Rabu, 02 November 2011

Wacana Hari Raya Kuningan

VACANADHARMA
MAKNA HARI RAYA GALUNGAN DAN KUNINGAN
HUBUNGANNYA DENGAN PENINGKATAN KESADARAN SPIRITUAL

Oleh; Romo Poniman
Di Berikan Kepada Umat Sedharma dalam Memberikan Vacanadharma pada Hari Kuningan

Om apsudewa pawitrani, ganga dewi namo stute
Sarwa klesa winasanam, toyenam parisuddhyate         
Sarwa papa winasini, sarwa roga wimocane
Sarwa klesa winasanam, sarwa bhoga awapnuyat
Om sri sa pa hut kare, roga dosa winasanam
Siva logam ma ha yas te, mantre manah papa ke lah.
Sindyan trisandhya sapala, sakala mala malahar,
Siwamrta mangalan sa, nandinimdam namah Siwaya

Om dewa air/Gangga pemberi kesucian, sujud pada-Mu, engkau pembasmi segala kekotoran, dengan air sucimu engkau meyucikan-Nya.
Engkaulah yang menghancurkan semua kejahatan dan yang membebaskan dari semua penderitaan serta menghancurkan semua kotoran, karenamulah memperoleh semua yang perlu dinikmati
Om, engkaulah yang menjadikan semua perbuatan benar, menghancurkan semua dosa dan penderitaan, engkau yang dipuja dengan kebesaran di dunia Siva, engkau yang mejiwai mantra, kekuatan-Mu yang luar biasa baik subuh, siang dan senja hari
Engkaulah Amrtanya Siva, tanda kebajikan, engkau adalah sungai yang memberi segala permohonan, semua sujud pada-Mu ya Siwa.

Om Swastyastu,
Kepada yang telah suci para Pemangku dan Pinandhita yang senantyasa berbahagia,
Salam hormat kepada para sesepuh dan pinisepuh agama di wewengkon desa…..,
Kepada Bapak, Ibu, Saudara, Saudari serta adek-adek yang kami mulyakan,
 salam mesra dengan penuh kasih dan sayang dalam lingkaran Dharma

Pada kesempatan yang berbahagia ini tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada panitia pelaksanaan perayaan hari raya Kuningan  ….. yang telah memberikan waktu dan tempat guna menyampaikan siraman rohani kepada umat sedharma yang berbahagia

Vaksayaka vadanannispati
Yairahatah socati ratryahani
Parasya va marmasu te patanti
Tasmaddhiro navasjret paresu
                               Sarasamuscaya. 120

Terjemahan;
Perkataan yang bermaksud jahat tidak beda dengan anak panah, yang dilepaskan, setiap yang ditembusnya merasa sakit, perkataan itu meresap ke dalam hati, sehingga menyebabkan tidak bisa makan dan tidur pada siang dan malam hari, oleh sebab itu tidak diucapkan perkataan itu oleh orang yang budiman dan wiraperkasa pun oleh orang yang tetap suci hatinya.

Na tahyavacanam satyam
Natahyavacana marsa
Yad bhutahitamatyartham
Tat satyamitaramrsa
                                                    Sarasamuscaya.. 134

Terjemahan;
Pada hakikatnya bukan perkataan yang tidak benar itu bohong namanya, dan bukan perkataan yang benar itu disebut kebenaran, melainkan sesungguhnya, biarpun bohong kata-kata itu selalu menimbulkan kebaikan saja, membuat akibat yang menyenangkan kepada semua mahkluk hidup, itulah disebut kebenaran; meskipun sesuai dengan apa yang terjadi jika tidak mendatangkan akibat yang menyenangkan kepada semua mahkluk hidup, dusta disebut itu.

Dharma macarato vrttiryadi
Nopagamisyati, na nama
Kin silonchambu
Sakadyapi vipatsyate
                                                Sarasamuscaya.  51

Terjemahan;
Orang yang tekun melaksanakan Dharma, tidak  akan kesulitan mendapatkan penghidupan, mustahilah tidak memperoleh makanan, sayur-sayuran dan air, segala sesuatunya itu mudah diperolehnya, yang seakan-akan menawarkan diri untuk menjadi santapan beliau


Love is indeed a most powerful force. It can take us to great beights as and love us light and airly. Yet it has been the most abused and misused force. Many degraded things pass for love. Diantara semua kekuatan spiritual, cinta kasih adalah kekuatan yang paling agung. Cinta kasih yang agung ini bisa membawa kita terbang tinggi, menyentuh langit, menjadi ringan dan bebas. Tetapi cinta kasih disalah tafsirkan, ia menjadi kuasa yang jelek dan disalahgunakan. Banyak peristiwa terkutuk atas nama cinta kasih.

Pendahuluan;

