhisattwa.
    Mahayana juga menegaskan bahwa semua orang bisa menjadi seorang Buddha, karena semua orang memiliki unsur sifat dasar Buddha yang memungkinkan pencapaian ini. Hinayana tidak membahas sifat dasar Buddha. Meskipun demikian, Theravada menyebutkan ratusan Buddha di masa lalu. Satu sutta Theravada bahkan menyebutkan dua puluh tujuh nama. Semuanya adalah bodhisattwa sebelum menjadi Buddha. Dan nantinya orang yang telah mencapai cita-cita pencerahan dan bekerja untuk pembebasan makhluk lainnya disebut dengan Bhodisatwa. Bodhisatwa merupakan cita-cita spiritual dari mahayana.
    Cita-cita Bodhisatwa ini dipelihara oleh filsafat Mahayana yang berepndapat bahwa semua pribadi tidak nyata sebagai fenomena tertentu yang terpisah, dan bahwa mereka semua sebenarnya didasarkan pada realitas transedental tunggal. Adapun ajalan/tahap yang harus dilewati buddha untuk mencapai Budhisme atau alam Bodhisatwa adalah:
    1. Munculnya pemikiran mengenai Bodhi (pramudita/kegembiraan)
    2. Bodhisattva mengembangkan dirinya dalam berbagai macam bhuwana yang membuatnya mampu membuang kemarahan, kebencian, kesalahan,dan memperkuat iman, belas kasih dan ketidak tertarikan.
    3. Orang yang sedang mencari nirvana itu menampakan kesabarannya. Orang itu menyerahkan semua kecenderungan egoismenya dan melatih diri dengan bekerja danmengolah keutamaan.
    4. Mulai belajar meditasi untuk memahami empat kebenaran dalam terang yang benar.
    5. Saat dhyana dan samadi.
    6. Saat pertobatan. Pada tahap ini sama sekali bebas dari nafsu dan masih berkeinginan menjadi Buddha dan bermaksud menyelamatkan manusia, yang membaktikan dirinya demi tercapainya pengetahuan sempurna, yang membuatnya mampu meraih tujuannya yakni keselamatan universal.
    7. Saat bebas dari keinginan-keinginan akan hal-hal khusus saat ini pikirannya tidak terikat pada benda-benda dan ia menjadi tidak dapat diubah/digerakkan.
    8. Tahap dimana keutamaan tertinggi tercapai atau menguasai manusia
    IV.Daftar Pustaka
    Maswinara, I Wayan. 1999. Filsafat Hindu Sarva Darsana Samgraha. Surabaya: Paramita
    http://vincentspirit.blogspot.com/2012/04/arti-kata-bodhisattva.html.

    BalasHapus
  23. NAMA : NI LUH EKA AGUSTINI
    NIM : 11.1.4.5.1.16
    NO ABSEN: 6
    PANCAKKHANDA
    BAB I PENDAHULUAN
    Menurut Pandangan Buddhis, apa yang kita anggap sebagai makhluk, orang atau aku hanya merupakan kombinasi dari kekuatan atau energy phisik dan mental, yang selalu dalam keadaan bergerak dan berubah, terdiri atas pancakkandha. Pancakkanda adalah lima kelompok kemelekatan atau lima kandha yang membentuk manusia atau makhluk.
    BAB II RUMUSAN MASALAH
    Apa bagian-bagian Pancakkhanda ?
    BAB III PEMBAHASAN
    1. Rupakkhanda (Kelompok Jasmani)
    Rupakkhanda ini terdiri dari empat unsur yang disebut Mahabhuta yakni : unsure padat, cair, panas, angin. Keempat unsur ini dapat dihubungkan dengan panca indera kita seperti mata, hidung, telinga, lidah dan badan dengan obyeknya sasarannya seperti bentuk benda yang terlihat, suara, bebauan, perasaan lidah dan benda-benda yang dapat disentuh dan juga pikiran, gagasan, konsepsi, yang ada dalam alam pikiran (Dhamma-yatana). Jadi Rupakkhanda mencakup semua bentuk-bentuk secara keseluruhan baik yang berada di dalam badan kita maupun yang menjadi objek sasarannya.
    2. Vedanakkhanda (Kelompok Perasaan)
    Semua perasaan seperti perasaan bahagia, sedih, dan perasaan netral yang timbul karena adanya kontak dari indera kita dengan dunia luar. Jenis perasaan adalah sebagai berikut :
    a) Perasaan yang timbul dari kontak melalui mata dengan betuk-bentuk yang terlihat.
    b) Perasaan yang timbul dari kontak melalui telinga dengan suara yang didengar.
    c) Perasaan yang timbul dari kontak melalui hidung dengan bebauan yang dicium.
    d) Perasaan yang timbul dari kontak melalui lidah dengan rasa yang dikecap.
    e) Perasaan yang timbul dari kontak melalui badan dengan sentuh-sentuhan,
    f) Perasaan yang timbul dari kontak melalui pikiran dengan objek pikiran , gagasan, dan konsepsi.
    3. Sannakkhanda (Kelompok Pencerapan)
    Sana artinya pencerapan atau perekaman. Segala sesuatu yang kita alami melalui indera-indera kita, semua itu dicerap dan direkam. Sebagaimana halnya, perasaan pencerapan ini pun terdiri dari enam jenis yang berhubungan dengan keenam indera kita dengan objek sasaran masing-masing. Pencerapan ini juga tercipta oleh karena indera kita mengadakan kontak dengan dunia luar.
    4. Sankharakkhanda (Kelompok Bentuk Pikiran)
    Dalam Sankharakkhanda ini termasuk semua kegiatan kehendak kita, yang baik atau yang buruk. Karma (Kamma) termasuk dalam Sankharakkhanda. Kehendak (cetana) adalah suatu bentuk mental, kegiatan mental. Tugasnya adalah mengarahkan pikiran kita ke pebuatan baik,pebuatan buruk ataupun perbuatan netral. Sebagaimana halnya dengan perasaan dan pencerapan, kehendak ini pun terjadi atas enam jenis yang berhubungan dengan keenam indera kita bersama obyek sasaran masing-masing, baik material, maupun mental.’’
    5. Vinnanakkhanda (Kelompok Kesadaran)
    Vinnana atau kesadaran adalah reaksi atau respon yang mempunyai dasar salah satu dari keenam indera kita dengan obyek-obyek sasaran dari indera yang bersangkutan. Misalnya : kesadaran mata (cakkhu-vinnana) mempunyai mata sebagai dasar dan benda-benda sebagai obyek sasaran yang dapat dilihat.
    Kesadaran pikiran (mana-vinnana) mempunyai pikiran sebagai dasar dan idea tau gambaran pikiran sebagai obyek. Dari kedua contoh tersebut bahwa kesadaran selalu dihubungkan dengan indera-indera kita. Sebagaimana halnya dengan perasaan, pencerapan dan kehendak, kesadaran pun terdiri atas enam jenis, yaitu kesadaran yang berhubungan dengan keenam indera kita dan obyek sasaranya. Tingkat pencerapan (sanna) yang dapat mengenal warna itu sebagai warna biru. Kesadaran mata hanya berfungsi untuk melihat benda. Tetapi melihat beum tentu mengenalnya. Begitu pula halnya dengan kesadaran indera-indera lainnya.
    DAFTAR PUSTAKA
    Tim Penyusun, 1999. Buku pelajaran Agama Hindu Sekolah Menengah Tingkat Atas Kelas II. Surabaya : Paramita
    http://www.wihara.com/forum/theravada/7134-panca-khanda.html
    http://www.scribd.com/doc/53175999/Panca-Khanda

