Hari
Suci Hindu di India dan di Bali
Oleh:
Romo Poniman
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Atas asung kertha wara dan nugraha dari Ida Hyang Parama
Kawi, akhirnya saya mengucapkan terimakasih sehingga bisa menyeleseikan tulisan
ini. Adanya hari Suci Agama dimaknai untuk menguatkan dasar keimanan bagi Umat
Hindu dimanapun berada. Melalui hari raya diharapkan agar umat Hindu mampu
meneladani setiap peristiwa pendukung dari munculnya hari yang disakralkan itu.
Sebagai umat manusia yang lemah, maka sifat meniru sang tokoh dapat memantik
ispirasi dalam pikiran, sehingga memunculkan gagasan bagi keinsafan diri guna
melanjutkan hidup didunia ini tetap di jalan Dharma.
Semoga kumpulan tulisan ini mampu menambah pengetahuan dan
selera keagamaan guna menumbuhkan kesadaran spiritual menuju manusia sejati.
Om Santih, Santih, Santih, Om
Denpasar, 13 Maret 2013
Romo Poniman
1. Chaitra Purnima
Perayaan hari yang disucikan yang bertepatan
dengan bulan Purnama yaitu pada bulan pertama dari duabelas bulan yang ada
dinamakan Citra Purnima (Sivananda, 2002: 1), ada juga yang berpendapat bahwa
hari suci ini jatuh pada purnama bulan Chaitra (ke-9) menurut kalender Bali
(Wikarman dan Sutarya, 2003: 16). Untuk di Bali bersamaan dengan Purnama Kadasa
(Waisaka), sekitar Maret-April. Pada hari ini, umat melakukan pemujaan terhadap
Dewa Yama. Pada hari suci ini pemujaan ditujukan kepada Dewa Yama, dewa maut
dengan mempersembahkan sesajen berupa nasi berisi bumbu (Titib, 2003: 318). Ada
juga yang berpendapat bahwa dalam melakukan Caitra Puja hendaknya ingat tentang
pengampunan dosa yang didapat oleh Indra ketika mendekati sebuah Lingam, bahwa melakukan pemujaan pada
Linggam bertepatan pada Bulan Purnama akan mendapatkan pembebasan dari beban dosa.
Umat biasanya mengaturkan sesaji berupa nasi lengkap dengan bumbunya. Setelah
persembahan, umat biasanya makan bersama (prasadam). Hari raya ini sebenarnya
jatuh pada bulan pertama, menurut kalender Hindu. Sebab umat Hindu memandang
bulan Chaitra sebagai awal tahun baru. Sehingga perayaan ini bisa jadi
sekaligus merupakan perayaan Tahun baru Saka (Wikarman dan Sutarya, 2003: 16).
2. Durgapuja atau Navaratri.
Bagi Umat Hindu di Bali bahwa sosok Durga identik
dengan keberadaan Pura Dalem, namun di India terdapat Hari khusus yang
diperingati untuk memuliakan Durga yaitu Navaratri atau Durgapuja. Hari suci
ini dirayakan pada suklapaksa (penanggal) 1 sampai 10 pada bulan Asuji, sekitar
September-Oktober. Pada sistem kalender Bali, ini bertepatan dengan Bulan
Kartika (sasih kapat). Hari Durgapuja ini juga diperingati sehari setelah
Ramanavami yang jatuh pada suklapaksa ke Sembilan (penanggal ke-9) bulan
Chaitra, sekitar Maret-April. Sehingga peringatan ini juga disebut dengan
Navaratri (malam kesembilan). Jadi, dalam tradisi India, Durgapuja ini
diperingati dua kali setahun, yaitu sekitar April dan Oktober. Sama seperti
Galungan-Kuningan di Bali yang juga diperingati dua kali dalam setahun, atau
setiap 210 hari sekali. Peringatan ini berdasarkan dua versi mitologi. Ada yang
mengatakan peringatan kemenangan Sri Rama melawan Rahwana. Saat Rama hendak
perang melawan Rahwana, maka didahului dengan melakukan pemujaan kehadapan
Durga guna memohon bantuan agar mampu mengalahkan Rahwana. Keampuhan pemujaan
pada Durga terbukti bahwa perang akhirnya dimenangkan dipihak Rama.
Selain itu ada juga yang memperingatinya sebagai
hari kemenangan Dewi Durga melawan Raksasa. Ada juga mitologi yang
mengaitkannya dengan kemenangan Sri Krsna melawan Raksasa Narakasura. Mitologi-mitologi
itu jelas mengaitkan peringatan ini sebagai kemenangan Dharma (kebenaran)
melawan Adharma (ketidakbenaran). Pemujaan kepada Dewi Durga ini difokuskan
pada hari pertama sampai hari ketiga. Pada hari keempat sampai keenam, umat
biasanya memuja Dewi Laksmi. Pada hari tujuh sampai kesembilan, umat biasanya
memuja Dewi Saraswati. Pada hari kesepuluh, umat merayakan puncak acara.
Perayaan ini disebut juga Wijaya Dasami atau Dassera. Pada hari ini, umat
pertama-tama melakukan pemujaan di rumahnya masing-masing. Pada hari ini, umat
juga memuja Siva, Ganesa dan dewa-dewa lainnya. Pada perayaan ini umat biasanya
mengarak patung Dewi Durga berlengan delapan lengkap dengan senjatanya. Umat
biasanya melakukan bhajan semalam suntuk untuk memuja Durga. Mereka biasanya
menggunakan tempat-tempat umum, seperti di dekat pasar dan sejenisnya. Pada
puncak acara, umat biasanya juga melakukan mandi suci ke sungai-sungai
suci(Wikarman dan Sutarya, 2003: 16-18).
Navaratri diperingati diseluruh Negara bagian di
India dengan berbagai cara, namun tujuannya tidaklah berbeda yaitu untuk
menghormati Sakti, sosok Devi dalam aspeknya sebagai Kekuatan, yang member
manusia segala kemakmuran, kesehatan, pengetahuan dan segala potensial yang
lainnya (Sivananda, 2002: 8).
Durgapuja bisa menghantarkan umat manusia menuju
kemantapan diri bahwa kekuatan ataupun kesaktian sangat dibutuhkan mengingat
manusia adalah mahkluk yang lemah. Dengan membangkitkan kekuatan diri melalui
hakikat dibalik Durgapuja, maka manusia akan mampu menghadapi segala kendala
yang menghadang dalam menjalankan kehidupan didunia ini. Kekuatan Durga tiada
batas, demikian juga kemampuannya dalm memberikan anugerah segala hal tiada
terbatas terlebih dari cerita keberhasilan sang Rama yang merupakan tokoh
paling utama didunia ini dengan kekuatan Puja terhada Dewi Durga, maka sang
Rama mampu mengalahkan Raksasa Rahwana. Demikian juga jika manusia mampu
menjadi manusia luhur seperti sosok rama, maka manusia akan mampu juga
mengalahkan raksasa dalam dirinya yang berupa sifat Egoistis, sehingga manusia
akan menemukan kedamaian dalam dirinya dan damai selalu bersama alam
sekitarnya.
3. Dipavali
Hari Suci yang dimaknai sebagai hari kasih sayang
adalah Dipavali. Arti dari Dipavali atau Diwali adalah deretan cahaya
(Sivananda, 2002: 4). Hari suci ini biasanya diperingati pada Krsnapaksa ke-14
(pangelong ping 14) bulan kartika. Pada sistem kalender di Bali bertepatan
dengan sasih kalima (margasirsa). Hari suci ini dilaksanakan untuk memperingati
kembalinya Sri Rama ke Ayodhya. Sehingga umat menyambut beliau dengan
menyalakan dipa, sejenis lilin-lilin kecil (Wikarman dan Sutarya, 2003: 18).
Pada hari Dipavali memiliki keistimewaan bahwa
penganut Hindu di India ada yang mandi minyak, mengenakan pakaian baru,
menyantap makanan manis-manis yang disertai kemeriahan petasan. Selanjutnya
mereka diantara orang-orang saling menyapa tidak seperti biasanya, mereka
saling memaafkan dan melupakan hal-hal yang buruk sebelumnya, ada nuansa
kebebasan, perayaan dan persahabatan dimana-mana. Selain itu keistimewaan yang
terjadi pada para pedagang bahwa mereka menutup pembukuan dan membuat pembukuan
baru dengan harapan semoga mendapatkan keberhasilan dan kemakmuran
ditahun-tahun mendatang. Masing-masing rumah dibersihkan dan dihis dipagi hari
dan tidak ketinggalan dengan persiapan lampu minyak yang terbuat dari tanah
aakan dinyalakan dimalam hari. Demikian juga hiasan lampu diberbagai kota
diantaranya Bombay dan di Amritsar. Demikian juga yang terdapat di Kuil Emas di
Amritsar tidak kalah pentingnya dihiasi lampu sehingga bermandikan cahaya
dimalam saat perayaan Diwali itu (Sivananda, 2002: 6).