Umat Hindu sedharma yang saya kasihi,
Perayan agama demi perayaan selalu kita ikuti dan dirayakan dengan seksama oleh umat Hindu sedharma dalam keadaan yang serba meriah namu tetap penuh kesederhanaan, akan tetapi semakin tinggi tingkat pemahaman keagamaan maka semakin tinggi pula tingkat kreatifitas didalam merangkai dan menghias perayaan agama dengan berbagai hiasan yang penuh symbol. Perayaan agama yang semakin hari semakin semarak jika tidak diimbangangi akan hakikat dan pendalaman makna, maka akan semakin terkaburkan atas tujuan suatu hari raya agama itu diadakan. Hari-hari suci keagamaan yang senantyasa dirayakan sudah tentu mengandung makna dan tujuan yang terkandung didalamnya, sehingga tujuan diciptakannya suatu ajaran kesucian yang tertuang dalam kitab suci akan dapat terrealisasi didalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan berkeluarga bahkan dalam diri sendiri akan tercipta suatu keadaan yang sangat berbahagia, namun jika makna yang terkandung didalam perayaan keagamaan tidak dipahami, maka hari yang seharusnya disucikan akan menjadi momok yang menakutkan jika hari suci itu datang menghadang dan bahkan akan lari atau berpaling serta mengacuhkannya sehingga terasa tiada bedanya hari raya dengan hari-hari biasa. Pemahaman akan arti penting  suatu hari suci keagamaan yang kurang berdampak sangat negative didalam menjalankan kehidupan keagamaan itu sendiri sehingga tak ayal suatu hari suci akan menjadi perdebatan bahkan kalau bisa dimusnahkan karena dirasakan menjadi beban didalam menjalankan kehidupan ini, akan tetapi bagi yang memahami arti penting perayaan hari-hari suci bisa memetik hikmah sehingga menimbulkan suatu kebahagiaan yang tidak bisa dinilai oleh apapun. Seperti halnya pada topic pembicaraan kali ini dalam rangka perayaan Galungan Kuningan serta Hubungannya dengan peningkatan Kesadaran Spiritual yang sudah tentu sangat membutuhkan pemikiran yang mendalam bagi yang belum memahaminya, akan tetapi setelah mendengarkan serta memahami topic permasalahan ini diharapkan umat Hindu Sedharma mendapatkan sesuatu pencerahan didalam menjalankan kehidupan keagamaan. Untuk memahami topik ini para umat sedharma diharapkan mempelajarinya dari tahap demit aha dengan seksama sehingga diperoleh kejelasan secara mendalam.

Perlu diketahui bahwa pelaksanaan Hari raya Kuningan dimulai dari redite Wage” ialah hari angulihaken prikramaning pratekaning Kuningan”, dengan filsafatnya; mengenang jasa-jasa leluhur kita yang telah mendahului kita, etikanya; melanjutkan langkah-langkah perjuangan yang baik, tetapi langkah-langkahnya yang buruk kita buang, jangan ditiru, upacaranya; canang seadanya sesuai kemampuan. Pada Sukra Wage Kuningan ialah hari untuk mempersiapkan upakara Kuningan yang disebut dengan ‘Penampahan Kuningan’. Tepat pada Tumpek Kuningan/ Saniscara Kliwon Kuningan atau “hari Raya Kuningan” hari turunnya Dewa-dewi, Bhatara-bhatari diiringi oleh para Pitara /leluhur sampai tengah hari (jam 12.00 siang) sesuai dengan Sugi Manik Jawa atau Sugihan Jawa. Filosofisnya; dari Tumpek Kuningan adalah untuk nyapuhing malaning idep (membersihkan cara berpikir yang kotor), dengan cara konsentrasi, meditasi, demi kepentingan kesejahteraan umat. Tatasusilanya; melakukan pemujaan atau persembahyangan jangan sampai lewat jam 12.00 siang. Upacaranya; ring natar rumah segeh agung, terhadap manusianya ngayab sesayut prayascitta luwih, sesayut segahan Kuning, iwak itik putih dan penyeneng.
Redite Wage Kuningan, Ulihan atau oleh-oleh (untuk) kembalinya Dewa dan Pitara dengan disuguhkan oleh-oleh beruparempah-rempah, beras dsbnya sampai pada sukra Wage Kuningan (penampahan Kuningan), persiapan untuk menghadapi Kuningan dengan melenyapkan kotoran pikiran. Pada saniscara Kliwon memasang tamiang sebagai symbol kemenangan Dharma melawan adharma dan menghaturkan nasi Kuning sebagai symbol Bhakti lawan asih.

Tattwa mengenai Hari Raya Kuningan;
 Sumber ajaranya terdapat dalam lontar dan prasasti;
Lontar Siwa Tattwa Purana” menyebutkan bahwa pada hari Wage wuku Kuningan hendaknya membuat banten sambutan selanjutnya pada hari Senin Kliwon disebut sebagai hari Pemacekan Agung yaitu pertemuan antara Sanghyang Siwa dengan Sanghyang Giriputri. Pada hari sabtu Kuningan turunlah Bhatari Uma/Durga mencari saniscara dan Bhatara Siwa menjadi Kliwon. Pada hari saniscara Kliwon hendaknya umat membuat nasi Kuning untuk dihaturkan bagi leluhurnya dan dilarang melakukan upacara manusia yadnya ( karena Bhatara Siwa sedang Berkasih asmara dengan dewi Uma dan disaat itu dewi Uma sedang menjaga ketiga Dunia? Sehingga umat dimohon untuk melakukan pemujaan agar mendapatkan anugerah kesejahteraan/tidak boleh memada-madai dewa/ngembari yang sedang melakukan penciptaan kebahagiaan dan jika umat melakukan upacara manusia yadnya dikhawatirkan terkena kutukan Bhatara sehingga tidak mendapatkan kerahayuan tetapi petaka yang dirasakan-hal ini berlaku juga bagi setiap pelaksanaan hari-hari raya Hindu yang lain agar jangan melaksanakan upacara manusia yadnya yang bertepatan dengan hari raya Hindu akan buruk jadinya).