    BalasHapus
  24. TUJUAN MANUSIA HIDUP MENURUT AJARAN BUDDHA

    Oleh: Ni Putu Etika Adnyani
    NIM: 11.1.4.5.1.51

    JURUSAN TEOLOGI
    FAKULTAS BRAHMA WIDYA
    INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR

    BAB I
    PENDAHULUAN
    1.1 Latar Belakang
    Buddha merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia.Kitab sucinya adalah Tripitaka yang berarti tiga keranjang,terbagi atas Tata Tertib (Vinaya Pitaka),Ceramah (Sutta Pitaka),dan Ajaran Pokok (Abhidhamma Pitaka).
    Vinaya Pitaka sebagian besar menguraikan tentang peraturan dan ketetapan bagi para Bhikkhu dan Bhikkuni.Sutta Pitaka merupakan kitab yang terdiri atas ceramah pelajaran utama yang disampaikan oleh Buddha.Sedangkan Abhidhamma Pitaka adalah kitab yang terpenting yang berisikan filsafat dan saripati ajaran Buddha.Dalam paper ini penulis berusaha untuk menyampaikan salah satu hal yang terdapatdalam Abhidhamma Pitaka yakni mengenai tujuan hidup dalam ajaran Buddha.

    1.2 Rumusan Masalah
    1.2.1 Bagaimana pandangan umum mengenai ajaran Buddha?
    1.2.2 Apa saja ajaran yang ada dalam Teologi Budha?
    1.2.3 Apa tujuan hidup menurut Buddha?

    BAB II
    PEMBAHASAN
    2.1 Pandangan umum ajaran Buddha
    Buddha merupakan suatu jalan penerangan sempurna yang unik.Dalam bahasa Pali istilah agama Buddha adalah Dhamma.Dhamma adalah ajaran kenyataan,merupakan suatu alat pembebasana dari penderitaan dan pembebasan itu sendiri (Mahathera,1992:286).
    Dhamma hidup dalam kekekalan, dan akan tersembunyi karena kebodohan manusia.Dhamma yang agung ini bukan sesuatu yang terpisah sendiri.Dhamma tergantung pada diri sendiri dan harus disadari oleh diri sendiri.
    Tripitaka kitab suci agama Buddha yang berarti tiga keranjang,terbagi atas:1.Vinaya Pitaka,2.Sutta Pitaka,3.Abhidhamma Pitaka.Ada beberapa sifat istimewa yang ada dalam ajaran Buddha,diantaranya adalah:kebahagiaan,hukum sebab akibat yang berkenaan dengan kebahagiaan,tolerasnsi,kasta,hal-hal yang berkaitan dengan wanita serta agama Buddha tanpa kejahatan.
    2.2 Ajaran-ajaran dalam Teologi Buddha
    Ada empat dasar dalam keyakinan agama Buddha yang disebut dengan Empat Kebenaran Mulia,merupakan sifat Utama dan dasar agama Buddha yang tak tergoyahkan.Adapun pembagiannya adalah:1.Penderitaan (dasar kebenaran agama Buddha),2.Sebab penderitaan yakni, nafsu keinginan,3.Akhir penderitaan yakni,Nibbana (yang terindah dari Buddha) dan 4.Jalan tengah.Dalam Buddha juga mengenal adanya Empat Kesunyataan Mulia, yang terdiri atas 1.Kamma, 2.Kelahiran kembali (Tumimbal Balik),3.Nibbana dan 4.Kesempurnaan.
    2.3 Tujuan Hidup dalam Ajaran Buddha
    Nibbana terdiri atas kata Ni (suatu unsur negatif) dan Vana (jalinan atau keinginan).Nibbana adalah keinginan untuk memisahkan diri dari nafsu.Sifat Nibbana adalah kekal (dhuva),dinginkan (subha),bahagia (sukha).Nibbana dapat dicapai dengan menggunakan jalan tengah yang terdiri atas:pengertian benar, pikiran benar,ucapan benar,perbuatan benar,dan konsentrasi benar.Menurut urutan pengembangannya,kesusilaan,konsentrasi dan kebijaksanaan adalah tiga tahapan menuju Jalan Raya Agung yang membimbing menuju Nibbanna.
    Selain jalan diatas terdapat pula jalan kedua untuk menuju Nibbanna yakni,Konsentrasi (samadhi),kecocokan dari pokok-pokok untuk pembawaan yang berbeda,Asubha,Anussati dan Brahmavihara.Itulah yang dapat menuntun manusia mencapai tujuan Buddha (Nibbanna).

    DAFTAR PUSTAKA
    Mahathera,Ven. NARADA.1992.Sang Buddha dan Ajaran-ajaranNya (Bagian 2). Jakarta:Yayasan Dharmmadipa Arana.

    BalasHapus
  25. NAMA : I PUTU WAHYU LIKA UMBARA
    NIM : 11.1.4.5.1.34

    MANTRAYANA BUDHA

    BAB I
    PENDAHULUAN
    1.1 Latar Belakang
    Secara garis besar agama Budha terbagi kedalam tiga fase. Fase pertama adalah Hinayana/Theravada dan fase kedua adalah Mahayana yang lahir karena merespon kekakuan aliran sebelumnya. Kedua fase ini lahir 100 tahun sesudah Sidharta Gautama meninggal dunia, yang pada waktu diadakan Pasamuan Agung ke II di Vesali. Jadi, terpecahnya agama Budha kedalam dua aliran besar baru ada jauh sesudah Budha Gautama Meninggal dunia.
    Lain halnya kedua aliran tersebut, aliran Mantrayana yang akan menjadi salah satu pembahsan dalam paper ini, adalah merupakan fase dari perkembangan agama Budha. Meskipun pada tahap-tahap selanjutnya tidak mungkin dipungkiri adanya aliran-aliran yang terus muncul diantaranya Tantrayana dan Vajrayana.
    1.2 Rumusan Masalah
    - Apa pengertian Mantrayana ?
    - Bagaimana harapan orang Budhisme pada masa yang akan datang ?


    BAB II
    PEMBAHASAN
    2.1 Pengertian Mantrayana
    Mantrayana dimulai pada abad ke-4 dan mendapat mometumnya setelah abad ke-5. Apa yang telah dilakukannya telah memperkaya Budhism dengan perlengkapan tradisi Ghoib, mempergunakannya untuk tujuan kemudahan pencarian bagi pencerahan/penerangan. Didalam cara ini banyak mantra, mudra, mandala dan dewa ketuhanan, secara tidak sistematis diperkenalkan kedalam Budhism. Ini adalah setelah tahun 750, diikuti oleh suatu sistematis yang dinamakan Vajrayana, yang menyerasikan semua ajaran sebelumnya dengan satu kelompok mengenai panca-tatagatha (Panca Dyani Budha). Dalam Mantrayana, karenanya, seseorang bermeditasi pada diri sendiri sebagai sebuah rumah besar ilahi, rombongan ilahi, alat ritual ilahi, dan perbuatan ilahi memurnikan kosmos dan penduduknya dengan cara yang sama sebagai seorang Buddha.