4. Gayatri Japa
Gayatri merupakan salah satu mantra sangat luar
biasa keampuhannya. Mantra ini sudah tidak asing lagi bagi umat Hindu di
Indonesia, karena setiap melakukan puja trisandya, mantra Gayatri selalu
terucap paling awal diantara enam bait mantra berikutnya. Jika di Indonesia
Gayatri mantra merupakan bagian dari mantra trisandya, maka di India ada hari
khusus yang dipakai untuk mengagungkan keberadaan Gayatri mantra. Hari yang
sangat khusus ini dinamakan Gayatri Japa. Hari suci ini untuk memperingati
turunnya Mantram Gayatri. Mantram ini adalah ibu daripada semua Mantram dalam
Weda. Hari suci ini sangat dikeramatkan umat Hindu. Hari suci ini jatuh pada
Purnama Swarana, sekitar Juli-Agustus. Hari suci ini bertepatan dengan Purnama
Karo (Bhadrapada) menurut system kalender umat Hindu di Bali (Wikarman dan
Sutarya, 2003: 19).
Gayatri mantra menurut Sivananda merupakan nyawa
dan penopang dari setiap orang Hindu sejati. Ia merupakan perisai spiritual tak
tergoyahkan, benteng nyata yang menjaga dan melindungi para pengikutnya. Selain
itu dalam kenyataanya bahkan kaitannya arti dari mantra gayatri adalah yang
melindungi orang yang menyanyikannya (Sivananda, 2002: 22).
Gayatri mantra bisa dipakai untuk berjapa secara
berulang-ulang ketika bermeditasi. Dengan adanya Gayatri Puja yang diperingati
sebagai hari suci, maka para penganut Hindu akan memahami kapan mantra itu
seharusnya diucapkan, bagaimana pengucapan yang benar serta apa manfaatnya bagi
kehidupan akan dapat dimengerti terutama bagi penganut Hindu yang baru
mengetahui, namun bagi yang sudah memahami, dengan adanya peringatan itu,
mereka akan selalu mengangungkan dan mengenang serta mempraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari sebagai mantra paling agung diseluruh dunia.
5. Guru Purnima
Umat Hindu memiliki Catur Veda sebagai Kitab
sucinya disamping Itihasa dan Purana serta Susastra pendukung lainnya, namun
jika mereka mengingat Caturveda, secara tidak langsung akan selalu ingin
mengetahui siapa penyusun Kitab suci tersebut. Bahkan bagi yang sudah
mengetahui bahwa Maha Rsi Vyasa sebagai penyusun Caturveda, mereka akan selalu
mengenang atas kehebatan dan jasa Beliau. Untuk mengenang keberadaan Maha Rsi
Vyasa, maka di India ada suatu Hari khusus yang disucikan buat mengagungkan
Penyusun Kitab Suci Veda tersebut yang dinamakan Guru Purnima.
Makna perayaan ini mirip dengan Pagerwesi (Titib,
2003: 319). Hari suci Guru Purnima ini juga disebut Vyasa Jayanti, atau hari
kelahiran Maharsi Vyasa. Hari suci ini jatuh pada Purnama Asadha, sekitar
Juni-Juli. Menurut perhitungan kalender Hindu di Bali, ini bertepatan dengan
Purnama Kasa (Srawana). Hari ini sangat penting bagi para Sannyasin. Pada hari
ini, mereka akan berhenti mengembara. Mereka akan tinggal di ashram-ashram
untuk mendiskusikan Brahmasutra dan bermeditasi (Wikarman dan Sutarya, 2003:
19).
Sri Vyasa, demikian disebutkan oleh Sivananda
(2002: 27), beliau telah memberikan pelayanan yang tak terlupakan bagi manusia
untuk selamanya, dengan menyunting empat Veda atau yang dikenal Caturveda.
Dalam menghormati pribadi ilahi inilah, semua sadhaka spiritual dan para bhakta
melakukan puja Vyasa pada hari Guru Purnima.
6. Holi
Di India terdapat musim semi. Sebagai peringatan
di musim semi, di India ada hari yang istimewa bersamaan datangnya musim itu.
Suatu hari yang pada mulanya diperingati sebagai hari kemenangan atas hancurnya
keberadaan Holika yang merupakan komunitas Kanibal, kini diperingati sebagai
hari Holi. Hari suci ini dirayakan pada
Purnama Phalguna, sekitar Februari-Maret. Hari ini bertepatan dengan Purnama
Kasanga (Chaitra) menurut kalender Hindu di Bali. Hari ini dirayakan dengan
sangat meriah di seluruh India. Mereka biasanya mengadakan lempar-lemparan
warna-warni kepada teman-temannya. Peringatan hari raya ini dikaitkan dengan
kemenangan Maharaja Prahlada melawan Raksasa Holika (Wikarman dan Sutarya,
2003: 20).
Keistimewaan hari suci Holi selain mereka saling
melemparkan tepung berwarna-warni, mereka juga membuat api unggun dimalam hari.
Selama perayaan orang-orang membersihkan rumah, menyapu dan bersih-bersih
debu-debu dirumah masing-masing dan membakar sampah. Menjelang perayaan para
laki-laki menari dijalanan, bercanda dan terakhir mereka mengambil sedikit api
dari api unggun untuk dibawa kerumah masing-masing dan diyakini bahwa rumahnya
akan diliputi oleh kemurnian dan jauh dari penyakit (Sivananda, 2002:37).
Upacaranya mirip dengan mecaru
diperempatan-perempatan desa di Bali (Titib, 2003: 320).
7. Makara Sankranti
Suatu penghormatan khusus terhadap keberadaan
Matahari diperingati dengan perayaan suci Makara Sankranti. Untuk wilayah
Tamil, hari Makara Sankranti disebut dengan nama Hari Pongal (Sivananda, 2002:
44). Hari suci ini jatuh pada sekitar Januari-Februari. Yakni saat matahari
bergerak ke arah utara khatulistiwa. Umat Hindu biasanya mengadakan upacara
mandi suci ke sungai Gangga. Saat ini, umat melakukan pemujaan terhadap Dewa
Surya(Wikarman dan Sutarya, 2003: 20).
Sehari sebelum perayaan Sankranti, maka diadakan
perayaan Bhogi. Pada hari ini menurut Sivananda (2002: 44) bahwa umat Hindu
membersihkan barang-barang tua, yang usang dan tidak terpakai di buang dan
dibakar. Rumah-rumah dibersihkan dan dicat dengan kapur putih.
Seperti diketahui bahwa setiap hari perilaku
Matahari yang selau setia dan taat memberikan sinarnya dengan penuh kasih tanpa
membedakan keberadaan yang disinarinya semua mendapatkannya merupakan teladan
bagi umat manusia. Tanpa keberadaan sang Surya, umat manusia tiada berdaya,
dunia penuh kegelapan, para petani tiada bisa bercocok tanam, bencana akan
menghancurkan dunia karena lautan akan membeku dan hujan tiada lagi mencurahkan
kebumi. Betapa besar jasa sang Surya, maka sangat layak umat manusia yang telah
diberikan anugerah atas keberadaanya untuk melakukan sujud dan syukur dengan
melakukan pemujaan secara khusus yang diberi hari special yaitu Makara
Sankranti.
Perilaku umat yang tampak ramah, menghormati orang
yang dianggap tua, berderma, meberikan suguhan makanan pada hari Sankranti
berupa manisan, pudding dan nasi terutama di India selatan (Sivananda, 2002:
45) merupakan wujud nyata dalam melakukan syukur atas anugerah yang diberikan
Matahari. Hal ini berdasar karena orang tua dan guru merupakan sumber
pencerahan bagi para muda seperti sang Matahari itu. Selain itu ada perilaku
lainnya bahwa para gembala menghias sapi-sapi dengan indah serta memberikan
makan dan puja. Sedangkan bagi para gadis menyiapkan nasi manis, nasi asam,
nasi dengan kelapa dan membawanya menuju sungai atau mata air. Kesemua
persembahan itu ditujukan pada keberadaan ikan disungai serta burung-burung
sebagai wujud syukur atas jasa mereka sehingga mereka bisa hidup secara
harmonis.