Nilai Moral Pelaksanaan Hari Raya Kuningan

Hari raya Kuningan tidak terlepas dengan hari raya Galungan yang jatuh tepat pada Buddha Kliwon Wuku Dunggulan karena keduanya merupakan satu paket. Sedangkan runtutan  pelaksanaan Hari Raya Galungan dan Kuningan sebenarnya dimulai semenjak Tumpek Wariga yang jatuh pada Saniscara Kliwon Wuku Wariga dan berakhir pada Buddha Kliwon Wuku Pahang. Nilai moral yang bisa dipetik pada pelaksanaan hari raya Galungan adalah untuk mengingatkan mereka agar bisa hidup bahagia dan sejahtera. Mengapa diingatkan/ karena sebenarnya manusia itu sering lupa sehingga dengan jatuhnya perayaan Galungan akan teringatkan atas segala yang pernah dilakukan sebelumnya, dengan demikian akan menjadi bahan evaluasi pada tahapan kehidupan selanjutnya karena sesungguhnya tidak ada suatu keadaan itu yang langgeng. Jika keadaan sebelumnya kehidupan kita kacau maka dengan datangnya perayaan Galungan semoga mendapatkan inspirasi atas instropeksi diri kepada kehidupan yang lebih sempurna.

Saudara umat Hindu sedharma yang berbahagia,
Yang perlu diingtakan pada hari raya Galungan adalah untuk terus menerus berjuang untuk memenangkan nilai moral (Dharma) dalam kehidupan ini, karena jika nilai moral Dharma tidak tegak maka Adharma akan menguasai hidup ini sehingga derita sengsaralah kita karena tiada tertatanya tatanan kehidupan yang harmonis. Oleh karena itu untuk memperoleh keadaan itu, maka tahapan-tahapan sebelum Galungan perlu dilaksanakan seperti saat Tumpek Wariga memberikan penghormatan pada Tumbuh-tumbuhan agar lestari dan dapat dimanfaatkan pada saat upacara Galungan. Sugihan Jawa yaitu agar senantiasa membersihkan segala keperluan lahir seperti membersihkan Pura, Merajan, Sanggah maupun menjaga keselamatan diri menghadapi Galungan dan pada Sugihan Bali agar senantiyasa menjaga kesucian batin yaitu menyiapkan mental spiritual guna menghadapi sang Kala Tiga Galungan dan pada Redite Paing melakukan Brata dengan pengekeban atau pengekangan hawa nafsu guna menahan diri terhadap segala Emosi yang akan muncul atau selalu menjaga ketenangan diri sedangkan pada Soma Pon melakukan penyajaan atau melakukan brata sungguh-sungguh dan sebagainnya dengan tetap menahan nafsu lalu diteruskan pada Anggara Wage dengan penampahan melawan puncaknya Godaan Sang Kala Tiga yang disimbolkan dengan melakukan pemotongan hewan yang disimbolkan pada hewan babi yaitu symbol kemalasan atau sifat-sifat Tamas yang sangat merugikan dan memotong ayam sebagai symbol sifat Rajas yang sangat menganggu dalam kehidupan jika tidak dikendalikan sehingga disaat Buddha Kliwon benar-benar merupakan suatu hari yang sangat istimewa karena sudah mampu melalui tahapan-tahapan Galungan yang selanjutnya dirayakan sebagai hari kemenangan Dharma melawan Adharma. Bagaimana bagi mereka yang tidak dapat melakukan tahapan-tahapan Galungan? Maka mereka tidak akan merasakan bahagia disaat hari raya, tetapi terasa hambar dan biasa-biasa saja sehingga tidak akan mengalami perobahan kehidupan yang berarti setelah perayaan Galungan dilalui.

Dasar-dasar Pelaksanaan Hari Raya Galungan dan Kuningan

Kamatmanah svarga-para
Janma-karma-phala-pradam
Kriya-visesa-bahulam
Bhogaisvarya-gatim prati
                            Bhagavadgita. II-43

        Terjemahan;
Mereka yang pikirannya penuh dengan keinginan akan kesenangan, dengan sorga sebagai tujuan, inkarnasi sebagai karma phalanya; melakukan upacara-upacara yang beraneka ragam dan banyak itu, dapat menghantar kearah kebahagiaan dan kekuasaan.

Saha-yajnah prajah srstva
Purovaca prajapatih
Anena prasavisyadhvam
Esa vo’stv ista-kama-dhuk
                          Bhagavadgita. III-10

Terjemahan;
Sesungguhnya sejak dahulu telah dikatakan, Tuhan/Prajapati telah menciptakan manusia melalui yajna dan berkata anena prasavisyadhvam/ dengan ini engkau mengembang sebagai sapi kamadhuk yang memenuhi keinginannmu.

Istan bhogan hi vo deva
Dasyante yajna-bhavitah
Tair dattan apradayaibhyo
Yo bhunkte stena eva sah
                                                 Bhagavadgita. III-12


Terjemahan;
Sesungguhnya keinginan untuk mendapatkan kesenangan telah diberikan kepadamu oleh para dewa karena yajnamu, sedangkan ia yang telah memperoleh kesenangan tanpa memberi yajna sesungguhnya adalah pencuri.

Dasar pelaksanaan Galungan dan Kuningan adalah Catur Dresta; 1) Purwa Dresta/Kuno Dresta yaitu Dresta-dresta atau aturan yang sudah berlaku lama atau kebiasaan lama bagi masyarakat Bali dan jawa yang sering memakai perhitungan Wariga, Pawukon, Sasih, Penanggal Purnama dan Tilem. 2) Loka Dresta yaitu kebiasaan yang bersifat Lokal yang berlaku disuatu tempat saja. 3) Desa Drestha adalah kebiasaan yang berlaku disuatu daerah saja atau Desa. 4) Sastra Dresta yaitu kebiasaan yang berlaku berdasarkan sastra, baik itu Lontar (Sundarigama dalam penjelasan tentang Galungan), Purana maupun Itihasa yang kesemuanya tidak bertentangan dengan Weda dan Tujuan Agama itu sendiri.