    2.2 Harapan Budhisme pada masa yang akan datang
    Menurut kepercayaan Budhisme ini, pada masa yang akan datang diharap kedatangan seorang Budha baru yaitu Maitreya. Harapan demikian terdapat juga dalam agama Kristen yang mengharapkan kedatangan Yesus Kristus kembali ke dunia, sedang di kalangan umat Islam diantaranya ada yang mengharap-harapkan kedatangan Imam Mahdi pada akhir zaman nanti. Pada abad ke-7 Budhisme Mahayana masuk ke daerah Tibet dengan lebih dulu mendapatkan tantangan agama dari penduduk asli yang bernama “ Bon “, tapi akhirnya Tibet dapat dikuasai oleh Budhisme tersebut sehingga menjadi Negara Budhis yang dipimpin oleh pendeta-pendeta (Guru-Guru) yang disebut “Lama”. Sebagai tokoh pendeta tertingginya adalah “ Dalai Lama “ yang menjadi kepala mazhab Budhisme tersebut. Dalai Lama dipandang sebagai penjelmaan dari salah satu tokoh Dewa Budha. Tokoh Dalai Lama bertempat tinggal di Lhasa. Pengikut-pengikut mazhab ini senantiasa mengenakan topi kuning. Adapaun tokoh kepala Pendeta yang menganut mazhab yang bertopi merah bertempat tinggal di Tashilumpo, yang menganggap bahwa Dalai Lama merupakan penjelmaan Dewa Budha lainnya. Lamaisme di Tibet sangat mempercayai mantra-mantra dalam usaha mencapai kelepasan samsara, dan didalam agama ini penuh dengan kepercayaan kepada jin-jin dan hal-hal gaib yang mengandung sihir

    DAFTAR PUSTAKA
    Stokes. Gillian, Buddha, PT Gelora Aksara Pratama, Jakarta : 2001
    http://indonesia.tbsn.org/modules/news2/article.php?storyid=725
    http://indonesianbuddhistsociety.wordpress.com/2010/01/26/3-aliran-ajaran-buddha-3-branches-of-buddhism/

    BalasHapus
  26. Nama : Gusti ayu suci adnyani
    No. absen : 5 (lima)
    Nim : 11.1.4.5.1.15
    Judul : kebenaran mulia tentang lenyapnya penderitaan menurut ajaran Buddha.

    1. Pendahuluan
    Agama Buddha lahir dari negara India, lebih tepatnya lagi dari wilayah Nepal sekarang, sebagai reaksi terhadap agama Brahmanisme. Agama Buddha berkembang dengan unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran sang hyang Buddha Gautama. Dalam agama Buddha terdapat empat kebenaran mulia atau disebut juga dengan cattari ariya saccani (catur arya satyani).
    ll. rumusan masalah
    1. Bagaimana kebenaran mulia tentang lenyapnya penderitaan menurut ajaran Buddha?
    lll. Pembahasan
    Kelahiran adalah penderitaan; menjadi tua adalah penderitaan; penyakit adalah penderitaan; kematian adalah penderitaan; kesedihan, ratap tangis, rasa sakit, kesengsaraan (ketidaksenangan) dan keputusasaan adalah penderitaan; tidak memperoleh apa yang diinginkan adalah penderitaan. Salah satu pilar ajaran Buddha yang mendasari cara berpikir Buddha adalah seperti yang tersirat di dalam Empat Kebenaran Mulia (cattari ariya sacca). Di berbagai bagian Sutta Pitaka dapat kita temukan cara berpikir analisis seperti yang terdapat pada konsep Empat Kebenaran Mulia. Cara berpikir tersebut adalah: 1). Memahami Suatu Masalah dan menganalisa masalah tersebut. 2). Menyadari dan menemukan ada penyebab masalah tersebut. 3). Mengetahui bahwa masalah dapat teratasi dan mencari cara penyelesaiannya. 4). Menemukan cara mengatasi masalah tersebut dan Menjalankan caranya.
    Selain itu Empat Kebenaran Mulia juga adalah ajaran khusus para Buddha, yang berarti setiap Buddha selalu mengajarkan 4 Kebenaran Mulia ini walaupun dengan bahasa yang berbeda atau sistematisasi pembagian ajaran yang berbeda. Kebenaran mulia tentang lenyapnya penderitaan menurut ajaran Buddha, terdiri dari empat kebenaran mulia yakni : 1). dukkha ariyasacca, adalah kesunyataan mulia tentang dukkha. Dukkha terjadi karena manusia masih bersifat subjektif dalam memandang realitas terhadap sesuatu, yaitu perubahan. 2). Dukkhasamudaya ariyasacca, adalah kesunyataan mulia tentang sebab-musabab dukkha yakni tanha, dimana sang Buddha mengatakan bahwa hakekat dari hidup di 31 alam kehidupan ini ditandai oleh sifat suka dan duka yang sifatnya tidak kekal, selalu berubah yang disebut dengan dukkha. 3). Dukkha nirodha ariyasacca, adalah kesunyataan mulia tentang lenyapnya dukkha yang disebut nirvana (nibbana). Menurut sang Buddha nirvana yakni ‘ini adalah aman tentram, ini adalah suci, luhur, dimana semua bentuk karma telah terhenti, gugurnya semua lapisan kehidupan, padamnya keinginan nafsu (tanha) disanalah nirvana atau nibbana. 4). Dukkha nirodha gaminipatipada ariyasacca (magga), adalah kesunyataan mulia tentang jalan untuk melenyapkan dukkha (dukkha nirodha gaminipatipada ariyasacca) pada jalan ini seseorang mencapai keariyaan dan menjadi ariya punggala (makhluk suci). Dalam ajaran mulia yang terakhir ini, jalan dalam mencapai pembebasan dari dukkha yakni melalui jalan tengah yang dimana roda kehidupan selalu berputar berulang-ulang tanpa hentinya, terkecuali terhentinya roda kehidupan maka dukkha tersebut telah lenyap. Untuk itu jalan tengah dikenal sebagai ariya atthangika magga (jalan ariya “utama atau mulia” berunsur delapan), adapun diantaranya : samma ditthi (pandangan benar), samma sankappa (pikiran benar), samma vacca (ucapan benar), samma kammanta (perbuatan benar), samma ajiva (penghidupan benar), samma vayama (usaha benar), samma sati (perhatian benar), dan samma Samadhi (meditasi benar).

    IV. DAFTAR PUSTAKA
    Wijaya, Willy Yandi. 2008. Pandangan Benar. Yogyakarta: Insight Vidyasena Production.
    http://www.accesstoinsight.org/ptf/dhamma/sacca/sacca1/index.html
    tim penyusun, 1999. Buku pelajaran agama hindu sekolah menengah tingkat atas kelas ll, Surabaya : paramita.

    BalasHapus
  27. Nama : I Gusti Ayu Mirah Safitri
    NIM : 11.1.4.5.1.54
    31.PERKAWINAN YANG BENAR MENURUT AJARAN BUDDHA
    I. Pendahuluan
    Perkawinan tidak dinilai dari segi fisik saja, melainkan kematangan mental, emosional yang menjadi pengaruh dalam bertambahnya umur dan finansial sangat perlu diperhatikan, jaman sekarang hal itu tidak diperlukannya lagi yang penting seks atau hubungan suami istri saja. Hal-hal tersebut kiranya sering masih samar-samar bagi kebanyakan generasi muda. Mereka seharusnya mengetahui tata bagaimana melaksanakan upacara perkawinan, bagaimana membina keluarga bahagia dan sejahtera, apa kewajiban sebagai suami-istri kewajiban sebagai orang tua terhadap anaknya dan sebaliknya.
    II. Rumusan Masalah
    2.1Bagaimana perkawinan menurut pandangan agama Budha?
    2.2Bagaimana prosesi perkawinan dalam ajaran agama Budha?
    2.3 Bagaimana aturan pernikahan beda agama dalam ajaran Budha?