8. Raksa Bandhan
Suatu hari yang disucikan dan bermakna untuk
menjalin rasa kasih sayang kepada orang-orang yang berjasa baik para saudara,
suami istri, guru, para Dewa maupun leluhurnya dikenal dengan hari suci Raksa
Bandhan atau Avani Avittam. Hari suci ini jatuh pada Purnama Shravana, atau
sekitar Purnama Karo menurut perhitungan Hindu di Bali (sekitar Juli-Agustus).
Hari suci ini bermakna penguatan tali kasih sayang antara suami-istri, anak dan
orang tua dan sebagainya. Peringatan hari suci ini sebenarnya untuk mengenang
kasih sayang Dewi Sachi dengan Dewa Indra. Pada hari suci ini, umat biasanya
mengadakan penyucian diri ke sungai-sungai suci. Setelah itu, mereka
mengikatkan benang pada pergelangan tangannya masing-masing. Ikatan benang
tersebut merupakan lambang ikatan cinta kasih (Wikarman dan Sutarya, 2003:
20-21).
Pemberian benang suci yang identik dengan symbol
penyucian atau Pawintenan kalau di Bali, maka pada hari ini setelah tanda
benang suci terpakai berarti mata ketiga atau mata kebijaksanaannya telah
terbuka dan kepadanya diperkenankan untuk membaca Veda. Demikian para Brahmana
juga memberikan persembahan kepada nenek-moyang mereka, kepada para Rsi yang
telah melahirkan serta kepada Veda yang telah berjasa menuntun pengetahuan suci
sehingga terbawa ke jalan spiritual sejati.
Cerita yang melingkupi kebenaran benang suci bahwa
pada hari ini, Saci Devi pasangan Dewa Indra, mengikatkan benang suci atau
jimat dipergelangan tangan dewa Indra, ketika dewa Indra dikalahkan oleh para
Raksasa lawannya. Kemudian berkat benang suci itu, Indra raja dari para Dewa
mampu mengalahkan para Raksasa dan selanjutnya dapat menemukan kembali kota
Aamaravati (Sivananda, 2002: 48).
9. Vasanta Pancami
Hari suci Vasanta Pancami merupakan hari yang
tepat untuk melakukan yoga sadhana. Hari suci ini jatuh pada hari kelima paro
terang (suklapaksa) pada bulan Magha, atau bertepatan dengan pananggal
(suklapaksa) ping lima sasih kawulu, menurut perhitungan kalender Hindu di Bali
(sekitar Februari-Maret). Hari suci ini merupakan awal musim semi (vasanta).
Pada hari suci ini, baik untuk melakukan penyucian diri. Sebagian umat juga
melakukan meditasi pada hari suci ini (Wikarman dan Sutarya, 2003: 21).
Untuk wilayah Bengala, orang menyebut perayaan ini
sebagai Sarasvati Puja. Mereka memuja Dewi Sarasvati pada hari ini. Dan Patung
Dewi Sarasvati disucikan di sungai Gangga (Sivananda, 2002: 55).
10. Ganesa Caturthi
Ingat Ganesha, maka terbayang sosok manusia
berkepala Gajah, demikian merupakan bentuk yang sangat dikenal dikalangan umat
Hindu. Hampir disetiap Pura di Bali terdapat patung Ganesha, namun di Bali
tidak ada hari khusus yang dilakukan untuk menghormati keberadaan Ganesha itu
sendiri. Ganesha kebanyakan dipakai sebagai Dewa Penjaga di areal Pura maupun
pekarangan rumah, sehingga tidak memiliki keutamaan dibandingkan dengan Siva
sendiri. Di Bali pemujaan Siva hampir setiap hari bahkan ada hari khusus untuk
pemujaan Siva yaitu pada hari Sivaratri. Berbeda dengan di India, maka Ganesha
sangat tersohor dan sangat di hormati, maka ada hari khusus yang dipakai untuk
melakukan Puja Ganesha yang dinamakan Ganes Caturti.
Hari suci ini merupakan peringatan hari kelahiran
(piodalan) Dewa Ganesha. Hari suci ini jatuh pada tanggal empat paro terang
(suklapaksa) pada Bulan Badrapada, atau bertepatan dengan pananggal ping pat
(suklapaksa) sasih ketiga, menurut kalender Bali (sekitar September-Oktober).
Pada hari suci ini, umat biasanya melakukan pemujaan terhadap Dewa Ganesa
dengan berjapa atau bermeditasi (Wikarman dan Sutarya, 2003: 21).
11. Gita Jayanti
Salah satu ajaran Suci yang sangat terkenal bagi
umat seluruh dunia adalah Bhagavadgita. Bhagavadgita memuat nyanyian-nyanyian
suci tentang hakikat hidup dan bagaimana menjalani hidup agar menjadi manusia
sejati sehingga memahami untuk apa dilahirkan, bagaimana jalan kembalinya ke
asalnya semua tetuang dalam ajaran suci ini. Umat Hindu sudah tidak asing lagi
apalagi bagi yang gemar dengan kisah Mahabharata, maka didalam epos itu juga
tertuang pesan-pesan suci yang dikenal dengan Bhagavadgita.
Begitu sangat berjasanya ajaran Bhagavadgita bagi
kehidupan umat manusia, maka sebagai umat yang memiliki rasa syukur akan selalu
sujud dan mengormati keberadaan Bhagawadgita tersebut, sehingga ada hari khusus
yang dipakai untuk melakukan ritual padanya yang dinamakan Gita Jayanti. Hari
suci ini memperingati turunya Sabda Suci Bhagavadgita. Sabda suci ini
disampaikan Sri Krisna kepada Arjuna di tengah-tengah Kurukserta pada ekadasi
suklapaksa (paro terang) Margasirsa, yaitu pada tanggal kesebelas paro terang
Margasirsa. Menurut perhitungan Bali, ini bertepatan dengan Sasih Kanem,
sekitar Desember-Januari. Tempat turunnya sabda suci ini, hingga kini masih
dijadikan tempat suci. Tempat itu bernama Jyotisar, sekitar tiga kilometer dari
tempat Rsi Bhisma terbaring menahan panah-panah Sri Kandi dan Arjuna. Hari suci
ini biasanya diperingati dengan berjapa atau bermeditasi (Wikarman dan Sutarya,
2003: 22).
Gita diberikan sekitar 6000 tahun yang lalu
melalui Arjuna seorang pangeran bangsa India oleh Krishna. Gita bukan hanya
sebuah buku suci, melainkan suara kehidupan yang membawa pesanyang harus ada
dan penting selamanya bagi umat manusia (Sivananda, 2002: 75).
12. Valmiki Jayanti
Ingat cerita pasangan sejoli tanda kasih saying
yaitu Rama-Sinta, maka akan teringat epos Ramayana. Adalah seorang Maha Rsi
yang dimuliakan Valmiki sebagai sosok penghimpun epos itu. Untuk mengagungkan
kebesaran sang Maha Rsi, maka ada hari khusu yang dilakukan guna melakukan
pemujaan padanya yaitu Valmiki Jayanti. Hari suci ini untuk memperingati
kelahiran Maharsi Valmiki, penulis Ramayana yang sangat terkenal itu. Hari suci
ini jatuh pada beberapa hari menjelang Dipavali (Wikarman dan Sutarya, 2003:
22). Ketokohan sang Rama juga Hanuman dan Sinta tidak bisa dilupakan bagi siapa
saja yang pernah membaca maupun mendengar kisah Ramayana.
13. Hanuman Jayanti
Keteladanan seorang tokoh Hanuman yang selalu
rendah hati, pekerja ideal, karma yoga sejati, bhakta yang agung dan
brahmacari, pembrani dan bijaksana, ketaatan, kesetiaan sungguh tidak bisa
dilupakan bagi umat manusia yang menyadarinya. Untuk mengenang dan menghormati
keberadaan sang hanuman, maka di India ada hari yang special buat melakukan
ritual dinamakan Hanuman Jayanti. Hari suci ini untuk memperingati kelahiran
Hanuman. Sebagian umat Hindu di India memuja Hanuman sebagai Awatara Siwa.
Hanuman juga terkenal sebagai abdi Tuhan yang Sukses. Karena itu, hari
kelahirannya diperingati pada Purnama Chaitra (Chaitra Purnama). Hari ini
bertepatan dengan Purnama Kadasa menurut perhitungan kalender Hindu di Bali,
sekitar Maret-April. Pada hari suci ini, umat biasanya mengucapkan mantram Jay
Hanuman (Wikarman dan Sutarya, 2003: 22-23). Hanuman melayani Rama dengan cinta-kasih
dan pengabdian murni tanpa mengharapkan hasil sebagai balasan. Ia hidup untuk
melayani Rama (Sivananda, 2002: 81).