Sastra
Lontar Sundarigama menyebutkan bahwa pada Buddha Kliwon Dunggulan adalah hari untuk memusatkan pikiran terang dan suci disertai dengan menghaturkan persembahan kepada para dewa seperti kutipan berikut ini; Buddha Kliwon Dunggulan ngaran patitis ikang jnana galang apadang, haturaken widhi widhana nia ring sarwa dewa) cirikhas upacaranya adalah membuat tumpeng/selamatan kenduri dan kalu di Bali membuat tumpeng payas, wangi-wangi, sesucen munggah ring Sanggar, tumpeng pengambean, jerimpen, pajegan, sodan dan sebagainya seperti iwak serta daging babi. Sedangkan pada hari Raya Kuningan dengan membuat tumpeng Kuning atau nasi kuning serta lauk pauknya.


Hubungan Perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan dengan Peningkatan Kesadaran Spiritual

Seperti diuraikan diatas tentang hari raya Galungan dan Kuningan yang memiliki berbagai Tahapan-tahapan dengan maksud dan tujuannya, maka bagaimana kaitannya suatu pelaksanaan hari raya dengan peningkatan kesadaran spiritual? Untuk menjawab pertanyaan itu perlu dipahami satu persatu sehingga akan didapatkan jawaban yang seoptimal mungkin bisa dipahami oleh umat.
Peningkatan yaitu suatu keadaan yang lebih tinggi atau berbeda dari keadaan sebelumnya. Apa yang lebih tinggi yaitu pemahaman tentang hakikat hidup dikaitkan dengan pelaksanaan serta arti dan fungsi suatu upacara keagamaan dalam hal ini adalah Galungan dan Kuningan yang bermakna memberikan pencerahan pikiran yaitu galang apadang atau terang benderang karena pengaruh Sangkala Tiga sudah dapat dihindari. Kesadaran adalah suatu bentuk kata yang lebih aktiv dari kata pasif yaitu Sadar. Kesadaran berarti peningkatan dari keadaan sadar bahwa setiap manusia yang sehat sudah tentu akan ada suatu keadaan sadar atau tahu, ingat dan melihat serta seluruh indranya bisa berfungsi akan tetapi belum bisa dikatakan memiliki kesadaran jika manusia itu tidak memiliki perilaku yang berbuddhi luhur. Untuk memiliki perilaku inilah diciptakan suatu ajaran keagamaan agar manusia menjadi manusia yang manusiawi karena telah memiliki kesadaran tentang hakikat hidup dan tujuan hidup sesungguhnya. Spiritual adalah kesadaran Jiwa yang tinggi sehingga siapa saja yang memiliki kesadaran spiritual dia akan menjadi manusia utama diantara manusia yang lain.
Manfaat memiliki kesadaran spiritual yaitu agar tercapailah suatu keadaan hidup yang abadi seperti tujuan Agama Hindu ialah mencapai keadaan Brahma Nirwana. Bagaimana agar Brahma-Nirwana tercapai?
Vihaya Kaman yah sarvan
Pumams carati nihsprhah
Nirmamo     nirahankarah
Sa santim    adhigacchatti

Vihaya-meninggalkan; Kaman-keinginan duniawi untuk kepuasan indria-indria; yah-siapa; sarvan-semua; puman-seseorang; carati-hidup; nihsprhah-bebas dari keinginan; nirmamah-bebas dari rasa memiliki sesuatu; nirahankarah-bebas dari keakuan palsu; sah-dia; santim-kedamaian yang sempurna; adhigacchatti-mencapai.
Terjemahan;
Hanya orang yang sudah meninggalkan segala jenis keinginan untuk kepuasan indria-indria, hidup bebas dari keinginan, sudah meninggalkan segala rasa ingin memiliki sesuatu dan bebas dari keakuan palsu dapat mencapai kedamaian sejati.

Bhagavadgita. 2. 71


Esa brahmi  sthitih partha
Nainam prapya vimuhyati
Sthitvasyam anta-kale ‘pi
Brahma nirvanam rcchati

Esa- ini; brahmi-rohani; sthitih-keadaan; partha-wahai putera prtha; na-tidak pernah; enam-ini; parapya-mencapai; vimuhyati-seseorang dibingungkan; sthitva-menjadi mantap; asyam-dalam ini; anta-kale-pada akhir hidup; api-juga; brahma nirvanam-tempat atau istana rohani Tuhan; rcchati-seseorang mencapai.

Terjemahan;
Itulah cara hidup yang suci dan rohani, sesudah mencapai kehidupan seperti itu, seseorang tidak dibinggungkan. Kalau seseorang mantap seperti itu bahkan pada saat kematian sekalipun, ia dapat masuk atau manunggal dengan Tuhan.

Bhagavadgita. 2.72.