    III. Pembahasan
    3.1 Perkawinan menurut pandangan agama Budha
    Dalam pandangan agama Buddha, perkawinan adalah suatu pilihan bukan kewajiban, artinya seseorang dapat menjalani hidup berumah tangga atau hidup sendiri. Dalam agama Buddha, hidup berumah tangga atau tidak sama saja. Yang paling penting adalah ia harus konsekuen dan setia terhadap pilihannya, serta melaksanakan tugas dan kewajiban dengan sebaik-baiknya. Di dalam Tripitaka tidak dibahas tentang aturan tata cara perkawinan, tetapi ajaran Sang Buddha menekankan hubungan pria dan wanita dalam lembaga perkawinan, yang memungkinkan mereka dapat membina hidup bersama dengan rukun dan serasi di dalam keluarga bahagia dan sejahtera.
    3.2 Upacara Perkawinan agama Buddha.
    . Upacara perkawinan dapat dilaksanakan di Vihara, di Cetiya atau di rumah juga gedung pertemuan, asalkan di tempat tersebut didirikan sebuah altar. Sarana dan perlengkapan yang diperlukan dalam upacara perkawinan yang didirikan sebuah altar sebagai berikut :Sebuah Buddharupa, Sepasang lilin, Dua buah gelas bersih, belum pernah dipakai dan diisi air suci (tirta) yang nantinya akan dipercikkan kepada kedua mempelai waktu pemberkahan, Sebuah pendupaan untuk tempat mencapkan dupa (hio), Sembilan batang hio, untuk kedua mempelai masing-masing tiga batang, dan untuk pandita loka palasraya tiga batang, Bunga rampai dan bunga lain seperlunya, Sebuah lilin kecil untuk menyalakan lilin di altar, Disediakan tempat duduk untuk mempelai dan sebuah kursi untuk pandita, Sebuah kerudung jingga dan selembar pita kuning. (sudah disediakan oleh Pandita loka palasraya).Bilamana ada cincin kawin, disediakan di altar.
    Pakaian pengantin Buddhis jelas tidak ada. Pakaian pengantin yang dikenakan oleh kedua mempelai adalah pakaian pengantin daerahnya sesuai dengan tradisinya masing-masing.
    3.3 Perkawinan beda agama menurut Buddha
    Perkawinan agama dimana salah seorang calon mempelai tidak beragama Budha, menurut keputusan Sangha Agung Indonesia, diperbolehkan asal pengesahan perkawinannya dilakukan menurut tatacara agama Budha. Dalam hal ini calon mempelai yang tidak beragama Budha, tida diharuskan untuk masuk agama Budha terlebih dahulu. Akan tetapi dalam acara ritual perkawinan, kedua mempelai diwajibkan mengucapkan “atas nama Sang Budha, Dharma dan Sangka” yang merupakan dewa-dewa umat Budha.

    IV. Daftar Pustaka
    Eoh, O.S.1996. Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan Praktek. Jakarta : Raja Grafindo Persada
    http://www.wihara.com/forum/theravada/736-perkawinan-dalam-agama-buddha.html

    BalasHapus
  28. Nama : I Dewa Agung Gede Agung
    Nim : 11.1.4.5.1.29
    17. Tuhan Dan Sang Buddha Gautama
    BAB I
    PENDAHULUAN
    1.1 Latar Belakang
    Agama merupan pandangan utama dan pandangan hidup bagi kehidupan manusia, ajaran dan konsep utama dalam agama adalah keyakinan akan adanya tuhan yang menciptakan segalanya yang di sebut dengan aturan. Namun ajaran tentang tuhan pada suatu agama berbeda satu agama dengan agama lainnya. Namun tuhan menciptakan manusia dan segala sesuatunya tidak melaikan kecuali hanya untuk menyembah dan taat kepadanya dan inti atau yang paling utama dalam semua dari ajaran agama adalah keyakinanya kepada tuhan. Dan pada kesempatan makalah ini, akan membahas tentang Tuhan dan Sang Buddha Gautama.
    1.2 Rumusan Masalah
    Bagaimana pandangan mengenai tentang Tuhan dan Sang Buddha Gautama
    BAB II
    PEMBAHASAN
    2.1 Tuhan dan Sang Buddha Gautama
    Perlu di tekankan bahwa di dalam ajaran Buddha yang sesungguhnya (aslinya) sang Buddha Sidharta Gautama bukanlah tuhan melainkan hanyalah seorang guru, juru pandu bagi manusia. Konsep ketuhanan dalam agama buddha berbeda dengan konsep dalam agama samawi dimana alam semesta diciptakan oleh tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke surga ciptaan tuhan yang kekal, tetapi konsep didalam agama Buddha bahwasannya asal muasal dan penciptaan alam semesta bukan berasal dari tuhan, melainkan karena hukum sebab dan akibat yang telah disamarkan oleh waktu, dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana batin manusia tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya, tidak ada dewa-dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran serta realitas sebenar-benarnya. Bila kita mempelajari ajaran agama Buddha seperti yang terdapat dalam kitab suci Tipitaka, maka bukan hanya konsep ketuhanan yang berbeda dengan konsep ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep-konsep tentang alam semesta, terbentuknya bumi dan manusia, kehidupan manusia di alam semesta, kiamat dan keselamatan atau kebebasan.
    Tuhan dalam agama Buddha yang bersifat non-teis (yakni, pada umumnya tidak mengajarkan keberadaan tuhan sang pencipta atau bergantung kepada tuhan sang pencipta demi dalam usaha mencapai pencerahan, sang Buddha Gautama adalah pembingbing atau guru yang menunjukkan jalan menuju nirwana ) serta selama hidupnya Buddha Gautama tidak pernah mengajarkan cara-cara menyembah kepada tuhan maupun konsepsi ketuhanan meskipun dalam wejangannya kadang-kadang menyebut tuhan, ia lebih banyak menekankan pada ajaran hidup suci, akan tetapi ketuhanan brahma, tetap di akui oleh buddha sidharta Gautama, ia tetap mengakui brahma sebagai tuhannya. Oleh karena ajarannya yg tentang ketuhanan yang tidak bekitu banyak diuraikan dan di jelaskan , maka sepeninggalan Buddha, patung Buddha sendiri telah menjadi sembahan yang utama bahkan juga sisa peninggalannya seperti abu mayatnya, potongan kukunya, rambutnya yang tersimpan dalam stupapun telah dipuja dan disembah. Padahal Buddha Gautama mencela penyembahan kepada patung dan berhala tetapi penganut Buddha sendiri sepeninggalannya telah menempatkan patung-patungnya didalam candi, kuil dan stupa untuk disembah. Dalam hal ini kita dapat menyimpulkan bahwa Buddha Gautama sendiri tetap menuhankan brahma semata, ia tidak menyakini ketuhanan yang lain hanya Buddha Sidharta Gautama tidak menjelaskan dan menerangkan tentang dasar-dasar bagaimana cara beriman dan menyembah kepada tuhan dalam agamanya.
    DAFTAR PUSTAKA
    Donder, I Ketut. 2010. Teologi. Surabaya : Paramita
    Mahāthera, Nārada. 1996. Sang Buddha dan Ajaran-ajaranNya. Jakarta : Yayasan Dhammadīpa Ārāma
    https://www.google.com/#q=tuhan+dan+sang+buddha+gautama