14. Krsna Janmastami
Kisah Mahabharata yang termashur tidak lekang
sepanjang jaman. Kemashurannya juga ketokohan yang ditampilkan didalamnya,
mengingat bersamaan itu ada tokoh kunci sebagai jiwa dari perjalanan keluarga
Barata. Dia adalah Sri Krishna yang merupakan Avatar ke delapan sebagai titisan
Wisnu penyelamat Dunia. Untuk mengenang dan melakukan ritual khusus, maka umat
Hindu menyebutnya Hari Suci Krishna Janmastami. Hari suci ini adalah peringatan
hari kelahiran (piodalan) Sri Krsna yang jatuh pada hari kedelapan paro terang
pada Bulan Badrapada. Atau menurut perhitungan kalender Hindu di Bali,
bertepatan dengan pananggal Ping 8 Sasih Katiga, sekitar Agustus-September.
Pada hari suci ini, umat biasanya melaksanakan kirtanan massal dengan
mengucapkan Maha Mantram Hare Krsna. Sri Krsna lahir di Kota Mathura, tepi
sungai Yamuna (Wikarman dan Sutarya, 2003: 23). Hakikat Sri Krishna adalah
lautan kebahagiaan, Lilanya yang mengetarkan jiwa, music merdu serulingnya
menarik minat para bhaktanya dari ketiga wilayah semesta raya ini, kekayaan dan
keindahannya yang tak tertandingi membuat kagum mahkluk hidup maupun benda mati
(Sivananda, 2002: 86).
15. Sankara Jayanti
Keberadaan Filsafat dalam Hindu menduduki posisi
yang sangat penting, karena dengan Filsafat umat Hindu mampu memahami arti dan
makna serta tujuan agama diciptakan, terlebih filsafat sangat membantu memaknai
ajaran yang terkandung dalam Kitab Veda sehingga Umat Hindu dengan mudah
mempelajarinya. Ada tokoh penting bagi kebangkitan Filsafat dikalangan Hindu,
beliau adalah Sankara Acharya. Untuk menghormati jasanya, maka umat Hindu
mengadakan ritual khusus yang dinamakan Sankara Jayanti. Hari suci ini untuk
memperingati hari kelahiran Sri Sankara. Beliau adalah ahli filsafat Vedanta.
Hari suci ini jatuh pada hari kelima paro terang Vaisaka. Menurut perhitungan
di Bali, sekitar Pananggal Ping Lima Sasih Kadesta (sekitar Mei-Juni). Pada hari
suci ini, sangat baik melakukan Diskusi filsafat ketuhanan (Wikarman dan
Sutarya, 2003: 23-24). Sankara adalah Guru Vedanta kita. Dia hadir ketika
pemikir-pemikir dan budayawan India sedang merosot (Sivananda, 2002:94). Sri
Sankara dikenal sebagai Gurudeva dari para sanyasin diseluruh dunia (Titib,
2003: 321).Sankara muncul kedunia untuk menyegarkan dan memberi semangat
kembali bagi penganut Hindu ketika dalam kelesuannya. Sankara member inspirasi
dan membebaskan jiwa-jiwa yang masih berjuang.
16. Ramanavami
Kisah Ramayana tidak bisa terlupakan bagi yang
pernah membacanya, namun bagi umat Hindu bukan hanya kisah itu saja, melainkan
kehadiran Sosok Rama yang maha mulia dan keteladanannya patut disanjung dan
dihormati. Untuk melakukan penghormatan khusus atas keberadaan Sri Rama, maka
umat Hindu menyebutnya dengan Rama-Navani.
Hari suci ini untuk memperingati
hari kelahiran (piodalan) Sri Rama. Jatuh pada hari kesembilan paro
terang (suklapaksa) Chaitra. Pada kalender di Bali, ini jatuh sekitar Pananggal
Ping 9 Sasih Kadasa. Sri Rama lahir di Kota Ayodhya di tepi Sungai Serayu. Pada
hari suci ini, umat biasanya mandi di Sungai Serayu. Setelah itu, mereka
biasanya mengadakan kirtanan massal, menyebutkan nama suci Sri Rama (Wikarman
dan Sutarya, 2003: 24).
Sri Rama adalah pangeran dari dinasti Iksvaku,
merupakan sosok yang bijaksana, perkasa, bersifat luhur dan sebagai symbol
Cita-Kasih sejati sepanjang jaman dengan adanya Rama-Sinta sebagai pasangan
setia tiada taranya. Pelajaran yang paling berharga dari kisah Ramayana adalah
sangat pentingnya arti kebajikan dalam kehidupan bagi setiap mahkluk
(Sivananda, 2002: 111). Selain dari kebajikan, tidak ada yang mampu
membangkitkan kebahagiaan dalam kehidupan ini.
17. Sivaratri
Siva merupakan deva tertinggi. Siva sebagai sang
Guru Yoga diseluruh jagad. Siva yang maha Pemurah, maha bijaksana yang maha
segalanya sebagai inspirasi dalam melakukan Meditasi untuk menuju penyatuan
diri dengan sang Maha pencipta jagad. Umat Hindu sangat menjunjung tinggi
terhadap keberadaan Siva, maka untuk melakukan penghormatan khusus diadakan
hari special yang sangat tepat dalam ritual itu yaitu Sivaratri. Hari ini
adalah hari anugrah dari Dewa Siva. Umat Hindu di India memperingati pada hari
ke-14 paro gelap (krsnapaksa) pada bulan Magha. Pada perhitungan kalender di
Bali, ini bertepatan dengan Panglong Ping 14 Sasih Kawulu (sekitar
Februari-Maret). Jadi perayaan Shivaratri di India dan Bali berbeda sekitar
satu bulan, karena perbedaan perhitungan. Umat Hindu di Bali merayakannya pada
Panglong Ping 14 Sasih Kapitu yang jatuh sekitar Januari-Februari (Wikarman dan
Sutarya, 2003: 24-25).
Sumber yang menjadi dasar pemujaan terhadap Siva
terdapat pada Purana. Menurut Titib (2003: 326) sebagai dimaklumi pada kitab
suci Veda pemujaan kepada Dewa Siva belum begitu menonjol atau menjadi satu
dewa Istadevata yang dominan. Keagungan Sivaratri bahwa pada malam hari saat
Sivaratri tiba bagi siapa saja yang memuja Siva dan berpuasa serta begadang
akan mendapatkan pahala yang setara dengan pemujaan biasa yang dilakukan
setahun (Rao, 2008: 13).
18. Satyanarayanavrata
Untuk menghormati kemuliaan Dewa Narayana, di
India ada waktu yang khusus buat itu, beda dengan di Indonesia bahwa
penghormatannya sudah terkait dengan bait kedua dari Trisandya mantra. Pada
Hari Satya Narayana adalah hari yang baik untuk melakukan dana punia
(persembahan) kepada pandita, guru dan orang-orang miskin. Hari suci ini jatuh
pada Purnama Kartika (November-Desember), Purnama Vaisaka (April-Mei), Purnama
Shravana (Juni-Juli) dan Purnama Chaitra (Maret-April). Hari ini juga sering
diperingati pada setiap hari pertama paro terang (suklapaksa) (Wikarman dan
Sutarya, 2003: 25). Melakukan satya Narayana tidak memerlukan banyak uang,
namun hanya perlu memberikan sedikit uang buat pandit yang membacakan cerita
dan membagikan prasada dan tidak menghabiskan banyak uang (Sivananda, 2002:
127).
19. Ekadasi (Vaikunta Ekadasi)
Hari ini biasanya diperingati dengan melaksanakan
upacara sebulan dua kali. Yaitu pada hari kesebelas paro terang (suklapaksa)
dan hari kesebelas paro gelap (Krsnapaksa). hari besar Ekadasi ini biasanya
dirayakan pada hari kesebelas Margasirsa. Menurut perhitungan kalender di Bali
jatuh pada sekitar Sasih Kanem (Desember-Januari). Hari itu biasanya disebut
dengan Vaikunta Ekadasi. Orang yang melakukan vrata pada hari ini akan diampuni
segala dosanya (Wikarman dan Sutarya, 2003: 25).
Keistimewaan hari ini bahwa para bhakta melakukan
puasa, begadang dan melakukan japa, Hari Kirtana dan meditasi (Sivananda, 2002:
143). Dengan melakukan puasa, maka secara teratur pada saat Ekadasi, maka Dewa
Hari akan senang dan para bhakta mendapatkan anugerah disucikan pikirannya,
terbebas dari dosa, serta sraddha meningkat dan kasih sayang pada Tuhan semakin
mantab.