Bebas dari keinginan berarti tidak menginginkan sesuatu untuk kepuasan indria-indria. Dengan kata lain, keinginan untuk menjadi sadar akan segala hakikat adalah karena kuasa Tuhan yang sesungguhnya berarti bebas dari keinginan. Mengerti keberadaan diri yang sesungguhya sebagai utusan Tuhan untuk menjelma sebagai manusia agar memperbaiki segala karmawasana yang masih melekat sehingga dituntut untuk mensucikannya dengan penyerahan atas segala kepemilikan secara total tanpa disertai kepura-puraan adalah sebagai bentuk tingkat kesadaran yang sempurna. Penyerahan atas segala kepemilikan dengan menganggap bahwa badan ini juga bukan miliknya, segala hasil kerja bukan miliknya serta hidup ini juga bukan miliknya dengan segala gerak dan prilaku baik pikiran, ucapan kerja dan bhakti semuanya ditujukan pada Tuhan akan membawa jiwa mencapai kesadaran yang sempurna dan bahkan sebelum mati dapat merasakan mukti terlebih saat ajal menjemput dengan disertai pikiran yang penuh kedamaian, kebahagiaan serta penyerahan bahwa jiwa juga bukan miliknya maka terjadilah kalepasan yang sempurna karena lepasnya roh tanpa melalui pemikiran yang rumit melainkan adanya landasan kesadaran penuh sehingga moksa akan mudah ditempatinya.
Penyerahan atas hasil dari kegiatan badan seperti yang dilakukan oleh Arjuna saat bertempur melawan Kaurawa yaitu dengan melakukan kegiatan perang atas nama Krsna sebagai Awatara Wisnu yang merupakan perwujudan Tuhan maka Arjuna tidak merasakan gentar sedikitpun saat bertempur melainkan semata diserahkan semuanya kepada Tuhan sebagai wujud bhakti sebagai hampa yang memenuhi kewajiban hidup, Arjuna memperoleh kebebasan. Arjuna terbebas dari keinginan material atas hasil dari pertampuran yang dilakukannya karena ia bertempur demi kepuasan Sri Krsna yang menganjurkannya agar perang dilakukan disaat Arjuna mencapai puncak kesadarannya dengan bayangan bahwa pembunuhan itu suatu dosa terbesar terlebih membunuh para Guru dan saudaranya. Jika bias ditafsirkan disini bahwa yang dimaksud saudara itu bisa merupakan indria-indria serta nafsu-nafsu yang menyertai diri setiap saat sedangkan guru-guru adalah pikiran yang menjiwai indria-indria itu bahwa kesemuanya itu hendaknya dibunuh jika ingin menemui Tuhan, menyerahkan diri pada Tuhan dengan meninggalkan itu semuanya maka akan mencapai pada kesadaran sejati sehingga mendapatkan kebahagiaan yang sejati pula.
Seseorang dapat mencapai kesadaran atau kehidupan yang suci dengan segera dengan satu detik – atau mungkin belum bisa mencapai pada keadaan itu walaupun sudah dilahirkan berjuta-juta kali. Hal itu hanyalah merupakan persoalan pada pengertian dan pengakuan terhadap kenyataan. Rshi Bhisma bisa mencapai keadaan itu dengan selalu berpegang teguh pada prinsip hidup dan diakhir hidupnya dia bisa menentukan segalanya tentang kapan dia harus melepaskan ruh atau atma walaupun nyawa meregang disaat terbunuh pada perang Bharata. Kekuatan pikiran Rhsi Bhisma sebagai contoh apabila manusia dibumi ini selalu memiliki prinsip dengan hidup yang sudah teratur dengan berbagai konsep Dharma, maka siapapun juga akan bisa mengendalikan hidupnya dengan menjadikan dirinya sebagai manusia seutuhnya sehingga disuatu saat akan di-apa-kan dirinya oleh ‘apa’, maka penganut spiritual murni akan siap menjalankan seperti  apa yang seharusnya ia lakukan. Siapapun juga akan bisa menjadi ‘apa’ seperti ‘apa’ yang oleh apa inginkan, tetapi semua itu membutuhkan dasar kemapanan spiritual. Orang yang mantap spiritualnya sudah tentu akan mendapatkan anugerah yang terbaik dan sesuai oleh keadaan atau kemampuan yang ada pada dirinya. Seperti sang Arjuna saat bertapa dipuncak gunung Kailasa yang bermaksud agar dapat memenangkan perang di medan Kuru, tanpa ia pikirkan sebelumnya tentang anugerah apa yang akan ia peroleh dalam tapa itu tetapi dewa Siva sangat memahaminya sehingga diberikanlah senjata berupa panah pasupati atau pasupata sebagai senjata pamungkas untuk mengalahkan para Kaurawa yang memiliki kesaktian luar biasa dengan disertai ribuan pengikutnya sedangkan Pandawa hanya berlima saudara. Anugerah yang diberikan oleh dewa Siva kepada Arjuna sudah patut atau sesuai dengan karakter atau kondisi si penerimanya karena Arjuna sendiri merupakan salah satu bagian dari kelima bersaudara yang memiliki keahlian memanah.  
Menurut pandangan Filsafat Budha, bahwa sesudah kehidupan materiil ini berakhir, yang ada hanya kekosongan, tetapi Bhagavadgita memberikan pengertian yang lain daripada itu bahwa kehidupan sejati sesungguhnya dimulai saat kehidupan duniawi ini berakhir. Sebelum berakhir hidup ini kalau ada seseorang yang beruntung karena telah sadar dan menganggap Tuhan adalah tujuan utamanya bukan material yang sifatnya sementara maka ia akan segera mencapai dunia Tuhan atau tingkatan Brahma-nirvana. Disini apabila kesadaran akan bhakti dan karma hanya ditujukan pada Tuhan sesungguhnya tiada bedanya antara prilaku-prilaku spiritual dengan kebenaran Tuhan sendiri.
Demikian juga dengan adanya wacana pemanasan global akan merusak kelestarian alam lingkungan manusia hidup, sesungguhnya bisa diantisipasi jika manusia didunia menyadari semuannya yang ada ini adalah milik Tuhan sehingga manusia tidak bisa atau segala tindakannya hendaknya dilakukan demi kebahagiaan bersama, tanpa adanya motif demi kepentingan pribadi tetapi segalannya dilakukan berlandaskan hati nurani sebagai manusia yang penuh perasaan bukan menonjolkan intelektualitas belaka tetapi spiritualitas sebagai dasar utama dalam hidup sehingga keserakahan, kebengisan, yang berlanjut pada pengrusakan lingkungan dapat dihindari dengan begitu bencana alam yang diakibatkan pemanasan global akan dapat dicegahnya. Untuk dapat mencapai keadaan seperti ini dibutuhkan pemahaman yang sangat komprehensip sebelum memahami spiritual. Pemahaman komprehensip dimaksudkan agar didalam pemikiran atas keadaan alam tidak terjadi gejolak sehingga kebijaksanaan serta kepuasan indria dapat teratasi, dengan terpuaskannya segala apa yang terdapat dalam pemikiran indria karena dilandasi pengetahuan yang luas, maka seseorang hendaknya meningkatkan pengetahuan pikirannya kepada tingkatan spiritual tingkat tinggi agar tercapai suatu kesadaran yang sejati. Kesadaran sejati bisa diperoleh jika seseorang menyerahkan segala kepemilikan yang ia miliki semata ditujukan kepada Tuhan dengan selalu bersikap sujud dan bhakti secara penuh baik dalam pikiran maupun tingkah laku, sehingga rasa ego atau kesombongan yang berdampak pada prilaku arogansi tiada tampak, segala tindakannya akan menyejukkan mata siapapun yang memandang. Keadaan seperti ini   membawa jiwa yang merupakan inti hidup seseorang  mencapai Brahma nirwana baik saat berbadan wadag maupun saat terlepasnya kedua wujud tersebut. Intelektual sebagai langkah pertama untuk menuju kesadaran murni sebab Veda sesungguhnya sangat takut kepada seseorang yang tidak memiliki intelek.