    BalasHapus
  29. Nama : I Nyoman Alit Wirawan
    NIM : 11.1.4.5.1.19
    9. PUNCAK DAN PENYELESAIAN SENGSARA

    I. PENDAHULUAN
    1.1 Latar Belakang
    Di dalam kehidupan sehari-hari terutama orang di kalangan ekonomi menengah ke bawah, tidak asing lagi dengan kata sengsara. Sengsara sering kali tidak dapat dijelaskan secara penuh tetapi lebih ke perasaan. Sengsara merupakan kesulitan, kesusahan hidup, penderitaan. Kesengsaraan sering kali muncul secara tiba-tiba, menyita bukan hanya pikiran tetapi juga emosi manusia. Tak jarang manusia menjadi cemas, kuatir, dan takut setiap kali dihadapkan kesengsaraan atau penderitaan hidup. Penderitaan menjadi sesuatu yang menakutkan, mengerikan, dan tidak diinginkan keberadaannya. Melihat betapa peliknya masalah tentang kesengsaraan, beragam kelompok kemudian mencoba untuk memformulasikan tentang kesengsaraan, puncak sengsara serta penyelesaiannya.

    II. RUMUSAN MASALAH
    2.1 Bagaimanakah Puncak Sengsara?
    2.2 Bagaimanakah Penyelesaian Sengsara ?
    III. PEMBAHASAN
    3.1 Puncak Sengsara
    Setiap orang mencari kedamaian dan keharmonisan, karena inilah yang kurang dalam kehidupan kita. Dari waktu ke waktu kita semua mengalami gejolak, gangguan, ketidakharmonisan, penderitaan dan ketika seseorang menderita karena bergejolak, seseorang tidaklah menyimpan gejolak ini untuk seorang diri saja. Ia juga akan membagikannya ke orang lain. Gejolak akan menyelimuti atmosfir di sekeliling orang yang menyedihkan tersebut. Setiap orang yang berhubungan dengannya juga menjadi terganggu dan bermasalah. Disinilah di mana seseoarang dikatakan mengalami puncak kesengsaraan.
    3.2 Penyelesaian Sengsara
    Untuk keluar dari permasalahan, seseorang harus mengetahui alasan dasarnya, penyebab dari penderitaan. Jika seseorang menyelidiki permasalahan, akan menjadi jelas bahwa kapan pun seseorang mulai membangkitkan kenegatifan atau kekotoran apapun dalam pikiran, seseorang menjadi bermasalah. Kenegatifan dalam pikiran, kekotoran atau ketidakmurnian batin tidak dapat eksis bersamaan dengan kedamaian dan keharmonisan.
    Di dalam ajaran Buddha manusia ini hidup dalam keadaan samsara (sengsara),oleh karena itu tiap manusia wajib melepaskan diri dari kesengsaraan dengan cara memadamkan berbagai nafsu yang ada.Nafsu itu dapat dipadamkan denga menempuh 8 Jalan Kebenaran (Astavida).
    8 Jalan Kebenaran (Astavida):
    • Pandangan/pengetahuan yang benar.
    • Niat yang benar.
    • Perkataan yang benar.
    • Perbuatan/tingkah laku yang benar.
    • Penghidupan/mata pencaharian yang benar.
    • Usaha yang benar
    • Perhatian/renungan yang benar.
    • Semedi/Bersemedi (Mengakui kesalahan dan memohon akan keberkahan/ampunan).
    IV. DAFTAR PUSTAKA
    http://bhagavant.com/seni-hidup-meditasi-vipassana
    http://catatan-muflih.blogspot.com/2013/11/perkembangan-agama-hindu-dan-budha-di.html

    BalasHapus
  30. Nama : I gede Pasek Mancapara
    NIM : 11.1.4.5.1.31
    JUDUL : Tantrayana BUddha
    BAB I
    PENDAHULUAN
    Dalam agama Buddha Secara umum ajarannya terbagi menjadi tiga aliran, diantaranya Theravada/ Hinayana yang merupakan pencapaian tertinggi seorang arahat, Mahayana sebagai aliran yang pencapaian tertingginya sebagai seorang Bodisattva, dan Tantrayana/ Vajrayana sebagai aliran yang pencapaian tertingginya sebagai seorang Buddha. Hinayana merupakan ajaran yang lenih menekankan pada pencapaian sebagai Arahat, sedangkan Mahayana merupakan ajaran yang lebih pada pencapaian sebagai Bodhisattva. Tantrayana sering disebut sebagai jalan pencapaian Bodhisattva. Untuk lebih lanjut akan dibahas secara singkat dan khusus mengenai Tantrayana. Misteri yang terdapat dalam Tantrayana membuat penulis ingin mengetahuinya lebih jauh lagi.


    BAB II
    RUMUSAN MASALAH
    1. Bagaimana filosofi dari Tantrayana ?
    2. Apa itu Tantrayana ?
    BAB III
    PEMBAHASAN
    3.1 Filosofi Tantrayana
    Dalam Buddha secara filosofis ajaran didalamnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang pertama Hinayana / Praktimokshayana yang salah satunya Theravada, dan yang ke dua yaitu Mahayana.
    Tantrayana juga disebut dengan istilah Vajrayana. Tantrayana merupakan sub sekta dari Mahayana. Tantrayana merupakan perkembangan lanjutan dari Mahayana yang memiliki peranan penting dalam penyebarannya di india hingga asia sejak awal tahun 400 Masehi. Munculnya Tantra terjadi pada suatu peristiwa penting di India pada periode ketiga yaitu pada tahun 500-1000 M yang merupakan pencapaian pemikiran kreatif Buddha di India yang ketiga dan terahir. Aliran Agama Buddha Tantrayana ini menekankan pada hal akhir tentang keselamatan tertinggi/ Nibbana yang dapat dicapai melalui berbagai macam metode meditasi, visualis, mantra, serta mudra.

    3.2. Pengertian Tantrayana
    Tantrayana merupakan suatu aliran dalam Buddha yang memiliki arti merajut atau menenun, hal ini merujuk pada bagaimana memahami sifat-sifat sejati Buddha sebagaimana gabungan antara fikiran, ucapan, dan tindakan yang bersifat rahasia. Sedangkan istilah lain dari Tantrayana yang sering disebut Vajrayana memiliki arti kendaraan yang tidak dapat rusak. Yang berasal dari suku kata Vajra yang berarti halilintar/ intan dalam bahasa sansekerta, hal tersebut menggambarkan intan sebagai unsur terkeras di bumi.