20. Varalaksmi Vrata
Sakti Dewa Siva yang juga seorang Dewi yang Maha
Pemurah, mendapat perlakuan khusus pada hari Varalaksmi Vrata. Pada hari suci
ini, umat biasanya memohon kesejahtraan lahir dan bathin pada Dewi Laksmi. Hari
suci ini biasanya diperingati pada hari Jumat bulan Sharavana (sekitar Sasih
Ketiga menurut perhitungan Bali). Jadi sekitar September-Oktober (Wikarman dan
Sutarya, 2003: 26).
Keistimewaan hari ini bisa dipergunakan bagi
pemuja yang belum memiliki keturunan, juga dipakai untuk memohon panjang usia
(Sivananda, 2002: 148). Pemujaan pada Dewi Laksmi berkaitan dengan pemujaan
pada Ganesha, karena keduannya memiliki kaitan yang erat. Dewi Laksmi juga
sebagai lambang kemakmuran, kebijaksanaan juga sebagai Dewi pembebasan.
21. Pradosa Vrata
Hari
khusus yang baik digunakan untuk melakukan pemujaan di malam ketigabelas dari
setiap tengah bulan dinamakan Pradosa Vrata. Hari ini pemujaan dikonsentrasikan
kepada Siva untuk mendapatkan kemenangan dan keberhasilan dalam semua usaha dan
pemenuhan dari segala keinginan hati yang didambakan (Sivananda, 2002: 118).
Selain untuk Siva, maka Pradosa Vrata juga merupakan pemujaan terhadap Parvati
dalam suasana yang paling menguntungkan. Pada saat Pradosa Vrata banyak
permohonan dari yang berhati suci terkabulkan.
22. Skanda Sasti
Perayaan Skanda Sasti jatuh pada bulan November.
Perayaan besar dilakukan pada hari ini dengan kebesaran dan kemegahannya.
Disamping itu pada setiap Jumat atau hari karttika Naksatram setiap bulan, atau
hari keenam tengah bulan terang semuanya ini dianggap hari suci oleh para
bhakta (Sivananda, 2002: 102). Hari ini merupakaan pemujaan khusu yang
dilakukan untuk mengagunggkan kebesaran dari Dewa Subrahmanya yang merupakan
inkarnasi dari Dewa Siva. Pada hari suci ini para bhakta melakukan kegiatan
membaca dan menceritakan berbagai pujian dan kisah yang terkait dengan
keberadaan Dewa Subrahmanya.
23.
Sri Appayya Jayanti
Seorang Tokoh Vedanta yang tersohor adalah Sri
Appaya yang telah menyusun lebih dari 104 buku. Semua aliran Filsafat Vedanta
memiliki otoritas yang unik dan tak ada tandingannya serta didukung dari buah
penanya (Sivananda, 2002: 56). Untuk menghormati jasanya yang maha muliya itu,
maka diadakan pemujaan khusus yang diberi nama Sri Appayya Jayanti. Hari Sri
Appayya Jayanti jatuh pada setiap 2 Oktober. Appayya hidup pada pertengahan
abad ke 16.
24.
Ratha Saptami
Pada tengah bulan hari ketujuh dari bulam
Margasirsa (Desember-Januari), orang-orang memuja Matahari pada pagi hari dan
membacakan kisah Surya Sahasranama (Sivananda, 2002: 49). Keistimewaan pada
hari ini bahwa pemujaan dilakukan oleh semua golongan. Ada cerita bahwa jika
seorang wanita yang berpuasa maka akan mendapatkan pengetahuan dan
kebijaksanaan terlebih jika seorang janda maka dia tidak akan menjadi janda
lagi dikehidupan mendatang.
25.
Tahun Baru Telugu
Didaerah Andhra Pradesh dan orang-orang Telugu
diseluruh dunia merayakan Tahun Baru yang jatuh pada hari pertama bulan Caitra
(Maret-April). Sedangkan orang-orang yang tinggal di utara bukit Vindhya
melaksanakan barhaspatyamana. Untuk yang berada diselatan bukit Vindhya
melaksanakan Sauramana atau Candramana. Hari special ini sangat diutamakan bagi
Kaum Brahmana, namun system kalender di India juga bervariasi dalam merayakan
tahun baru bahwa selain Tahun Baru Telugu juga terdapat Tahun Baru Tamil
(Sivananda, 2002: 50).
26.
Karttika Dipam
Purnama merupakan hari yang istimewa bagi panorama
alam. Keberadaannya sangat dinantikan ketika Bulan Penuh cahaya menambah
suasana malamhari makin cerah. Disaat Purnama sekitar November-Desember saat
itu bintang krttika bersinar, umat Hindu di India merayakan Kartika Dipam. Pada
hari itulah api yang besar dinyalakan digunung Arunacala yang suci, di India
Selatan. Arunacala adalah Tejo Linggam atau bukit Tiruvannamalai sebagai tempat
yang melambangkan unsure api suci (Sivananda, 2002: 40).
Puja dan Bhakti pada Siva yang sedang berwujud
Arunacalesvara. Pada hari Kartika Dipam prilaku orang-orang membuat api unggun
didepan kuil. Mereka juga menyalakan kembang api.
Hari
Suci Hindu di Bali
Hari-Hari
Besar Hindu yang di rayakan di Bali banyak berbeda dengan Hari Suci yang
dirayakan di India. Di Bali banyak dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada
Sasih, Penanggal, Panglong, Wuku, dan Wewaran. Munculnya berbagai factor tersebut
yang mengakibatkan berbagai hari suci di Bali memiliki karakteristik yang
berbeda. Perbedaan yang ada menunjukkan kekayaan budaya local dan tidak
bertentangan dengan sumber ajaran yang tertuang dalam berbagai sumber sastra
suci baik catur Veda maupun Itihasa dan Purana. Hal ini akibat dasar agama
Hindu yang selalu menggutamakan tujuan akhirnya yaitu Moksa atau kebahagiaan
lahir dan batin terbebas dari belenggu, oleh karena itu perkembangan keagamaan
yang ada di Bali sejak dirumuskannya metode keagamaan agar menjadi ketetapan
Pemerintah Republik Indonesia pada era 1959 terbentuknya PHDI sebagai lembaga
keagamaannya dengan disertai berbagai kelengkapan yang diharuskan untuk
membentuk suatu Agama, maka munculah Agama Hindu di Bali dengan draf atau susunan
tata keagamaannya mulai dari tempat suci, sampai jenis-jenis ritual dan
berbagai Hari suci Keagamaannya. Adapun hari suci keagamaan bagi umat Hindu di
Bali adalah sebagai berikut;
1.Galungan
Galungan dirayakan pada Hari Rabu Kliwon Wuku Galungan atau Dungglan.
Ketika dihitung dari kalender, maka akan terjadi perayaan Galungan setiap 210
hari sekali atau satu tahun terjadi dua kali. Perayaan (upacara) Hari Raya
Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih
kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka. Sejak
itu Galungan terus dirayakan oleh umat Hindu di Bali secara meriah. Perayaan
Galungan memiliki cirikhas tersendiri dengan ditandai atau ditancapkannya
Penjor dimasing-masing halaman rumah umat Hindu di Bali terutama di pintu
keluar. Saat perayaan ini dipinggir jalan penduduk beragama Hindu di Bali
terlihat sangat indah dan menarik hati karena rangkaian Penjor yang terpampang
penuh artistic. Pemasangan penjor dilakukan pada hari Penampahan Galungan
(sehari sebelum Galungan). Inti perayaan hari Penampahan Galungan adalah
melaksanakan byakala yaitu upacara yang bertujuan untuk melepaskan kekuatan
negatif (Buta Kala) dari diri manusia dan lingkungannya.
Jenis-Jenis
Galungan
Galungan
juga disebut “Rerahinan Gumi" artinya semua umat wajib melaksanakan, ada
pula perbedaan dalam hal perayaannya. Berdasarkan sumber-sumber kepustakaan
lontar dan tradisi yang telah berjalan dari abad ke abad telah dikenal adanya
tiga jenis Galungan yaitu: Galungan (tanpa ada embel-embel), Galungan Nadi dan
Galungan Nara Mangsa. Cirri dan khas aneka Galungan itu adalah sebagai berikut:
Galungan: jika Rabu Kliwon pada Wuku Dungulan tanpa disertai keadaan lainnya
maka dinamakan Galungan. Galungan Nadi: jika Hari Raya Galungan bersamaan
jatuhnya Bulan Purnama. Galungan Nadi ini datangnya amat jarang yaitu kurang
lebih setiap 10 tahun sekali. Galungan Nara Mangsa: jika Galungan jatuh
bertepatan dengan tilem sasih Kapitu atau sasih Kesanga. Palaksanaan upacara
Galungan di Bali biasanya diilustrasikan dengan cerita Mayadanawa yang
diuraikan panjang lebar dalam lontar Usana Bali sebagai lambang, pertarungan
antara aharma melawan adharma. Dharma dilambangkan sebagai Dewa Indra sedangkan
adharma dilambangkan oleh Mayadanawa. Mayadanawa diceritakan sebagai raja yang
tidak percaya pada adanya Tuhan dan tidak percaya pada keutamaan Upacara Agama.
2.Kuningan
Hari
Raya Kuningan merupakan serangkaian dengan Hari Raya Galungan. Pada perayaan
Kuningan juga sangat istimewa. Hal ini bisa dilihat dari acara pelaksanaannya.
Pelaksanaan Hari raya Kuningan dimulai dari redite Wage” ialah hari angulihaken prikramaning pratekaning Kuningan”, dengan bertujuan
untuk mengenang jasa-jasa leluhur kita yang telah mendahului kita, pada hari
ini sarana yang diperlukan berupa canang seadanya sesuai kemampuan. Selanjutnya
pada Sukra Wage/Jumat Wage sehari sebelum hari Kuningan ialah hari untuk
mempersiapkan perayaan Kuningan yang disebut dengan ‘Penampahan Kuningan’. Hari puncak Tumpek Kuningan/ Saniscara Kliwon/
Sabtu Kliwon Kuningan atau “hari Raya Kuningan” diperingati sebagai hari
turunnya Dewa Siwa dan Dewi Laksmi, Bhatara-bhatari diiringi oleh para Pitara
/leluhur sampai tengah hari (jam 12.00 siang) Pada saniscara Kliwon memasang tamiang sebagai symbol kemenangan
Dharma. Perayaan Suci Tumpek
Kuningan dimaknai untuk membersihkan pikiran, dengan cara konsentrasi,
meditasi, demi kepentingan kesejahteraan umat. Pada pelaksanaanya dengan
melakukan pemujaan atau persembahyangan tidak boleh lewat jam 12.00 siang.
Sarana ritualnya; di halaman rumah menghaturkan korban segeh agung, kemudian manusianya ngayab sesayut prayascitta luwih, sesayut segahan Kuning, iwak itik putih dan penyeneng.
Menurut
Lontar Siwa Tattwa Purana” menyebutkan bahwa pada hari Wage wuku Kuningan
hendaknya membuat banten sambutan
selanjutnya pada hari Senin Kliwon disebut sebagai hari Pemacekan Agung yaitu
pertemuan antara Sanghyang Siwa dengan Sanghyang Giriputri. Pada hari sabtu
Kuningan turunlah Bhatari Uma/Durga mencari Saniscara dan Bhatara Siwa menjadi
Kliwon. Pada hari Saniscara Kliwon hendaknya umat membuat nasi Kuning untuk
dihaturkan bagi leluhurnya dan dilarang melakukan upacara manusia yadnya
(karena Bhatara Siwa sedang Berkasih asmara dengan dewi Uma dan disaat itu dewi
Uma sedang menjaga ketiga Dunia? Sehingga umat dimohon untuk melakukan pemujaan
agar mendapatkan anugerah kesejahteraan/tidak boleh memada-madai dewa/ngembari yang sedang melakukan
penciptaan kebahagiaan dan jika umat melakukan upacara manusia yadnya
dikhawatirkan terkena kutukan Bhatara sehingga tidak mendapatkan kerahayuan
tetapi petaka yang dirasakan-hal ini berlaku juga bagi setiap pelaksanaan
hari-hari raya Hindu yang lain agar jangan melaksanakan upacara manusia yadnya
yang bertepatan dengan hari raya Hindu akan buruk jadinya).
3.Saraswati
Umat Hindu di Bali melaksanakan
Hari raya untuk memuja Dewi Saraswati dilakukan setiap 210 hari yaitu setiap
hari Sabtu Umanis Wuku Watugunung. Hari ini juga diperingati sebagai hari
turunnya ilmu pengetahuan. Setiap datangnya hari Raya Saraswati, maka disetiap
sekolah para sisya melaksanakan ritual dengan khusuk. Demikian juga
dimasing-masing rumah terlihat sibuk menjalankan ritual Saraswati terlebih bagi
yang memiliki lontar maupun kitab suci Agama Hindu bahwa di tempat itu umat
Hindu Bali akan meletakkan banten khusus buat menghormati keberadaan Ilmu
Pengetahuan yang sangat membantu kehidupan manusia di dunia ini. Sarana dala
ritual Saraswati yang paling inti adalah banten (sesajen) Saraswati, daksina,
beras wangi dan dilengkapi dengan air kumkuman (air yang diisi kembang dan
wangi-wangian). Banten yang lebih besar lagi dapat pula ditambah dengan banten
sesayut Saraswati, dan banten tumpeng dan sodaan putih-kuning. Upacara ini
dilangsungkan pagi hari dan tidak boleh lewat tengah hari atau terbatas sampai
jam 12.00.
4.Pagerwesi
Empat
hari setelah Hari
Saraswati, hari ini Rabu Kliwon Wuku
Sinta, umat Hindu melaksanakan perayaan Pagerwesi. Pada perayaan Pagerwesi ini umat memuja Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan) dalam manifestasinya sebagai Siwa Mahaguru atau Hyang Paramestiguru - sumber dan segala guru.
Sinta, umat Hindu melaksanakan perayaan Pagerwesi. Pada perayaan Pagerwesi ini umat memuja Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan) dalam manifestasinya sebagai Siwa Mahaguru atau Hyang Paramestiguru - sumber dan segala guru.
Pagerwesi bisa juga diartikan Pagar
Besi secara harfiah dan hal ini dijadikan sebagai symbol memagari diri umat
Hindu. Ketika Ida Sang Hyang Widi (Sang Hyang Aji Saraswati) menurunkan
ilmu pengetahuan saat Saraswati, kemudian dalam mempelajarinya umat memerlukan
guru Setelah umat mendapatkan kaweruhan (ilmu pengetahuan) yang didapat
dan diperingati ketika hari raya Saraswati, maka pengetahuan itulah dijadikan
benteng yang kuat, memagari diri menghadapi tantangan hidup atau bekal untuk
mencapai tujuan hidup kesejahteraan dan ketenangan batin.
5.Siwaratri
Waktu pelaksanaan Siwaratri terjadi
pada panglong ping 14 sasih kapitu. Saat
itulah umat melakukan brata Siwaratri seperti upawasa (puasa), monobrata (diam)
dan jagra (melek atau tak tidur semalam).
Siwaratri merupakan malam perenungan
dosa, (bukan peleburan dosa), dengan tujuan tercapainya kesadaran diri. Secara
tatwa, sesungguhnya Siwaratri itu simbolisasi dan aktualisasi diri dalam
melakukan pendakian spiritual guna tercapainya 'penyatuan' Siwa, yaitu
bersatunya atman dengan paramaatman atau Tuhan penguasa jagat raya itu sendiri.
Sebagai malam perenungan, perilaku
umat Hindu diharapkan melakukan evaluasi atau introspeksi diri atas
perbuatan-perbuatan selama ini. Pada malam pemujaan Siwa ini umat mohon diberi
tuntunan agar keluar dari perbuatan dosa.
Pelaksanaan Siwaratri erat kaitannya
sumber cerita yang dibangun guna memantapkan kesadaran umat Hindu dalam
menemukan dirinya dan Sang pencipta. Cerita yang dibangun dalam kisah Lubhdaka
sebagai seorang pemburu yang mampu mendapatkan anugerah dari Dewa Siwa sangat
Populer dikalangan umat Hindu di Bali. Dengan adanya cerita itulah mampu
menuntun umat Hindu untuk melaksanakan Brata Siwaratri dengan kidmat.
6.Nyepi/Tahun Baru Saka
Hari raya Nyepi dikenal dengan
Perayaan Tahun Baru Saka. Perayaan Tahun Baru Saka terjadi berdasarkan system
penanggalan yang ada di Nusantara. Pada abad ke-4 Masehi Agama Hindu telah
berkembang di Indonesia Sistem penanggalan Saka pun telah berkembang pula di
Indonesia. Itu dibawa oleh seorang pendeta bangsa Saka yang bergelar Aji Saka
dari Kshatrapa Gujarat (India) yang mendarat di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah,
pada tahun 456 Masehi.
Perayaan Tahun Saka ini dirayakan
dengan Hari Raya Nyepi berdasarkan petunjuk Lontar Sundarigama dan Sanghyang
Aji Swamandala. Hari Raya Nyepi ini dirayakan pada Sasih Kesanga setiap tahun.
Biasanya jatuh pada bulan Maret atau awal bulan April. Beberapa hari sebelum
Nyepi, diadakan upacara Melasti atau Melis dan ini dilakukan sebelum upacara
Tawur Kesanga. Upacara Tawur Kesanga ini dilangsungkan pada Tilem kesanga.
Keesokan harinya, pada tanggal apisan sasih Kadasa dilaksanakan brata
penyepian. Setelah Nyepi, dilangsungkan Ngembak Geni dan kemudian umat
melaksanakan Dharma Santi.
7.Tumpek
Setiap terjadinya pertemuan antara
pancawara Kliwon dan saptawara Saniscara atau hari Sabtu, umat Hindu di Bali
memperingatinya dengan memaknai sebagai hari Tumpek. Kata Tumpek bisa diartikan
sebagai pertemuan. Pertemuan dimaksudkan adalah antara symbol Kliwon sebagai
Dewa Siwa dengan Simbol Saniscara sebagai Dewi Laksmi. Jika terjadi pertemuan
Dewa Siwa dan Dewi Laksmi, maka umat Hindu dianjurkan untuk menghindari melakukan
kegiatan ritual kemanusiaan. Diyakini jika melaksanakan kegiatan kemanusiaan
tidak mendapatkan anugerah dari Dewa dan Dewi, karena sang penguasa Jagad
sedang melakukan pertemuan dengan permaisurinya.Jika pertemuan atau Tumpek itu
terjadi bertepatan dengan keberadaan Wuku, maka
memunculkan berbagai hari Suci Tumpek diantaranya;
a. Tumpek Wayang
Pada hari Tumpek Wayang, yang dipuja
adalah Bethara Iswara; bantennya : disanggah pamerajan: peras, ajuman,
perangkatan, bebek putih dipanggang, canang meraka, buah-buahan, pesucian, dan
mapeselat memakai pandan duri; banten ayaban untuk Hyang Maha Kala dan tataban
untuk manusia (terutama yang lahir di Wuku Wayang) : sesayut tumpeng agung,
prayascita, panyeneng, banten otonan, beakala, banten nyapuh leger.
Selain wayang, juga disucikan
alat-alat: gong, gambang, gender, gentha, angklung, kulkul, pratima, arca, dan
benda-benda suci lainnya yang berbentuk ukiran.
- Tumpek Landep
Pelaksanaan
hari suci Tumpek Landep yaitu setiap Saniscara (Sabtu) Kliwon Wuku Landep, atau
setiap 210 hari. Pelaksanaan Tumpek Landep dilakukan di Bali karena mengandung
hakekat dan makna yang tinggi serta sangat berhubungan dengan kehidupan manusia
di bumi terutama mengenai intelegensi manusia, sebab manusia itu sendiri adalah
makhluk spiritual yang selalu berhubungan dengan kekuatan supranatural. Kata
Landep berarti tajam atau ketajaman.
Tumpek
Landep disebut juga sebagai Tumpek Senjata,
hari pemujaan Sanghyang Pasupati dan juga merupakan Pujawali Bhatara Siwa.
Pada hari ini diupacarai segala macam
senjata dan peralatan dari besi terutama buatan pande; tujuannya mohon
ketajaman pikiran dan kekuatan lahir batin manusia (dipersenjatai Dharma).
Sumber sastranya Lontar Sundrigama;
banten di Sanggah Pamerajan: tegteg daksina peras ajuman, tumpeng putih kuning
selengkapnya dengan lauk sate berisi terasi merah, raka-raka; di perapen
bantennya : sesayut pasupati, sesayut jayeng perang, sesayut kusumayuda, suci,
daksina peras ajuman, canang wangi, dan pareresik.
- Tumpek Wariga
Pada Sabtu
Kliwon Wuku Wariga dirayakan oleh umat Hindu di Bali dengan melakukan berbagai
persembahan terutama ritual ditujukan untuk menghormati Tumbuh-tumbuhan.
Pemahaman masyarakat Hindu di Bali bahwa Pohon merupakan wujud ciptaan Tuhan,
maka ketika orang Bali memandang sesosok tumbuh-tumbuhan atau pohon, dia bukan
hanya sekedar berhadapan dengan sebuah benda semata, melainkan seolah
berhadapan dengan wujud penciptanya (Udayana, 2002: 24). Dinamakan Tumpek
Wariga, karena
jatuh pada Wuku Wariga yaitu hari baik untuk bermohon ke hadapan Ida Sanghyang
Widhi Wasa. Nama lain dari Tumpek wariga adalah; Tumpek Bubuh, merupakan
otonan bagi segenap tumbuh-tumbuhan, dan awal dari rangkaian upacara-upacara
Hari Galungan; yang dipuja adalah Bhatara Sangkara, mohon keselamatan bagi
tumbuh-tumbuhan agar dapat dimanfaatkan atau digunakan manusia. Tumpek
Pengarah, memberitahukan kepada pohon-pohonan bahwa 25 hari mendatang
Galungan tiba mohon agar berbuah berbunga dan berdaun lebat agar dapat
digunakan untuk Galungan.Tumpek Pengatag, karena batang pohon
dicekak lalu disisipi satsat simbol kesucian sambil menepuk-nepuk batang
(tagtag).Tumpek Bubuh, karena di batang pohon itu diolesi bubur
tepung beras simbol makanan.Tumpek Uduh, karena manusia meminta
(nguduh) pohon berbuah berdaun dan berbunga lebat
Sumber sastranya Lontar Sundarigama,
bantennya di sanggah pamerajan, pura subak, atau palinggih dewa ayu sedahan
abian: Sesayut, peras, tulung, bubur tepung, tumpeng agung, babi guling, jajan,
raka-raka, panyeneng, tatebus, peras topeng.
- Tumpek Krulut
Hari ini jatuh pada Sabtu Kliwon
Wuku Krulut. Dimaknai juga sebagai hari Kasih Sayang bahwa hendaknya umat Hindu
menjaga rasa saling menghargai atau Toleransi terhadap sesame dan alam
sekitarnya yang ditandai dengan suasana gembira. Symbol kegembiraan ini jika manusia
sudah mampu memaknai keberadaan gamelan sebagai alat seni. Gamelan bisa indah
dan menyenangkan jika memiliki irama yang sesuai dan selaras serta seirama dan
saling bersautan antara gamelan satu dan lainnya. Demikian juga manusia yang
memiliki perbedaan diantara sesama hendaknya perbedaan itu dijadikan irama
dalam jalinan kerjasama guna menopang kehidupan.
Sumber sastranya, Lontar Aji
Gurnita. Krulut berasal dari kata “lulut” artinya: senang sekali dalam hal ini
berhubungan dengan alat-alat tetabuhan (gamelan).
Banten ditujukan kepada Bethara Asta
Iswarya: sesayut, pengambean, peras, panyeneng, sodaan, daksina, blabaran,
ketipat gong, ketipat kelanan, canang wangi, lenge wangi, pasucian, rantasan,
kumkuman, pengulapan, pangenteg, prayascita, dan segehan mesambleh pitik
samlunglung, dan banten odalan.
- Tumpek Uye
Tumpek Uye terjadi ketika datangnya
hari Sabtu Kliwon Wuku Uye. Pada hari ini umat Hindu memuja Siwa dalam
prabhawanya sebagai Dewa Rudra, mohon agar Rudra menolak segala penyakit yang
memngganggu binatang ternak (Anandakusuma, 2006: 12). Tumpek Uye diperingati
sebagai hari Binatang atau otonan Binatang, maka umat Hindu di Bali sangat
menghormati keberadaan binatang karena binatang telah mampu membantu kehidupan
manusia. Jika mau memotong binatang maka umat Hindu memakai do’a yang sangat
disakralkan sehingga tidak sembarangan asal memotong saja.
Sumber sastranya Lontar Sundarigama;
bermakna sebagai hari terciptanya segala Binatang; Dewa yang dipuja: Sanghyang
Rare Angon (manifestasi Siwa); bantennya : di sanggah pamerajan: suci, daksina
peras ajuman, penek, sodan putih kuning, lenga wangi, burat wangi, panyeneng,
pasucian; di kandang binatang berkaki empat: sesayut, panyeneng, pabersihan,
jerimpeng, canang raka, dan ketupat; di kandang untuk jenis unggas: ketupat
sida purna, ketupat bagia, ketupat pendawa, panyeneng, tetebus, kembang
payasan.
8.Purnama dan Tilem
Setiap datangnya bulan Purnama atau
keadaan Bulan Penuh yang biasanya sesuai penanggalan Bali jatuh pada tiap
penanggal 15. Pada hari ini umat Hindu menghormati Sanghyang Candra dengan
menghaturkan berbagai persembahan minimal Canang ditujukan untuk menghormati
dan mengucapkan terimakasih karena selama lima belas hari penanggal diberikan
keselamatan dan seterusnya semoga lima belas hari kedepan di panglong juga
diberikan kerahayuan.
Setelah jatuhnya panglong
kelimabelas, maka diperingati dengan hari Tilem atau bulan mati penuh. Pada
hari ini keadaan bumi malam hari gelap gulita tanpa sinar Bulan, maka umat
Hindu melakukan brata pemujaan kepada sanghyang Candra semoga diberikan
keselamatan dan kerahayuan dengan menghaturkan berbagai yadnya terutama Canang.
9.Piodalan/Odalan
Umat
Hindu di Bali melakukan kegiatan ritual disetiap terjadinya hari Piodalan.
Piodalan diartikan sebagai hari kelahiran atau hari jadi. Piodalan bisa terjadi
diberbagai tempat baik Piodalan Pura, Merajan, Rumah. Disetiap Piodalan, maka
sangat antusias Umat Hindu di Bali melakukan Pemujan kepada Tuhan sesuai dengan
jenis dan Tempat Piodalannya. Adanya Piodalan inilah yang terlihat di Bali
setiap Hari hari tertentu terdapat Ritual-Ritual, karena masing-masing Piodalan
tidak serentak kapan hari dan terjadinya Piodalan, sehingga terkesan di Bali
banyak Upacara Piodalan. Berbeda dengan hari suci diatas yang dilakukan
serentak bagi semua Umat Hindu, namun untuk Piodalan tidak demikian. Bisa saja
daerah tertentu melaksanakan bulan ini dan umat Hindu ditempat lain juga bisa
berbarengan atau bahkan berbeda hari, hal ini sesuai kapan bangunan itu
dipelaspas atau diresmikan. Hari peresmian bangunan atau tempat suci itulah
yang diperingati sebagai hari Piodalan.
10.Kajeng Kliwon
Hari yang dianggap suci dan selalu
diperingati oleh umat Hindu di Bali adalah Kajeng Kliwon. Jika triwara yang
terdiri; pasah, beteng, kajeng bertepatan jatuhnya Kajeng dengan pancawara
Kliwon, maka dimaknai sebagai hari Kajeng Kliwon. Pada hari ini diyakini
sebagai hari baik untuk melakukan pemujaan yang ditujukan kepada para Dewa,
Leluhur dan Bhutakala. Hari raya ini dating setiap lima belas hari sekali tepat
pertemuan antara Kajeng dan Kliwon.
Pelaksanaannya yang pertama adalah
melakukan pembersihan diareal pekarangan, melakukan pembersihan badan dan
menghaturkan banten. Pada ritual ini lebih banyak menghaturkan Segehan
Blabaran, sebagai symbol pemujaan kepada para Bhuta. Segehan yang dihaturkan
berupa nasi manca warna melambangkan unsure panca mahabhuta. Rerahinan Kajeng
Kliwon digolongkan kedalam upacara Bhuta Yajnya.
Mitologi yang dibangun bahwa pada
hari ini diyakini sebagai hari yang sangat disakralkan, karena terdapat
pemahaman bahwa jaman dahulu siapa saja yang ingin memperdalam Ilmu Magic, maka
mereka hendaknya menempatkan Kajeng Kliwon sebagai hari yang baik untuk memulai
belajar ilmu tersebut. Ilmu magic yang sangat ditakuti di Bali diantaranya
adalah Leak, Ugig, Desti, Teluh dan sebagainya yang sudah terkenal
kedahsyatannya. Cerita pendukung dari keberadaan ilmu Magic ini yang terkenal
adalah Calonarang. Sampai sekarang kepercayaan itu masih lekat dikalangan
masyarakat Bali (Raras, 2006: 13).
11.Anggara Kasih
Pertemuan
antara pancawara Kliwon dan Saptawara Anggara atau hari Selasa Kliwon,
dinamakan hari suci Anggara Kasih. Pada hari ini Umat Hindu di Bali
bersembahyang kehadapan para Dewa-Dewi, Bhatara-Bhatari dan Hyang di Sanggah,
Pamerajan dan Kahyangan (Anadakusuma, 2006: 10) sarana yang dihaturkan berupa;
sajen suci, daksina, ajuman, canang raka, canang sari, pesucian, air, asep dupa
harum dan lain-lain disesuaikan dengan tempat pemujaan.
12.Pegat Uakan
Hari Pegat Uakan adalah pertemuan antara pancawara Kliwon dan saptawara
Buddha atau hari Rabu Kliwon bertepatan dengan Wuku Pahang. Hari ini merupakan
rangkaian hari raya Galungan-Kuningan yang merupakan Hari Penutup. Dikatakan
penutup karena sebelumnya diawali dengan jatuhnya Tumpek Wariga. Maka
dengan datangnya hari Pegat Uakan ini menandakan sebagai hari yang dibebaskan
untuk melanjutkan berbagai ritual kemanusiaan diantaranya upacara Wiwaha itu.
Keistimewaan hari Pegat Uakan bahwa pada hari ini
disertai dengan pencabutan Penjor-Penjor yang tertancap dimasing-masing rumah.
Pada hari ini Umat Hindu di Bali melakukan pemujaan dihadapan Bhatara-Bhatari,
Dewa-Dewi, Hyang dengan menghaturkan persembahan berupa sajen: ajuman, pras,
penyeneng, pesucian, carang raka, canang sari, air, dupa harum. Menghaturkan
Suksme kehadapan sanghyang Widhi Wasa atas karunianya sehingga dapat
melaksanakan dharma dengan baik (Anandhakusuma, 2006: 10).
13.Buddha Cemeng Kulawu
Pertemuan Saptawara Buddha atau Rabo
dengan Pancawara Wage yang bertepatan dengan Wuku Kulawu, maka umat Hindu di
Bali menamakan Buddha Cemeng Kulawu. Pada hari ini umat Hindu di Bali melakukan
pemujaan dihadapan Dewa Wisnu di Merajan atau Paibon. Sarana yang dihaturkan
berupa: suci, daksina, pras, penyeneng, ajuman prangkatan, ajengan
putih-kuning, canang raka, canang sari, pesucian, air, dupa harum. Permohonan
ditujukan kehadapan Dewa Wisnu dengan harapan agar Dewa Wisnu menganruniakan
perlindungannya dan Sanghyang Sedhana menganugerahkan Kemakmuran kepada para
PenyembahNya dan dunia (Anandhakusuma, 2006: 14).
Keistimewaan Hari Buddha Cemeng
Kulawu bahwa pada Hari ini diyakini sebagai hari yang baik untuk memohonkan rejeki
kehadapan Bhatara Rambut Sedana, sehingga hari ini juga ada yang menyebutkan
sebagai Hari Keuangan.
14.Buddha Cemeng Ukir
Pertemuan
Saptawara Buddha atau Rabo dengan Pancawara Wage yang bertepatan dengan Wuku
Ukir, maka umat Hindu di Bali menamakan Buddha Cemeng Ukir. Pada hari ini umat
Hindu di Bali melakukan pemujaan dihadapan Dewa Wisnu di Merajan atau Paibon.
Sarana yang dihaturkan berupa: suci, daksina, pras, penyeneng, ajuman
prangkatan, ajengan putih-kuning, canang raka, canang sari, pesucian, air, dupa
harum.
DAFTAR PUSTAKA
Anandakusuma,
Sri Reshi. 2006. Aum Upacara Dewa Yadnya.
Denpasar. Kayumas Agung.
Rao,
B.V.V. 2008. Siva Purana. Surabaya.
Paramita.
Raras,
Niken Tambang. 2004. Purnama-Tilem.
Surabaya. Paramita.
Raras,
Niken Tambang. 2006. Kajeng Kliwon.
Surabaya. Paramita.
Sivananda,
Sri Svami. 2002. Hari Raya & Puasa
dalam Agama Hindu. Surabaya. Paramita.
Titib,
I Made. 2003. Purana. Jakarta. PT.
Pustaka Mitra Jaya.
Udayana,
I Dewa Gede Alit. 2002. Tumpek Wariga.
Surabaya. Paramita.
Wikarman,
I Nyoman Singgin dan Sutarya, I Gede. 2003. Hari
Raya Hindu Bali-India. Surabaya. Paramita.