Yam imam puspitam vacam
Pravadanty      avipascitah
Veda-vada-ratah      partha
Nanyad       astiti   vadinah

Kamatmanah svarga-para
Janma-karma-phala-pradam
Kriya  -   visesa  -  bahulam
Bhogaisvarya - gatim    prati

Terjemahan;
Orang yang kekurangan pengetahuan sangat terikat pada kata-kata kiasan dari weda, yang menganjurkan berbagai kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan pahala agar dapat naik tingkat sampai planet-planet surga, kelahiran yang baik sebagai hasilnya, kekuatan, dan sebagainya. Mereka menginginkan kepuasan indria-indria dan kehidupan yang mewah, sehingga mereka mengatakan bahwa tiada sesuatupun yang lebih tinggi dari ini, wahai putera Prtha.

Bhagavadgita. 2. 42-43

Masyarakat pada umumnya tidak memiliki kecerdasan yang lebih akan tetapi secara standar mereka banyak yang menjadi pemalas akibat kurang mampunya kecerdasan pikirannya, oleh karena itu mereka selalu terikat oleh kegiatan kegiatan yang dapat membuahkan hasil sebagai pemuas indria-indrianya sehingga dapat menikmati hidup didunia, sebagai symbol kenikmatan bagi mereka adalah wanita dan mencapai surga yang merupakan suatu tempat yang bisa memperoleh segalanya yang diinginkan. Dengan begitu mereka selalu melakukan berbagai ritual korban yang pada ujungnya menginginkan buah hasil atas upacara yang mereka lakukan.
Selama badan jasmani masih ada, ada perbuatan-perbuatan dan reaksi reaksi dalam sifat material. Seseorang harus mempelajari toleransi dihadapan hal-hal yang relative seperti itu, ia dapat dibebaskan dari kecemasan mengenai untung rugi.

Karma-jam buddhi-yukta hi
Phalam  tyaktva  manisinah
Janma-bandha-vinirmuktah
Padam gacchanty anamayam

Dengan menekuni bhakti kepada Tuhan seperti itu, resi-resi yang mulia dan penyembah-penyembah membebaskan diri dari hasil pekerjaan di dunia material. Dengan cara demikian mereka dibebaskan dari perputaran kelahiran dan kematian dan mencapai keadaan diluar segala kesengsaraan (Moksa).