    DAFTAR PUSTAKA
    http://id.m.wikipedia.org/wiki/Wajrayana
    http://study-budhisme.blogspot.com/2013/05/aliran-tantrayana-mantrayana-dan.html?m=1

    BalasHapus
  31. NAMA : IDA BAGUS GEDE BAJRA ADNYANA
    NIM : 11.1.4.5.1.36
    JUDUL : ROH DALAM AJARAN BUDDHA (24)

    BAB I
    PENDAHULUAN
    1.1 Latar Belakang
    Roh merupakan sumber kehidupan manusia. Manusia dapat hidup karena adanya roh. Diibaratkan sebagai sebuah senter, senter tidak akan dapat menyala apabila tanpa battray. Begitu pula manusia, manusia tidak akan hidup tanpa adanya roh. Roh bersifat kekal, yang tidak dapat kita lihat secara kasat mata. Roh berbeda dengan jasmani kita. Perbedaannya jika jasmani kita dapat tumbuh,lapuk, hingga kita meninggal.
    BAB II
    RUMUSAN MASALAH
    2.1 Bagaimana roh dalam ajaran buddha ?
    BAB III
    PEMBAHASAN
    3.1 Roh Dalam Ajaran Buddha
    Roh tidak dapat tumbuh, lapuk sampai kita meninggal dunia. Ketika jasmani kita meninggal, maka roh yang berada di dalam diri kita berpindah ke tubuh lainnya. Dalam agama Buddha konsep Roh tersebut diatas bertolak belakang dengan salah satu dari empat hukum universal yang disebut dengan Tilakkhana. Ada tiga corak kehidupan dalam hukum Tilakkhana, yaitu: Anicca, Dukkha, dan Anatta. Sabbe Sankhara Anicca, yang artinya semua yang berkondisi tidak kekal. Berbeda dengan konsep roh yang kekal, yang tinggal berpindah dari satu tubuh ke tubuh yang lainnya. Anicca ini termasuk hukum universal, Karena semua makhluk, suku apapun, agama apapun, dan ras apapun tetap mengalami ketidak-kekalan. Dhamma adalah ajaran kebenaran yang realistis, masuk akal, dan bisa dibuktikan oleh Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Selanjutnya Sabbe Dhamma Anatta, yang artinya semua yang berkondisi maupun tidak berkondisi bukan aku, bukan milikku, bukan roh!
    Ajaran Buddhisme tentang Kelahiran kembali berbeda dari teori Transmigrasi atau Reinkarnasi dari ajaran lain yang mempercayai adanya jiwa/roh yang kekal. Ajaran menolak adanya suatu jiwa yang kekal. Segala sesuatunya mengalami perubahan yang konstan dari waktu ke waktu, seperti halnya suatu proses, kehamilan berlanjut ke proses kelahiran, bayi tumbuh menjadi anak-anak, anak-anak tumbuh mejadi remaja, remaja tumbuh menjadi dewasa, lalu menjadi tua dan mati.

    Tak ada kehidupan yang bisa menembus segala waktu, yang ada hanyalah suatu Khandha atau juga dikenal sebagai Agregat ( Unsur / Kelompok penyusun kehidupan atau Unsur pokok yang terkumpul dalam suatu massa yang selalu berubah ). Proses perubahan ini mungkin cepat dan bisa diamati, atau lambat dan mengendap-endap sehingga tidak bisa diamati, namun yang pasti, semuanya senantiasa dalam proses perubahan ke sesuatu yang lain, perubahan adalah suatu hukum kodrat Alam yang tidak dapat kita sangkal keberadaannya. Dalam ajaran Buddha tidak ada pelaku, namun yang ada hanyalah perbuatan melakukan ; tidak ada yang mengalami, yang ada hanyalah pengalaman. Dalam Buddha diajarkan bahwa hanya ada Panca Khandha (Lima Kelompok Kehidupan ): Panca Khandha (Pali) atau Panca Skandha (Sanskerta) berasal dari kata “panca” dan “khandha”. Panca berarti lima dan khandha berarti kelompok /kumpulan. Jadi panca khandha berarti lima kelompok pembentuk kehidupan. Jadi, apa yang disebut sebagai makhluk hidup termasuk manusia, dalam pandangan Buddha Dhamma adalah hanya merupakan perpaduan dari Panca Khandha yang saling bekerja sama secara erat satu sama yang lain. Tidak ditemukan suatu atma/atta atau roh yang kekal dan abadi.
    IV. DAFTAR PUSTAKA
    http://daqoiqul.blogspot.com/2012/06/ajaran-buddha-tentang-manusia.html
    Walshe Willy Liu, M. O’C., 2010 Ajaran Buddha dan Kematian, Vidyāsenā Production, Yogyakarta

    BalasHapus
  32. Nama: Komang Agus Suharta
    NIM: 11.1.4.5.1.37
    Judul: BUDDHA WAIROCANA
    BAB I
    PENDAHULUAN
    1.1. Latar belakang

    Dimulainya dari kehidupan Siddhartha atau Gautama Buddha, sebagai cahaya Asia dan pendiri Buddhisme, sungguh-sungguh sangat terkenal. Lahir dalam keluarga kerajaan Kapilavastu (dikaki pegunungan Himalaya, sebelah Utara India) pada abad ke IV sebelum masehi, Siddhartha meninggalkan kehidupan duniawi pada awal kehidupanya.(Maswinara: 1999: 77). Melihat dari lahirnya Buddha oleh Siddhartha Gautama, ajarannya bersifat atheism dan spiritual. Pengertian Buddha merupakan sebutan yang diberikan kepada orang yang telah mendapatkan pengetahuan langsung mengenai kodrat sejati dari segala hal. Dimana kata Buddha berasal dari kata Bud yang artinya mengetahui, bangun, sadar, dan Dha yang artinya yang sempurna. Jadi Buddha merupakan sebutan yang diberikan sebagai tanda bagi pencapaian spiritual tertinggi da kebahagiaan abadi (nirvana). Tujuan akhir perjalanan hidup manusia adalah Niwana.(Pasek Gunawan: 2012: 190). Buddha Wairocana boleh juga disebut dengan Buddha Dharmakaya atau Buddha Mahasurya.

    1.2. Rumusan masalah

    1.2.1. Apa yang dimaksudkan dan siapa Buddha Wairocana tersebut?
    1.2.2. Apa yang disebut Berhala dan Rupa dalam Buddha Wairocana tersebut?

    BAB II
    PEMBAHASAN
    2.1. Sekilas tentang Buddha Wairocana
    Wairocana merupakan Buddha yang sering ditafsirkan sebagai tubuh yang terbekati dari Buddha Gautama, ia juga disebut sebagai Buddha Dharmakaya dan Buddha Matahari. Dalam Buddhisme China-Jepang, Wairocana juga dianggap sebagai penubuhan dari konsep sunyata atau ketiadaan. Kemudian Buddha Wairocana sedang duduk di atas teratai. Dia atas seribu bunga mengelilingi aku ada seribu Sakyamuni Buddha. Setiap bunga itu menyongkong seratus juta dunia, dalam setiap dunia ada pula Buddha Sakyamuni yang muncul, semuanya diperduduk di bawah sebatang pokok Bodhi. Semua Buddha yang tidak terkira banyaknya ini ada Wairocana dalam sarira mereka. Dijelaskan juga Buddha Wairocana adalah bagian ke lima dari Panca Dhyani Buddha, yang merupakan Lima para Buddha yang telah mencapai Samyak Sambodhi menurut waktu kosmik atau disebut juga Kosmik Buddha jauh sebelum Sakyamuni Buddha menurut sejarah. Mudra adalah suatu gerakan tangan yang mempunyai arti dan lambang. Yang bagiannya adalah Aksobhya Dhyani Buddha, Ratnasambhava Dhyani Buddha, Amitabha Dhyani Buddha, Amoghasidhi Dhyani Buddha, dan Wairocana Dhyani Buddha.