Bhagavadgita. 2. 51

Orang yang dengan bhakti yang tulus akan mencapai pembebasan dan tinggal ditempat yang bebas dari kesengsaraan material. Keberadaan moksa tidak jauh dan tidak dekat, tetapi berada diantara perbuatan perbuatan yang mulia dengan kesadaran penuh kepada Tuhan sebagai sumber segalanya.
Proses pengetahuan  memuncak dalam bhakti yang murni kepada Tuhan. Karena itu kalau seseorang tidak mendekati pengabdian rohani kepada Tuhan, maka sembilan belas unsur lainnya tidak berkembang dalam dirinya. Tetapi kalau seseorang mulai melakukan bhakti dalam kesadaran Tuhan dengan sepenuhnya, maka kesembilan belas unsur itu dengan sendirinya akan berkembang dalam dirinya. Prinsip berguru kepada guru kerohanian adalah syarat mutlak dan itulah yang paling penting, bahkan bagi orang yang mulai melakukan bhakti sekalipun. Kehidupan rohani dimulai ketika seseorang berguru kepada seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya. Ini adalah pengetahuan yang sempurna bagi siapa saja yang ingin mencapai kesadaran murni sebab dengan mempercayai seorang guru kerohanian sebagai penuntun hidupnya dengan memandang sepenuhnya bahwa guru itu adalah titisan Dewa dan dengan selalu sujud dikaki guru, maka seorang murid kerohanian akan mendapatkan darsana secara langsung kepada jalan Tuhan.
Sikap rendah hati sebagai dasar berperilaku bagi pelaku spiritual. Rendah hati berarti hendaknya seseorang  jangan berhasrat  supaya puas mendapat penghormatan dari orang lain. Paham keduniawian yang membuat orang terseret pada penghormatan palsu sehingga ada kecenderungan minta dihargai dirinya serta penghormatan yang tinggi dengan demikian terpuaskanlah. Setelah seseorang pengikut kerohanian yang dilandasi pemikiran badan itu mencapai keberhasilan maka selanjutnya ia memasuki suatu organisasi yang tidak mengikuti prinsip-prinsip Dharma selanjutnya memaklumkan dirinya sebagai guru kerohanian, ia sangat ingin menjadi terkenal sebagai guru kerohanian karena terjebak pada kenikmatan yang palsu dengan demikian akan menyeretnya kejurang kawah candradimukha yang sangat ganas dan menyeramkan dengan penuh siksaan luar biasa.
Tidak melakukan kekerasan yang pada umumnya disama artikan sebagai Ahimsa atau tidak membunuh badan, tetapi sebenarnya tidak melakukan kekerasan berarti tidak menyebabkan mahkluk lain berdukacita. Pada umumnya orang terperangkap oleh kebodohan dalam paham hidup duniawi, dan mereka menderita sengsara selamanya. Karena itu kalau seseorang tidak mengangkat  orang lain sampai tingkat pengetahuan rohani, maka itu berarti bahwa dia melakukan kekerasan. Hendaknya seseorang berusaha sekuat tenaga untuk menyebarkan pengetahuan  yang sebenarnya kepada umat manusia agar terbebaskan dari kebodohan dan meninggalkan ikatan material ini.
Sikap toleransi yaitu agar terlatih untuk tahan terhadap penghinaan dan ejekan dari orang lain. Kalau seseorang tekun dalam kegiatan spiritual, maka dia akan mengalami berbagai kemajuan, kemajuan bukan berarti tidak mengalami godaan, justru dengan tingginya tingkat spiritual, karena sudah bisa membebaskan diri dari godaan-godaan seperti penghinaan atau cemooh dari para pengikut materialis karena alam materialis disusun demikian yang penuh penilaian baik-buruk sedangkan alam spiritual terbebaska dari dualisme nilai baik buruk yang ada adalah kebenaran sejati bahwa segalanya baik atau buruk adalah kuasa Tuhan semata. Dengan pandangan toleransi tinggi sepatutnya peribahasa ‘anjing mengonggong kapilah berlalu’ sangat tepat dipakai sebagai pedoman penganut spiritual sehingga akan selalu mantap dan terus berjalan dijalan Dharma.
  Kesederhanaan berarti hendaknya seseorang bebas dari siasat atau politik, selalu terus terang hingga dapat mengungkapkan kebenaran yang sejati. Berguru kepada guru kerohanian dengan mendekati selalu guru dan melayaninya dengan sikap rendah hati dengan berbagai cara agar guru berkenan menganugerahkan berkat karunia kepada muridnya adalah syarat utama dalam menapaki jalan spiritual, sehingga lambat laun akan segera mendapatkan kesadaran penuh. Walaupun murid itu belum mengikuti prinsip-prinsip yang menjadi aturan seharusnya. Berserah diri kepada guru tanpa memandang baik buruknya seorang guru atau perintah apa yang diperintahkan seperti sang Bima disaat mencari Tirtha Kamandalu sebagai tirtha kehidupan, ia diperintahkan oleh Guru Drona agar memasuki lautan, padahal Guru Drona tahu bahwa Bima tidak bisa berenang, maka Bima sebagai murid yang taat pada bhakti, ia melakukan perintah gurunya, walaupun nyawa taruhannya demi kesejahteraan dunia. Dan setelah tenggelam didasar samudera yang ia dapatkan adalah bertemu dengan Dewa Baruna dan terselamatkanlah Bima serta dapat membawa Tirtha Kamadalu yang dimaksudkan.
Kebersihan atau kesucian sebagai syarat mutlak yang harus dilakukan untuk mencapai kemajuan dalam kehidupan spiritual. Kebersihan badan dengan mandi, sedangkan kebersihan rohani dengan melakukan tapa, japa, bhrata dan yogasamadi serta selalu berpikiran pada Tuhan.
Ketabahan atau pengendalian diri adalah hal yang sangat diperlukan dalam menjalani kehidupan kerohanian agar tercapai suatu keberhasilan yang sempurna. Ketabahan hati tiada batasnya, jika dibatasi, maka tingkat kesabarannya masih rendah dan akan menghambat pada kemajuan spiritual.
Mendalami dan berusaha mengerti hakikat suka, duka, kelahiran - kematian, usia tua, masa anak-anak, dan penyakit orang harus memahami dengan mendalam bahwa kelahiran penuh kesengsaraan dari dalam kandungan ibu sampai terlahirkan kedunia yang berulang-ulang menggambarkan betapa besarnya penderitaan yang dialami oleh manusia.
Kesadaran spiritual dengan jalan melaksanakan bhakti-yoga seperti disaat perayaan Galungan dan Kuningan sebagai langkah yang bisa dilakukan dialam modern ini dengan menyadari hakikat roh individu dan roh utama sebagai awal dari segalanya. Dengan sikap rendah hati dan selalu sujud dikaki guru kerohanian akan menghantarkan seseorang mencapai tingkat kesadaran tinggi, sehingga terbebaskan jiwa dari belenggu badan serta terhapusnya Karmawasana, maka kelak bagi murid yang sadar akan selalu menganggap bahwa dirinya bagian dari Tuhan, bukan menganggap dirinya adalah Tuhan yang merupakan kesombongan tingkat Tinggi, dengan demikian pencapaian kesadaran spiritual akan mengantarkan Jiwa kepada kalepasan sehingga saat terpisahnya jiwa dan badan akan tercapai tujuan utama sang Atma yaitu manunggal dengan asalnya dan tidak terlahirkan kembali mencapai Brahma-Nirvana yang merupakan alam keabadian Suka tanpa wali dhuka (Moksa).