    2.2. Berhala dan Rupa
    Berkenaan dengan kekosongan, rupa Wairocana yang besar dan berkilauan menjadi peringatan bahwa semua kewujudan yang ada dalam ruang ini kosong saja dan tiada jati yang kekal. Rupa Wairocana di kuil Todaiji di Nara merupakan rupa yang terbesar sekali di dunia bagi Buddha Wairocana. Di Jawa ada candi Mendut yang dibina pada abad ke-9 M dekat dengan candi Borobodor di Yogjakarta. Berhala tersebut merupakan patung batu berukir Buddha Wairocana didudukkan dengan mudra Dharmachakra. Berhala itu ada sebaris dengan Bodhisatwa Avalokiteswara dan Vajrapani.
    DAFTAR PUSTAKA
    Maswinara, I Wayan. 1999. Sistem Filsafat Hindu. Surabaya : Paramita
    Gunawan, Pasek I Ketut. 2012. Filsafat Hindu Nawa Darsana. Surabaya : Paramita
    http://sanskartamelayu.blogspot.com/2011/09/buddha-wairocana.html (29 November 2013)
    http://reporterkedu.wordpress.com/2010/05/31/panca-dhyani-buddha/ (29 November 2013)

    BalasHapus
  33. Nama: I Nyoman Serina Dana
    Nim:11.1.4.5.1.38
    Jurusan : Teologi
    Tugas Teologi Budha Tentang Sembilan Alam Budha
    PENDAHULUAN
    1.1 Latar Belakang
    Perkembangan agama budha begitu singkat setelah keluar dari agama hindu dimana kontropersi agama budha terhadap ritual yang dilakuakan agama hindu yang diangap tidak ada manfaat dan memnyulitkan masyarakat saja. Dimana dharma dianggap sebagai ajaran yang tertinggi dari segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan manusia di dunia ini. Budha mengajarkan manusia untuk mencapai pencerahan jiwa untuk mencapai nirwana atau parinirwana. Dimana agama budha mempunyai Sembilan alam yang harus diperhatikan dalam kehidupan ini yang adapat membuat kehidupan manusia menjadi lebih baik. Dengan alas an inilah penulis inggin mengetahu bagian-bagian alamyang ada dalam ajaran agama budha.
    1.2 Rumusan Masalah
    1. bagaimana pandangan budha terhadap kehidupan?
    2. bagaimana pembagian alam menurut budha?
    PEMBAHASAN
    2.1. Pandangan Agama Budha Terhadap Kehidupan
    Setiap agama memiliki cara pandang berbeda mengenai awal dan akhir kehidupan mahkluk yang menghuni alam semesta ini, ada yang berpandangan bahwa bumi ini adalah pusat kehidupan mahkluk dan mengganggap manusia adalalah mahkluk yang paling sempurna dan berhak melakukan apa saja sesuai kebutuhan dan kehendak.

    2.2. Alam-Alam Menurut Budha
    Buddha membagi alam kehidupan mahluk yang berdiam, sangat berbeda dengan ajaran lain. Alam tiada yang kekal, selalu berubah, mengalami pembentukan, proses perubahan atau pelapukan dan timul kembaliNamun Buddha tidak menyimpan untuk diri sendiri kemampuan pengetahuan tentang tingkat, jumlah dan cara pencapaian alam-alam tersebut, Buddha membabarkan ajaran-Nya sehingga para siswa Buddha dapat menyelaminya sendiri, mengetahui sendiri sesuai Jalan yang telah ditunjukkan-Nya. Tri loka adalah sebutan lain untuk ke tiga alam tersebut, kesunyataannya,tidaklah kekal-abadi. Karena, masing-masing alam tersebut mempunyai masa hidup sendiri-sendiri, dan setelah masa waktu untuk hidup di salah satu alam tersebut habis, maka makhluk yang belum mencapai “Arahat” akan melanjutkan hidupnya di alam-alam yang lain. Pembahasan kali ini mengenai satuan waktu hidup dalam alam kehidupan ini.
    Alam yang ada menurut demensi waktu yaitu :
    1. Neraka Besar (Mahâ-niraya),
    2. Neraka Kecil (Ussadaniraya).
    Neraka besar terdiri atas delapan alam:
    1. Sañjîva
    Alam kehidupan bagi makhluk yang secara bertubi-tubi dibantai dengan pelbagai senjata; begitu mati langsung terlahirkan kembali di sana secara berulang-ulang hingga habisnya akibat kamma yang ditanggung. 2. Kâïasutta
    Alam kehidupan bagi makhluk yang dicambuk dengan cemeti hitam dan kemudian dipenggal-penggal dengan parang, gergaji dan sebagainya
    3. Sanghâta
    Alam kehidupan bagi makhluk yang ditindas hingga luluh lantak oleh bongkahan besi berapi. 4. Dhûmaroruva
    Alam kehidupan bagi makhluk yang disiksa oleh asap api melalui sembilan lubang dalam tubuh hingga menjerit-jerit kepengapan.
    5. Jâlaroruva
    Alam kehidupan bagi makhluk yang diberangus dengan api melalui sembilan lubang dalam tubuh hingga meraung-raung kepanasan.
    6. Tâpana
    Alam kehidupan bagi makhluk yang dibentangkan di atas besi membara. Mereka yang membakar kota, vihâra, sekolahan dan sebagainya kebanyakan akan terlahirkan di alam ini.
    7. Patâpana
    Alam kehidupan bagi makhluk yang digiring menuju puncak bukit membara dan kemudian dihempaskan ke tombak-tombak terpancang di bawah.
    8. Avîci
    Alam kehidupan bagi makhluk yang direntangkan dengan besi membara di empat sisi dan dibakar dengan api sepanjang waktu.


    Daftar pustaka

    http://ridwanzein.blogspot.com/2013/06/hinayana-dan-mahayana.html
    Mawisnara,I Wayan. 1999. Sistem Filsafat Hindu. Surabaya:Paramita













    BalasHapus
  34. Nama : I made ariartha buana
    NIM : 11.1.4.5.1.41

    BAB I
    PENDAHULUAN
    1. Latar Belakang

    Dalam agama Buddha kata meditasi dipergunakan sebagai sinonim dari semadi (samadhi) dan pengembangan batin (bhavana). Tradisi meditasi sudah dikenal pada zaman sebelum Buddha Gotama. Buddha sendiri menyatakan bahwa ia mendapat pelajaran dari dua orang brahmana yang terkenal yaitu Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta, dan Gotama dapat menguasai semua teknik yoga hingga berhasil mencapai konsentrasi tingkat tertinggi menyamai sang guru. Semadi benar didefinisikan sebagai pikiran yang baik, yaitu kesadaran (citta) dan corak batin (cetasika) yang baik, terpusat dengan mapan pada satu objek. Semadi memiliki karakteristik (lakkhana) pikiran yang tidak kacau, tidak terganggu, memiliki fungsi (rasa) mengatasi kekacauan, menyebabkan tercapainya ketenangan. Manifestasinya (paccupatthana) tidak bergelombang. Sebab yang terdekat menimbulkan (padatthana) pemusatan pikiran adalah kebahagiaan. “Dengan merasa bahagia, pikirannya menjadi terpusat”
    2. Rumusan Masalah :
    a. Bagaiman pengertian meditasi menurut pandangan budha

    BAB II
    1. PEMBAHASAN

    Meditasi atau disebut juga “duduk diam” adalah suatu aktivitas kontrol diri atas aspek jasmani dan rohani manusia dalam upayanya untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks umum, tujuan tersebut dapat berupa peningkatan kualitas dari salah satu aspek yang dikontrol atau bahkan keduanya.Banyak orang yang meyakinkan bahwa meditasi adalah suatu jalan yang ditempuh guna membangkitkan chi atau energi vital atau juga dikenal dengan tenaga dalam. Bangkitnya chi dapat dikatakan merupakan peningkatan kualitas jasmani. Namun tidak sedikit pula yang bermeditasi untuk peningkatan kualitas rohani, misalnya meditasi untuk mengungkap jati diri, pemurnian jiwa atau menuju kebijaksanaan. Lebih dari pada itu, alangkah baiknya apabila kedua manfaat tersebut dapat diupayakan tercapai dengan maksimal.
    Sesungguhnya Sang Buddha merupakan orang pertama yang membabarkan praktek meditasi jalan ini. Pembahasan meditasi jalan Beliau sampaikan dua kali. Dalam “bagian” yang disebut “sikap tubuh” Beliau mengatakan seorang yogi tahu, “saya sedang berjalan” saat ia sedang berjalan, tahu, “saya sedang berdiri” ketika sedang berdiri, tahu “saya sedang duduk” saat sedang duduk dan tahu saat sedang berbaring sebagai “saya sedang berbaring”.
    Pada bagian lain yang disebut “pemahaman jernih” Sang Buddha mengatakan, “Seorang bhikkhu menggunakan pemahaman yang jernih saat berjalan bolak-balik”. Maksud dari “pemahaman yang jernih” disini adalah pemahaman yang benar atas segala sesuatu yang diamati.
    Meditasi : membiasakan diri kita agar senantiasa mempunyai sikap yang positif, realistis dan konstruktuf. Atau Semadi atau meditasi adalah praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup kita sehari-hari
    Meditasi buddhis ada dua macam
    • Samatha bhavana
    Pengembangan ketenangan batin atau menuju pada pemusatan pikiran yang penuh untuk mencapai jhana.
    Samatha bahvana terbagi dua:
    a) Paritta samatha
    b) Mahaggata samatha
    Meditasi Samatha bhavana memiliki objek dalam bermeditasi. Yaitu ada 40 objek
    • Kasina 10 (10 wujud benda)
    • Asubha 10 (10 wujud kekotoran)
    • Anussati 10 (10 macam renungan)
    • Appammana 4 (keadaan yang tidak terbatas
    • Aharepatikulassana 1(renungan makanan menjijikan)
    • Catudhatuvavatthana 1(analisa kepada 4 unsur)
    • Arupa (4 renungan tanpa materi)
    2) Vipassana bhavana
    Vipassana Bhavana artinya pandangan terang atau penerangan batin untuk mencapai (Nibbana)
    Jalan tengah
    Jalan tengah atau jalan mulia. Ada delapan jalan mulia, yaitu:

    a) Pandangan yang benar
    b) Pikiran yang benar
    c) Perkataan yang benar
    d) Tindakan yang benar
    e) Kehidupan yang benar
    f) Usaha yang benar
    g) Kesadaran yang benar
    h) Konsentrasi yang benar

    DAFTAR PUSTAKA

    BalasHapus
  35. Nama: Ni luh Putu tina widiari
    NIM :11.1.4.5.1.40
    Absen: 28
    Judul : Konsep Brahmana Menurut Ajaran Buddha
    I. Pendahuluan
    Secara historis agama buddha mempunyai kaitan erat dengan agama yang mendahuluinya, tapi walaupun demikian agama buddha mempunyai perbedaan dengan agama yang mendahuluinya dan yang datang sesudahnya, Salah satunya agama hindu. Sebagai agama, ajaran buddha tidak bertitik tolak dari tuhan dan hubungannya dengan alam semesta dan seluruh isinya, termasuk manusia. Tetapi dari keadaan yang dihadapi manusia dalam kehidupannya sehari-hari, khususnya tentang tata susila yang dihadapi dan dijalani manusia agar terbebas dari lingkaran dukka yang selalu mengiringi hidupnya. Dan dalam jangka waktu yang lama ini, masalah ketuhanan itupun belum mendapatkan perhatian yang semestinya. Adapun berbagai ajaran menurut Buddha diantaranya konsep Brahmana menurut Buddha.
    I. Rumusan Masalah
    1. bagaimanakah konsep brahmana menurut Buddha?
    II. Pembahasan
    Ajaran Buddha diajarkan ketika kekuasaan kaum brahmana mendominasi kehidupan masyarat pada waktu itu; Kata-kata kaum brahmana adalah hukum mutlak yang tak terbantahkan.
    Untuk mematahkan otoritas kekuassaan kaum brahmana, Sang Buddha mengajarkan;: " Jangnan engkau menerima begitu saja apa yang kamu dengar dari orang lain, jangan hanya menerima tradisi, jangan hanya menerima suatu pernyataan hanya karena pernyataan tersebut tertulis dalam kitab suci, atau karena pernyataan itu sesuai dengan apa yang kamu percayai atau karena peryataan itu ucapan gurumu, ..... Jadilah pelita bagi dirimu sendiri.... baik sekarang atau setelah Saya wafat; Karena mereka yang percaya kepada diri sendiri, atas usaha diri sendiri dan tidak meminta bantuan kepada siapapun selain kepada diri sendiri, maka kamu akanmencapai puncak kesuciaan tertinggi".
    Menyimak apa yang telah diajarkan Sang Buddha, kita dapat menarik kesimpulan bahwa,:
    - Tidak ada otoritas seseorang / sekelompok orang yang dapat mempengaruhi
    Keyakinan/ kepercayaan seseorang; Kesuciaan tidak dapat diperoleh berkat bantuan pihak lain, tapi merupakan usaha sendiri.
    - Tidak adanya ritual/upacara yang dapat mengubah kesuciaan seseorang.
    - Dhamma telah sempurna dibabarkan, mengundang untuk dibuktikan;Dhamma bukanlah ajaran spekulatif melainkan realita kebenaran yang dapat dibuktikan.
    - Ajaran Buddha tidak mengenal kekuatan atau rahmat yang diperoleh dari kekuatan diluar manusia (adikodrati), tidak ada ketergantunga akan kekuatan dan rahmat yang diperoleh dari kekuatan diluar manusia, Pencapaian kesuciaan seseorang bukan merupakan hadiah dari kekuatan diluar manusia, tapi diperoleh atas usaha dan keyakinan sendiri.
    Sang Buddha mengajarkan " "Tumehi kiccam atappam akkhataro tathagata; Patipanna pamokkhanti"
    "Para Buddha hanya mengajarkan sang jalan, namum engkaulah sendiri yangg harus berusaha. Seseorang yang melangkah diatas jalan kebebasan akan terlepas dari belenggu mara"; dmp, 276; 20:4
    Sri Pannavaro Mahathera dalam bukunya "Manfaat hidup beragama", menuliskan :
    - Perubahan tidak dapat dihindari, akan berlaku pada sesuatu didalam alam semesta ini.
    - Mengingkari perubahan yang terjadi merupakan penderitaan
    - Diperlukan latihan untuk menerima, memahami perubahan, bukan hanya sebatas wacana
    - Dengan meneriama, meyadari akan perubahan kita tidak akan menderita dan batin tak akan hancur berkeping-keping.
    Sabbe satta bhavantu sukhitata
    Semoga semua mahluk hidup senantia berbahagia.
    Salam metta.
    Agung Wibowo




    IV. Daftar Pustaka
    http://www.wihara.com/forum/theravada/6769-pemahaman-konsep-agama-ajaran-buddha-gotama.html
    http://buddhisme11yahoo.blogspot.com/2011/10/pengertian-dasar-budha-dharma-dan.html

    BalasHapus