Kesimpulan;
  1. Tattwa mengenai Galungan dan Kuningan terdapat dalam Lontar Sundarigama
  2. Pelaksanaan hari Raya Kuningan tidak terlepas dari rangkaian Galungan yang merupakan satu paket.
  3. Rangkaian pelaksanaan Galungan dan Kuningan dimulai dari Tumpek Wariga sampai berakhir pada Buddha Kliwon wuku Pahang.
  4. Dasar-dasar Pelaksanaan Galungan mengacu pada Weda dan Lontar serta catur Dresta.
  5. Makna Perayaan Galungan dan Kuningan untuk meningkatkan kecerdasan pikiran yang sudah tercerahkan akibat terhindar dari pengaruh Sang Kala Tiga dengan melalui tahapan-tahapan yang diperlukan.
  6. Hubungan Perayaan Galungan dan kuningan dengan Peningkatan Kesadaran Spiritual sangat berarti mengingat semakin Tahu dan mengikuti segala rangkaian Upacara perayaan Galungan dan Kuningan dengan memahami Makna dan Tujuannya akan membentuk watak dan perilaku manusia yang lebih manusiawi karena semakin sering manusia itu diingatkan oleh adanya hari raya makan semakin lebih waspada dan memahami hakikat hidup sesungguhnya.
  7. Tujuan peningkatan kesadaran Spiritual seperti pesan yang disampaikan dalam Perayaan Galungan adalah demi tercapainya tujuan utama manusia diadakan yaitu manunggal dengan Tuhan atau mencapai Brahma-Nirvana.


Penutup dan Pesan

Umat Hindu sedharma yang sangat terkasihi, pada akhir pembicaraan ini semoga dengan adanya pertemuan yang sangat berbahagia ini kita semua selalu mendapatkan bimbingan serta petunjuk jalan yang lebih sempurna, jika ada tutur kata yang kurang sempurna semoga Hyang Widhi memberikan anugerah kesempurnaan karena baik dan buruk semua demi umat dan Hyang Widhi-lah Yang Maha Bijaksana, semoga semua berbahagia.

Om brahma visnu isvara devam
Jivatmanam trilokanam
Sarva jagat pratisthanam
Suddha klesa vinasanam
Om, guru padhuka dipata ya namah.

Ya Tuhan sebagai Brahma, Wisnu, Iswara yang berkenan turun menjiwai isi triloka, semoga seluruh jagad tersucikan bersih serta segala noda terhapuskan oleh-Mu, ya Tuhan sebagai Bapak alam, hamba memuja-Mu.


Pesan;
Saudara umat Hindu Sedharma yang berbahagia, yang perlu dipahami agar mampu meningkatkan diri dalam kehidupan spiritual adalah perlu memahami dasar-dasar spiritual itu.
Oleh karena itu berikut terdapat dasar-dasar spiritual yang perlu dipahami oleh umat sedharma agar memperoleh keberhasilan adalah;
  1.  Hendaknya memperkuat rasa ke-Tuhan-an dalam diri dengan tetap mantap dengan penuh kebahagiaan selalu dan mengingat kematian datangnya tidak dapat diduga, berperilaku selalu eling lan waspada atau selalu ingat tujuan hidup sesungguhnya.
  2. Gemar membaca buku-buku suci dan mendengarkan petunjuk-petunjuk alam dengan penuh kesadaran.
  3. Menyadari diri tidak bisa hidup sendirian oleh karena agar selalu menjalin kerjasama dengan sesama manusia dan lingkungan disertai sikap ramah dan penuh persahabatan serta kasih sayang.
  4. Mengembangkan sikap tenggang rasa, menjiwai segala sesuatunya bahwa dengan memelihara watak dan sifat yang dimiliki manusia itu berbeda-beda, sehingga tidak ada pemaksaan kehendak untuk menyeragamkan keinginan pribadi tetapi dalam keragaman tetap bersatu.
  5. Selalu bersikap adil seperti  sifat Matahari, sekali bersinar maka segalanya akan mendapatkan cahaya tanpa membedakan warna tumbuhan, jenis manusia, dan benda yang lainnya, semua terkena cahayanya.

Om Santi-santi-santi Om

                                                                           Banyuwangi, Sukra 15 Juli 2011


                                                                                     Romo Poniman
NB;
  1. 1.      Semoga sepercik pemikiran ini dapat memberikan inpirasi bagi umat Sedharma dimanapun berada jika inging memberikan pencerahan seputar perayaan Galungan dan Kuningan.
  2. 2.      Selamat berdharmawacana, semoga wacana dharma akan menumbuhkan sikap yang penuh damai dan batin yang bahagia.
  3. 3.      Salam buat umat Se-Dharma dimanapun Berada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar