Selasa, 09 April 2013

Hari Suci Hindu di India dan di Bali, Oleh: Romo Poniman





Hari Suci Hindu di India  dan di Bali
Oleh: Romo Poniman

KATA PENGANTAR


Om Swastyastu,
Atas asung kertha wara dan nugraha dari Ida Hyang Parama Kawi, akhirnya saya mengucapkan terimakasih sehingga bisa menyeleseikan tulisan ini. Adanya hari Suci Agama dimaknai untuk menguatkan dasar keimanan bagi Umat Hindu dimanapun berada. Melalui hari raya diharapkan agar umat Hindu mampu meneladani setiap peristiwa pendukung dari munculnya hari yang disakralkan itu. Sebagai umat manusia yang lemah, maka sifat meniru sang tokoh dapat memantik ispirasi dalam pikiran, sehingga memunculkan gagasan bagi keinsafan diri guna melanjutkan hidup didunia ini tetap di jalan Dharma.
Semoga kumpulan tulisan ini mampu menambah pengetahuan dan selera keagamaan guna menumbuhkan kesadaran spiritual menuju manusia sejati.
Om Santih, Santih, Santih, Om








Denpasar, 13 Maret 2013

            Romo Poniman






1.    Chaitra Purnima
Perayaan hari yang disucikan yang bertepatan dengan bulan Purnama yaitu pada bulan pertama dari duabelas bulan yang ada dinamakan Citra Purnima (Sivananda, 2002: 1), ada juga yang berpendapat bahwa hari suci ini jatuh pada purnama bulan Chaitra (ke-9) menurut kalender Bali (Wikarman dan Sutarya, 2003: 16). Untuk di Bali bersamaan dengan Purnama Kadasa (Waisaka), sekitar Maret-April. Pada hari ini, umat melakukan pemujaan terhadap Dewa Yama. Pada hari suci ini pemujaan ditujukan kepada Dewa Yama, dewa maut dengan mempersembahkan sesajen berupa nasi berisi bumbu (Titib, 2003: 318). Ada juga yang berpendapat bahwa dalam melakukan Caitra Puja hendaknya ingat tentang pengampunan dosa yang didapat oleh Indra ketika mendekati sebuah Lingam, bahwa melakukan pemujaan pada Linggam bertepatan pada Bulan Purnama akan mendapatkan pembebasan dari beban dosa. Umat biasanya mengaturkan sesaji berupa nasi lengkap dengan bumbunya. Setelah persembahan, umat biasanya makan bersama (prasadam). Hari raya ini sebenarnya jatuh pada bulan pertama, menurut kalender Hindu. Sebab umat Hindu memandang bulan Chaitra sebagai awal tahun baru. Sehingga perayaan ini bisa jadi sekaligus merupakan perayaan Tahun baru Saka (Wikarman dan Sutarya, 2003: 16).

2.    Durgapuja atau Navaratri.
Bagi Umat Hindu di Bali bahwa sosok Durga identik dengan keberadaan Pura Dalem, namun di India terdapat Hari khusus yang diperingati untuk memuliakan Durga yaitu Navaratri atau Durgapuja. Hari suci ini dirayakan pada suklapaksa (penanggal) 1 sampai 10 pada bulan Asuji, sekitar September-Oktober. Pada sistem kalender Bali, ini bertepatan dengan Bulan Kartika (sasih kapat). Hari Durgapuja ini juga diperingati sehari setelah Ramanavami yang jatuh pada suklapaksa ke Sembilan (penanggal ke-9) bulan Chaitra, sekitar Maret-April. Sehingga peringatan ini juga disebut dengan Navaratri (malam kesembilan). Jadi, dalam tradisi India, Durgapuja ini diperingati dua kali setahun, yaitu sekitar April dan Oktober. Sama seperti Galungan-Kuningan di Bali yang juga diperingati dua kali dalam setahun, atau setiap 210 hari sekali. Peringatan ini berdasarkan dua versi mitologi. Ada yang mengatakan peringatan kemenangan Sri Rama melawan Rahwana. Saat Rama hendak perang melawan Rahwana, maka didahului dengan melakukan pemujaan kehadapan Durga guna memohon bantuan agar mampu mengalahkan Rahwana. Keampuhan pemujaan pada Durga terbukti bahwa perang akhirnya dimenangkan dipihak Rama.
Selain itu ada juga yang memperingatinya sebagai hari kemenangan Dewi Durga melawan Raksasa. Ada juga mitologi yang mengaitkannya dengan kemenangan Sri Krsna melawan Raksasa Narakasura. Mitologi-mitologi itu jelas mengaitkan peringatan ini sebagai kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (ketidakbenaran). Pemujaan kepada Dewi Durga ini difokuskan pada hari pertama sampai hari ketiga. Pada hari keempat sampai keenam, umat biasanya memuja Dewi Laksmi. Pada hari tujuh sampai kesembilan, umat biasanya memuja Dewi Saraswati. Pada hari kesepuluh, umat merayakan puncak acara. Perayaan ini disebut juga Wijaya Dasami atau Dassera. Pada hari ini, umat pertama-tama melakukan pemujaan di rumahnya masing-masing. Pada hari ini, umat juga memuja Siva, Ganesa dan dewa-dewa lainnya. Pada perayaan ini umat biasanya mengarak patung Dewi Durga berlengan delapan lengkap dengan senjatanya. Umat biasanya melakukan bhajan semalam suntuk untuk memuja Durga. Mereka biasanya menggunakan tempat-tempat umum, seperti di dekat pasar dan sejenisnya. Pada puncak acara, umat biasanya juga melakukan mandi suci ke sungai-sungai suci(Wikarman dan Sutarya, 2003: 16-18).
Navaratri diperingati diseluruh Negara bagian di India dengan berbagai cara, namun tujuannya tidaklah berbeda yaitu untuk menghormati Sakti, sosok Devi dalam aspeknya sebagai Kekuatan, yang member manusia segala kemakmuran, kesehatan, pengetahuan dan segala potensial yang lainnya (Sivananda, 2002: 8).
Durgapuja bisa menghantarkan umat manusia menuju kemantapan diri bahwa kekuatan ataupun kesaktian sangat dibutuhkan mengingat manusia adalah mahkluk yang lemah. Dengan membangkitkan kekuatan diri melalui hakikat dibalik Durgapuja, maka manusia akan mampu menghadapi segala kendala yang menghadang dalam menjalankan kehidupan didunia ini. Kekuatan Durga tiada batas, demikian juga kemampuannya dalm memberikan anugerah segala hal tiada terbatas terlebih dari cerita keberhasilan sang Rama yang merupakan tokoh paling utama didunia ini dengan kekuatan Puja terhada Dewi Durga, maka sang Rama mampu mengalahkan Raksasa Rahwana. Demikian juga jika manusia mampu menjadi manusia luhur seperti sosok rama, maka manusia akan mampu juga mengalahkan raksasa dalam dirinya yang berupa sifat Egoistis, sehingga manusia akan menemukan kedamaian dalam dirinya dan damai selalu bersama alam sekitarnya. 

3.    Dipavali
Hari Suci yang dimaknai sebagai hari kasih sayang adalah Dipavali. Arti dari Dipavali atau Diwali adalah deretan cahaya (Sivananda, 2002: 4). Hari suci ini biasanya diperingati pada Krsnapaksa ke-14 (pangelong ping 14) bulan kartika. Pada sistem kalender di Bali bertepatan dengan sasih kalima (margasirsa). Hari suci ini dilaksanakan untuk memperingati kembalinya Sri Rama ke Ayodhya. Sehingga umat menyambut beliau dengan menyalakan dipa, sejenis lilin-lilin kecil (Wikarman dan Sutarya, 2003: 18).
Pada hari Dipavali memiliki keistimewaan bahwa penganut Hindu di India ada yang mandi minyak, mengenakan pakaian baru, menyantap makanan manis-manis yang disertai kemeriahan petasan. Selanjutnya mereka diantara orang-orang saling menyapa tidak seperti biasanya, mereka saling memaafkan dan melupakan hal-hal yang buruk sebelumnya, ada nuansa kebebasan, perayaan dan persahabatan dimana-mana. Selain itu keistimewaan yang terjadi pada para pedagang bahwa mereka menutup pembukuan dan membuat pembukuan baru dengan harapan semoga mendapatkan keberhasilan dan kemakmuran ditahun-tahun mendatang. Masing-masing rumah dibersihkan dan dihis dipagi hari dan tidak ketinggalan dengan persiapan lampu minyak yang terbuat dari tanah aakan dinyalakan dimalam hari. Demikian juga hiasan lampu diberbagai kota diantaranya Bombay dan di Amritsar. Demikian juga yang terdapat di Kuil Emas di Amritsar tidak kalah pentingnya dihiasi lampu sehingga bermandikan cahaya dimalam saat perayaan Diwali itu (Sivananda, 2002: 6).

4.    Gayatri Japa
Gayatri merupakan salah satu mantra sangat luar biasa keampuhannya. Mantra ini sudah tidak asing lagi bagi umat Hindu di Indonesia, karena setiap melakukan puja trisandya, mantra Gayatri selalu terucap paling awal diantara enam bait mantra berikutnya. Jika di Indonesia Gayatri mantra merupakan bagian dari mantra trisandya, maka di India ada hari khusus yang dipakai untuk mengagungkan keberadaan Gayatri mantra. Hari yang sangat khusus ini dinamakan Gayatri Japa. Hari suci ini untuk memperingati turunnya Mantram Gayatri. Mantram ini adalah ibu daripada semua Mantram dalam Weda. Hari suci ini sangat dikeramatkan umat Hindu. Hari suci ini jatuh pada Purnama Swarana, sekitar Juli-Agustus. Hari suci ini bertepatan dengan Purnama Karo (Bhadrapada) menurut system kalender umat Hindu di Bali (Wikarman dan Sutarya, 2003: 19).
Gayatri mantra menurut Sivananda merupakan nyawa dan penopang dari setiap orang Hindu sejati. Ia merupakan perisai spiritual tak tergoyahkan, benteng nyata yang menjaga dan melindungi para pengikutnya. Selain itu dalam kenyataanya bahkan kaitannya arti dari mantra gayatri adalah yang melindungi orang yang menyanyikannya (Sivananda, 2002: 22).
Gayatri mantra bisa dipakai untuk berjapa secara berulang-ulang ketika bermeditasi. Dengan adanya Gayatri Puja yang diperingati sebagai hari suci, maka para penganut Hindu akan memahami kapan mantra itu seharusnya diucapkan, bagaimana pengucapan yang benar serta apa manfaatnya bagi kehidupan akan dapat dimengerti terutama bagi penganut Hindu yang baru mengetahui, namun bagi yang sudah memahami, dengan adanya peringatan itu, mereka akan selalu mengangungkan dan mengenang serta mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai mantra paling agung diseluruh dunia.


5.    Guru Purnima
Umat Hindu memiliki Catur Veda sebagai Kitab sucinya disamping Itihasa dan Purana serta Susastra pendukung lainnya, namun jika mereka mengingat Caturveda, secara tidak langsung akan selalu ingin mengetahui siapa penyusun Kitab suci tersebut. Bahkan bagi yang sudah mengetahui bahwa Maha Rsi Vyasa sebagai penyusun Caturveda, mereka akan selalu mengenang atas kehebatan dan jasa Beliau. Untuk mengenang keberadaan Maha Rsi Vyasa, maka di India ada suatu Hari khusus yang disucikan buat mengagungkan Penyusun Kitab Suci Veda tersebut yang dinamakan Guru Purnima.
Makna perayaan ini mirip dengan Pagerwesi (Titib, 2003: 319). Hari suci Guru Purnima ini juga disebut Vyasa Jayanti, atau hari kelahiran Maharsi Vyasa. Hari suci ini jatuh pada Purnama Asadha, sekitar Juni-Juli. Menurut perhitungan kalender Hindu di Bali, ini bertepatan dengan Purnama Kasa (Srawana). Hari ini sangat penting bagi para Sannyasin. Pada hari ini, mereka akan berhenti mengembara. Mereka akan tinggal di ashram-ashram untuk mendiskusikan Brahmasutra dan bermeditasi (Wikarman dan Sutarya, 2003: 19).
Sri Vyasa, demikian disebutkan oleh Sivananda (2002: 27), beliau telah memberikan pelayanan yang tak terlupakan bagi manusia untuk selamanya, dengan menyunting empat Veda atau yang dikenal Caturveda. Dalam menghormati pribadi ilahi inilah, semua sadhaka spiritual dan para bhakta melakukan puja Vyasa pada hari Guru Purnima.

6.    Holi
Di India terdapat musim semi. Sebagai peringatan di musim semi, di India ada hari yang istimewa bersamaan datangnya musim itu. Suatu hari yang pada mulanya diperingati sebagai hari kemenangan atas hancurnya keberadaan Holika yang merupakan komunitas Kanibal, kini diperingati sebagai hari Holi.  Hari suci ini dirayakan pada Purnama Phalguna, sekitar Februari-Maret. Hari ini bertepatan dengan Purnama Kasanga (Chaitra) menurut kalender Hindu di Bali. Hari ini dirayakan dengan sangat meriah di seluruh India. Mereka biasanya mengadakan lempar-lemparan warna-warni kepada teman-temannya. Peringatan hari raya ini dikaitkan dengan kemenangan Maharaja Prahlada melawan Raksasa Holika (Wikarman dan Sutarya, 2003: 20).  
Keistimewaan hari suci Holi selain mereka saling melemparkan tepung berwarna-warni, mereka juga membuat api unggun dimalam hari. Selama perayaan orang-orang membersihkan rumah, menyapu dan bersih-bersih debu-debu dirumah masing-masing dan membakar sampah. Menjelang perayaan para laki-laki menari dijalanan, bercanda dan terakhir mereka mengambil sedikit api dari api unggun untuk dibawa kerumah masing-masing dan diyakini bahwa rumahnya akan diliputi oleh kemurnian dan jauh dari penyakit (Sivananda, 2002:37).
Upacaranya mirip dengan mecaru diperempatan-perempatan desa di Bali (Titib, 2003: 320).

7.    Makara Sankranti
Suatu penghormatan khusus terhadap keberadaan Matahari diperingati dengan perayaan suci Makara Sankranti. Untuk wilayah Tamil, hari Makara Sankranti disebut dengan nama Hari Pongal (Sivananda, 2002: 44). Hari suci ini jatuh pada sekitar Januari-Februari. Yakni saat matahari bergerak ke arah utara khatulistiwa. Umat Hindu biasanya mengadakan upacara mandi suci ke sungai Gangga. Saat ini, umat melakukan pemujaan terhadap Dewa Surya(Wikarman dan Sutarya, 2003: 20).
Sehari sebelum perayaan Sankranti, maka diadakan perayaan Bhogi. Pada hari ini menurut Sivananda (2002: 44) bahwa umat Hindu membersihkan barang-barang tua, yang usang dan tidak terpakai di buang dan dibakar. Rumah-rumah dibersihkan dan dicat dengan kapur putih.
Seperti diketahui bahwa setiap hari perilaku Matahari yang selau setia dan taat memberikan sinarnya dengan penuh kasih tanpa membedakan keberadaan yang disinarinya semua mendapatkannya merupakan teladan bagi umat manusia. Tanpa keberadaan sang Surya, umat manusia tiada berdaya, dunia penuh kegelapan, para petani tiada bisa bercocok tanam, bencana akan menghancurkan dunia karena lautan akan membeku dan hujan tiada lagi mencurahkan kebumi. Betapa besar jasa sang Surya, maka sangat layak umat manusia yang telah diberikan anugerah atas keberadaanya untuk melakukan sujud dan syukur dengan melakukan pemujaan secara khusus yang diberi hari special yaitu Makara Sankranti.
Perilaku umat yang tampak ramah, menghormati orang yang dianggap tua, berderma, meberikan suguhan makanan pada hari Sankranti berupa manisan, pudding dan nasi terutama di India selatan (Sivananda, 2002: 45) merupakan wujud nyata dalam melakukan syukur atas anugerah yang diberikan Matahari. Hal ini berdasar karena orang tua dan guru merupakan sumber pencerahan bagi para muda seperti sang Matahari itu. Selain itu ada perilaku lainnya bahwa para gembala menghias sapi-sapi dengan indah serta memberikan makan dan puja. Sedangkan bagi para gadis menyiapkan nasi manis, nasi asam, nasi dengan kelapa dan membawanya menuju sungai atau mata air. Kesemua persembahan itu ditujukan pada keberadaan ikan disungai serta burung-burung sebagai wujud syukur atas jasa mereka sehingga mereka bisa hidup secara harmonis.

8.    Raksa Bandhan
Suatu hari yang disucikan dan bermakna untuk menjalin rasa kasih sayang kepada orang-orang yang berjasa baik para saudara, suami istri, guru, para Dewa maupun leluhurnya dikenal dengan hari suci Raksa Bandhan atau Avani Avittam. Hari suci ini jatuh pada Purnama Shravana, atau sekitar Purnama Karo menurut perhitungan Hindu di Bali (sekitar Juli-Agustus). Hari suci ini bermakna penguatan tali kasih sayang antara suami-istri, anak dan orang tua dan sebagainya. Peringatan hari suci ini sebenarnya untuk mengenang kasih sayang Dewi Sachi dengan Dewa Indra. Pada hari suci ini, umat biasanya mengadakan penyucian diri ke sungai-sungai suci. Setelah itu, mereka mengikatkan benang pada pergelangan tangannya masing-masing. Ikatan benang tersebut merupakan lambang ikatan cinta kasih (Wikarman dan Sutarya, 2003: 20-21). 
Pemberian benang suci yang identik dengan symbol penyucian atau Pawintenan kalau di Bali, maka pada hari ini setelah tanda benang suci terpakai berarti mata ketiga atau mata kebijaksanaannya telah terbuka dan kepadanya diperkenankan untuk membaca Veda. Demikian para Brahmana juga memberikan persembahan kepada nenek-moyang mereka, kepada para Rsi yang telah melahirkan serta kepada Veda yang telah berjasa menuntun pengetahuan suci sehingga terbawa ke jalan spiritual sejati.
Cerita yang melingkupi kebenaran benang suci bahwa pada hari ini, Saci Devi pasangan Dewa Indra, mengikatkan benang suci atau jimat dipergelangan tangan dewa Indra, ketika dewa Indra dikalahkan oleh para Raksasa lawannya. Kemudian berkat benang suci itu, Indra raja dari para Dewa mampu mengalahkan para Raksasa dan selanjutnya dapat menemukan kembali kota Aamaravati (Sivananda, 2002: 48).

9.    Vasanta Pancami
Hari suci Vasanta Pancami merupakan hari yang tepat untuk melakukan yoga sadhana. Hari suci ini jatuh pada hari kelima paro terang (suklapaksa) pada bulan Magha, atau bertepatan dengan pananggal (suklapaksa) ping lima sasih kawulu, menurut perhitungan kalender Hindu di Bali (sekitar Februari-Maret). Hari suci ini merupakan awal musim semi (vasanta). Pada hari suci ini, baik untuk melakukan penyucian diri. Sebagian umat juga melakukan meditasi pada hari suci ini (Wikarman dan Sutarya, 2003: 21).
Untuk wilayah Bengala, orang menyebut perayaan ini sebagai Sarasvati Puja. Mereka memuja Dewi Sarasvati pada hari ini. Dan Patung Dewi Sarasvati disucikan di sungai Gangga (Sivananda, 2002: 55).

10. Ganesa Caturthi
Ingat Ganesha, maka terbayang sosok manusia berkepala Gajah, demikian merupakan bentuk yang sangat dikenal dikalangan umat Hindu. Hampir disetiap Pura di Bali terdapat patung Ganesha, namun di Bali tidak ada hari khusus yang dilakukan untuk menghormati keberadaan Ganesha itu sendiri. Ganesha kebanyakan dipakai sebagai Dewa Penjaga di areal Pura maupun pekarangan rumah, sehingga tidak memiliki keutamaan dibandingkan dengan Siva sendiri. Di Bali pemujaan Siva hampir setiap hari bahkan ada hari khusus untuk pemujaan Siva yaitu pada hari Sivaratri. Berbeda dengan di India, maka Ganesha sangat tersohor dan sangat di hormati, maka ada hari khusus yang dipakai untuk melakukan Puja Ganesha yang dinamakan Ganes Caturti.
Hari suci ini merupakan peringatan hari kelahiran (piodalan) Dewa Ganesha. Hari suci ini jatuh pada tanggal empat paro terang (suklapaksa) pada Bulan Badrapada, atau bertepatan dengan pananggal ping pat (suklapaksa) sasih ketiga, menurut kalender Bali (sekitar September-Oktober). Pada hari suci ini, umat biasanya melakukan pemujaan terhadap Dewa Ganesa dengan berjapa atau bermeditasi (Wikarman dan Sutarya, 2003: 21). 

11. Gita Jayanti
Salah satu ajaran Suci yang sangat terkenal bagi umat seluruh dunia adalah Bhagavadgita. Bhagavadgita memuat nyanyian-nyanyian suci tentang hakikat hidup dan bagaimana menjalani hidup agar menjadi manusia sejati sehingga memahami untuk apa dilahirkan, bagaimana jalan kembalinya ke asalnya semua tetuang dalam ajaran suci ini. Umat Hindu sudah tidak asing lagi apalagi bagi yang gemar dengan kisah Mahabharata, maka didalam epos itu juga tertuang pesan-pesan suci yang dikenal dengan Bhagavadgita.
Begitu sangat berjasanya ajaran Bhagavadgita bagi kehidupan umat manusia, maka sebagai umat yang memiliki rasa syukur akan selalu sujud dan mengormati keberadaan Bhagawadgita tersebut, sehingga ada hari khusus yang dipakai untuk melakukan ritual padanya yang dinamakan Gita Jayanti. Hari suci ini memperingati turunya Sabda Suci Bhagavadgita. Sabda suci ini disampaikan Sri Krisna kepada Arjuna di tengah-tengah Kurukserta pada ekadasi suklapaksa (paro terang) Margasirsa, yaitu pada tanggal kesebelas paro terang Margasirsa. Menurut perhitungan Bali, ini bertepatan dengan Sasih Kanem, sekitar Desember-Januari. Tempat turunnya sabda suci ini, hingga kini masih dijadikan tempat suci. Tempat itu bernama Jyotisar, sekitar tiga kilometer dari tempat Rsi Bhisma terbaring menahan panah-panah Sri Kandi dan Arjuna. Hari suci ini biasanya diperingati dengan berjapa atau bermeditasi (Wikarman dan Sutarya, 2003: 22).
Gita diberikan sekitar 6000 tahun yang lalu melalui Arjuna seorang pangeran bangsa India oleh Krishna. Gita bukan hanya sebuah buku suci, melainkan suara kehidupan yang membawa pesanyang harus ada dan penting selamanya bagi umat manusia (Sivananda, 2002: 75).

12. Valmiki Jayanti
Ingat cerita pasangan sejoli tanda kasih saying yaitu Rama-Sinta, maka akan teringat epos Ramayana. Adalah seorang Maha Rsi yang dimuliakan Valmiki sebagai sosok penghimpun epos itu. Untuk mengagungkan kebesaran sang Maha Rsi, maka ada hari khusu yang dilakukan guna melakukan pemujaan padanya yaitu Valmiki Jayanti. Hari suci ini untuk memperingati kelahiran Maharsi Valmiki, penulis Ramayana yang sangat terkenal itu. Hari suci ini jatuh pada beberapa hari menjelang Dipavali (Wikarman dan Sutarya, 2003: 22). Ketokohan sang Rama juga Hanuman dan Sinta tidak bisa dilupakan bagi siapa saja yang pernah membaca maupun mendengar kisah Ramayana.

13. Hanuman Jayanti
Keteladanan seorang tokoh Hanuman yang selalu rendah hati, pekerja ideal, karma yoga sejati, bhakta yang agung dan brahmacari, pembrani dan bijaksana, ketaatan, kesetiaan sungguh tidak bisa dilupakan bagi umat manusia yang menyadarinya. Untuk mengenang dan menghormati keberadaan sang hanuman, maka di India ada hari yang special buat melakukan ritual dinamakan Hanuman Jayanti. Hari suci ini untuk memperingati kelahiran Hanuman. Sebagian umat Hindu di India memuja Hanuman sebagai Awatara Siwa. Hanuman juga terkenal sebagai abdi Tuhan yang Sukses. Karena itu, hari kelahirannya diperingati pada Purnama Chaitra (Chaitra Purnama). Hari ini bertepatan dengan Purnama Kadasa menurut perhitungan kalender Hindu di Bali, sekitar Maret-April. Pada hari suci ini, umat biasanya mengucapkan mantram Jay Hanuman (Wikarman dan Sutarya, 2003: 22-23). Hanuman melayani Rama dengan cinta-kasih dan pengabdian murni tanpa mengharapkan hasil sebagai balasan. Ia hidup untuk melayani Rama (Sivananda, 2002: 81).

14. Krsna Janmastami
Kisah Mahabharata yang termashur tidak lekang sepanjang jaman. Kemashurannya juga ketokohan yang ditampilkan didalamnya, mengingat bersamaan itu ada tokoh kunci sebagai jiwa dari perjalanan keluarga Barata. Dia adalah Sri Krishna yang merupakan Avatar ke delapan sebagai titisan Wisnu penyelamat Dunia. Untuk mengenang dan melakukan ritual khusus, maka umat Hindu menyebutnya Hari Suci Krishna Janmastami. Hari suci ini adalah peringatan hari kelahiran (piodalan) Sri Krsna yang jatuh pada hari kedelapan paro terang pada Bulan Badrapada. Atau menurut perhitungan kalender Hindu di Bali, bertepatan dengan pananggal Ping 8 Sasih Katiga, sekitar Agustus-September. Pada hari suci ini, umat biasanya melaksanakan kirtanan massal dengan mengucapkan Maha Mantram Hare Krsna. Sri Krsna lahir di Kota Mathura, tepi sungai Yamuna (Wikarman dan Sutarya, 2003: 23). Hakikat Sri Krishna adalah lautan kebahagiaan, Lilanya yang mengetarkan jiwa, music merdu serulingnya menarik minat para bhaktanya dari ketiga wilayah semesta raya ini, kekayaan dan keindahannya yang tak tertandingi membuat kagum mahkluk hidup maupun benda mati (Sivananda, 2002: 86).

15. Sankara Jayanti
Keberadaan Filsafat dalam Hindu menduduki posisi yang sangat penting, karena dengan Filsafat umat Hindu mampu memahami arti dan makna serta tujuan agama diciptakan, terlebih filsafat sangat membantu memaknai ajaran yang terkandung dalam Kitab Veda sehingga Umat Hindu dengan mudah mempelajarinya. Ada tokoh penting bagi kebangkitan Filsafat dikalangan Hindu, beliau adalah Sankara Acharya. Untuk menghormati jasanya, maka umat Hindu mengadakan ritual khusus yang dinamakan Sankara Jayanti. Hari suci ini untuk memperingati hari kelahiran Sri Sankara. Beliau adalah ahli filsafat Vedanta. Hari suci ini jatuh pada hari kelima paro terang Vaisaka. Menurut perhitungan di Bali, sekitar Pananggal Ping Lima Sasih Kadesta (sekitar Mei-Juni). Pada hari suci ini, sangat baik melakukan Diskusi filsafat ketuhanan (Wikarman dan Sutarya, 2003: 23-24). Sankara adalah Guru Vedanta kita. Dia hadir ketika pemikir-pemikir dan budayawan India sedang merosot (Sivananda, 2002:94). Sri Sankara dikenal sebagai Gurudeva dari para sanyasin diseluruh dunia (Titib, 2003: 321).Sankara muncul kedunia untuk menyegarkan dan memberi semangat kembali bagi penganut Hindu ketika dalam kelesuannya. Sankara member inspirasi dan membebaskan jiwa-jiwa yang masih berjuang.

16. Ramanavami
Kisah Ramayana tidak bisa terlupakan bagi yang pernah membacanya, namun bagi umat Hindu bukan hanya kisah itu saja, melainkan kehadiran Sosok Rama yang maha mulia dan keteladanannya patut disanjung dan dihormati. Untuk melakukan penghormatan khusus atas keberadaan Sri Rama, maka umat Hindu menyebutnya dengan Rama-Navani.  Hari suci ini untuk memperingati  hari kelahiran (piodalan) Sri Rama. Jatuh pada hari kesembilan paro terang (suklapaksa) Chaitra. Pada kalender di Bali, ini jatuh sekitar Pananggal Ping 9 Sasih Kadasa. Sri Rama lahir di Kota Ayodhya di tepi Sungai Serayu. Pada hari suci ini, umat biasanya mandi di Sungai Serayu. Setelah itu, mereka biasanya mengadakan kirtanan massal, menyebutkan nama suci Sri Rama (Wikarman dan Sutarya, 2003: 24).
Sri Rama adalah pangeran dari dinasti Iksvaku, merupakan sosok yang bijaksana, perkasa, bersifat luhur dan sebagai symbol Cita-Kasih sejati sepanjang jaman dengan adanya Rama-Sinta sebagai pasangan setia tiada taranya. Pelajaran yang paling berharga dari kisah Ramayana adalah sangat pentingnya arti kebajikan dalam kehidupan bagi setiap mahkluk (Sivananda, 2002: 111). Selain dari kebajikan, tidak ada yang mampu membangkitkan kebahagiaan dalam kehidupan ini.

17. Sivaratri
Siva merupakan deva tertinggi. Siva sebagai sang Guru Yoga diseluruh jagad. Siva yang maha Pemurah, maha bijaksana yang maha segalanya sebagai inspirasi dalam melakukan Meditasi untuk menuju penyatuan diri dengan sang Maha pencipta jagad. Umat Hindu sangat menjunjung tinggi terhadap keberadaan Siva, maka untuk melakukan penghormatan khusus diadakan hari special yang sangat tepat dalam ritual itu yaitu Sivaratri. Hari ini adalah hari anugrah dari Dewa Siva. Umat Hindu di India memperingati pada hari ke-14 paro gelap (krsnapaksa) pada bulan Magha. Pada perhitungan kalender di Bali, ini bertepatan dengan Panglong Ping 14 Sasih Kawulu (sekitar Februari-Maret). Jadi perayaan Shivaratri di India dan Bali berbeda sekitar satu bulan, karena perbedaan perhitungan. Umat Hindu di Bali merayakannya pada Panglong Ping 14 Sasih Kapitu yang jatuh sekitar Januari-Februari (Wikarman dan Sutarya, 2003: 24-25).
Sumber yang menjadi dasar pemujaan terhadap Siva terdapat pada Purana. Menurut Titib (2003: 326) sebagai dimaklumi pada kitab suci Veda pemujaan kepada Dewa Siva belum begitu menonjol atau menjadi satu dewa Istadevata yang dominan. Keagungan Sivaratri bahwa pada malam hari saat Sivaratri tiba bagi siapa saja yang memuja Siva dan berpuasa serta begadang akan mendapatkan pahala yang setara dengan pemujaan biasa yang dilakukan setahun (Rao, 2008: 13).

18. Satyanarayanavrata
Untuk menghormati kemuliaan Dewa Narayana, di India ada waktu yang khusus buat itu, beda dengan di Indonesia bahwa penghormatannya sudah terkait dengan bait kedua dari Trisandya mantra. Pada Hari Satya Narayana adalah hari yang baik untuk melakukan dana punia (persembahan) kepada pandita, guru dan orang-orang miskin. Hari suci ini jatuh pada Purnama Kartika (November-Desember), Purnama Vaisaka (April-Mei), Purnama Shravana (Juni-Juli) dan Purnama Chaitra (Maret-April). Hari ini juga sering diperingati pada setiap hari pertama paro terang (suklapaksa) (Wikarman dan Sutarya, 2003: 25). Melakukan satya Narayana tidak memerlukan banyak uang, namun hanya perlu memberikan sedikit uang buat pandit yang membacakan cerita dan membagikan prasada dan tidak menghabiskan banyak uang (Sivananda, 2002: 127).

19. Ekadasi (Vaikunta Ekadasi)
Hari ini biasanya diperingati dengan melaksanakan upacara sebulan dua kali. Yaitu pada hari kesebelas paro terang (suklapaksa) dan hari kesebelas paro gelap (Krsnapaksa). hari besar Ekadasi ini biasanya dirayakan pada hari kesebelas Margasirsa. Menurut perhitungan kalender di Bali jatuh pada sekitar Sasih Kanem (Desember-Januari). Hari itu biasanya disebut dengan Vaikunta Ekadasi. Orang yang melakukan vrata pada hari ini akan diampuni segala dosanya (Wikarman dan Sutarya, 2003: 25). 
Keistimewaan hari ini bahwa para bhakta melakukan puasa, begadang dan melakukan japa, Hari Kirtana dan meditasi (Sivananda, 2002: 143). Dengan melakukan puasa, maka secara teratur pada saat Ekadasi, maka Dewa Hari akan senang dan para bhakta mendapatkan anugerah disucikan pikirannya, terbebas dari dosa, serta sraddha meningkat dan kasih sayang pada Tuhan semakin mantab.

20. Varalaksmi Vrata
Sakti Dewa Siva yang juga seorang Dewi yang Maha Pemurah, mendapat perlakuan khusus pada hari Varalaksmi Vrata. Pada hari suci ini, umat biasanya memohon kesejahtraan lahir dan bathin pada Dewi Laksmi. Hari suci ini biasanya diperingati pada hari Jumat bulan Sharavana (sekitar Sasih Ketiga menurut perhitungan Bali). Jadi sekitar September-Oktober (Wikarman dan Sutarya, 2003: 26).
Keistimewaan hari ini bisa dipergunakan bagi pemuja yang belum memiliki keturunan, juga dipakai untuk memohon panjang usia (Sivananda, 2002: 148). Pemujaan pada Dewi Laksmi berkaitan dengan pemujaan pada Ganesha, karena keduannya memiliki kaitan yang erat. Dewi Laksmi juga sebagai lambang kemakmuran, kebijaksanaan juga sebagai Dewi pembebasan.

21. Pradosa Vrata
Hari khusus yang baik digunakan untuk melakukan pemujaan di malam ketigabelas dari setiap tengah bulan dinamakan Pradosa Vrata. Hari ini pemujaan dikonsentrasikan kepada Siva untuk mendapatkan kemenangan dan keberhasilan dalam semua usaha dan pemenuhan dari segala keinginan hati yang didambakan (Sivananda, 2002: 118). Selain untuk Siva, maka Pradosa Vrata juga merupakan pemujaan terhadap Parvati dalam suasana yang paling menguntungkan. Pada saat Pradosa Vrata banyak permohonan dari yang berhati suci terkabulkan.
22. Skanda Sasti
Perayaan Skanda Sasti jatuh pada bulan November. Perayaan besar dilakukan pada hari ini dengan kebesaran dan kemegahannya. Disamping itu pada setiap Jumat atau hari karttika Naksatram setiap bulan, atau hari keenam tengah bulan terang semuanya ini dianggap hari suci oleh para bhakta (Sivananda, 2002: 102). Hari ini merupakaan pemujaan khusu yang dilakukan untuk mengagunggkan kebesaran dari Dewa Subrahmanya yang merupakan inkarnasi dari Dewa Siva. Pada hari suci ini para bhakta melakukan kegiatan membaca dan menceritakan berbagai pujian dan kisah yang terkait dengan keberadaan Dewa Subrahmanya.

23. Sri Appayya Jayanti
Seorang Tokoh Vedanta yang tersohor adalah Sri Appaya yang telah menyusun lebih dari 104 buku. Semua aliran Filsafat Vedanta memiliki otoritas yang unik dan tak ada tandingannya serta didukung dari buah penanya (Sivananda, 2002: 56). Untuk menghormati jasanya yang maha muliya itu, maka diadakan pemujaan khusus yang diberi nama Sri Appayya Jayanti. Hari Sri Appayya Jayanti jatuh pada setiap 2 Oktober. Appayya hidup pada pertengahan abad ke 16.

24. Ratha Saptami
Pada tengah bulan hari ketujuh dari bulam Margasirsa (Desember-Januari), orang-orang memuja Matahari pada pagi hari dan membacakan kisah Surya Sahasranama (Sivananda, 2002: 49). Keistimewaan pada hari ini bahwa pemujaan dilakukan oleh semua golongan. Ada cerita bahwa jika seorang wanita yang berpuasa maka akan mendapatkan pengetahuan dan kebijaksanaan terlebih jika seorang janda maka dia tidak akan menjadi janda lagi dikehidupan mendatang.


25. Tahun Baru Telugu
Didaerah Andhra Pradesh dan orang-orang Telugu diseluruh dunia merayakan Tahun Baru yang jatuh pada hari pertama bulan Caitra (Maret-April). Sedangkan orang-orang yang tinggal di utara bukit Vindhya melaksanakan barhaspatyamana. Untuk yang berada diselatan bukit Vindhya melaksanakan Sauramana atau Candramana. Hari special ini sangat diutamakan bagi Kaum Brahmana, namun system kalender di India juga bervariasi dalam merayakan tahun baru bahwa selain Tahun Baru Telugu juga terdapat Tahun Baru Tamil (Sivananda, 2002: 50).

26. Karttika Dipam
Purnama merupakan hari yang istimewa bagi panorama alam. Keberadaannya sangat dinantikan ketika Bulan Penuh cahaya menambah suasana malamhari makin cerah. Disaat Purnama sekitar November-Desember saat itu bintang krttika bersinar, umat Hindu di India merayakan Kartika Dipam. Pada hari itulah api yang besar dinyalakan digunung Arunacala yang suci, di India Selatan. Arunacala adalah Tejo Linggam atau bukit Tiruvannamalai sebagai tempat yang melambangkan unsure api suci (Sivananda, 2002: 40).
Puja dan Bhakti pada Siva yang sedang berwujud Arunacalesvara. Pada hari Kartika Dipam prilaku orang-orang membuat api unggun didepan kuil. Mereka juga menyalakan kembang api.






Hari Suci Hindu di Bali

Hari-Hari Besar Hindu yang di rayakan di Bali banyak berbeda dengan Hari Suci yang dirayakan di India. Di Bali banyak dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada Sasih, Penanggal, Panglong, Wuku, dan Wewaran. Munculnya berbagai factor tersebut yang mengakibatkan berbagai hari suci di Bali memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan yang ada menunjukkan kekayaan budaya local dan tidak bertentangan dengan sumber ajaran yang tertuang dalam berbagai sumber sastra suci baik catur Veda maupun Itihasa dan Purana. Hal ini akibat dasar agama Hindu yang selalu menggutamakan tujuan akhirnya yaitu Moksa atau kebahagiaan lahir dan batin terbebas dari belenggu, oleh karena itu perkembangan keagamaan yang ada di Bali sejak dirumuskannya metode keagamaan agar menjadi ketetapan Pemerintah Republik Indonesia pada era 1959 terbentuknya PHDI sebagai lembaga keagamaannya dengan disertai berbagai kelengkapan yang diharuskan untuk membentuk suatu Agama, maka munculah Agama Hindu di Bali dengan draf atau susunan tata keagamaannya mulai dari tempat suci, sampai jenis-jenis ritual dan berbagai Hari suci Keagamaannya. Adapun hari suci keagamaan bagi umat Hindu di Bali adalah sebagai berikut;

1.Galungan
Galungan dirayakan pada Hari Rabu Kliwon Wuku Galungan atau Dungglan. Ketika dihitung dari kalender, maka akan terjadi perayaan Galungan setiap 210 hari sekali atau satu tahun terjadi dua kali. Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka. Sejak itu Galungan terus dirayakan oleh umat Hindu di Bali secara meriah. Perayaan Galungan memiliki cirikhas tersendiri dengan ditandai atau ditancapkannya Penjor dimasing-masing halaman rumah umat Hindu di Bali terutama di pintu keluar. Saat perayaan ini dipinggir jalan penduduk beragama Hindu di Bali terlihat sangat indah dan menarik hati karena rangkaian Penjor yang terpampang penuh artistic. Pemasangan penjor dilakukan pada hari Penampahan Galungan (sehari sebelum Galungan). Inti perayaan hari Penampahan Galungan adalah melaksanakan byakala yaitu upacara yang bertujuan untuk melepaskan kekuatan negatif (Buta Kala) dari diri manusia dan lingkungannya. 
Jenis-Jenis Galungan
Galungan juga disebut “Rerahinan Gumi" artinya semua umat wajib melaksanakan, ada pula perbedaan dalam hal perayaannya. Berdasarkan sumber-sumber kepustakaan lontar dan tradisi yang telah berjalan dari abad ke abad telah dikenal adanya tiga jenis Galungan yaitu: Galungan (tanpa ada embel-embel), Galungan Nadi dan Galungan Nara Mangsa. Cirri dan khas aneka Galungan itu adalah sebagai berikut: Galungan: jika Rabu Kliwon pada Wuku Dungulan tanpa disertai keadaan lainnya maka dinamakan Galungan. Galungan Nadi: jika Hari Raya Galungan bersamaan jatuhnya Bulan Purnama. Galungan Nadi ini datangnya amat jarang yaitu kurang lebih setiap 10 tahun sekali. Galungan Nara Mangsa: jika Galungan jatuh bertepatan dengan tilem sasih Kapitu atau sasih Kesanga. Palaksanaan upacara Galungan di Bali biasanya diilustrasikan dengan cerita Mayadanawa yang diuraikan panjang lebar dalam lontar Usana Bali sebagai lambang, pertarungan antara aharma melawan adharma. Dharma dilambangkan sebagai Dewa Indra sedangkan adharma dilambangkan oleh Mayadanawa. Mayadanawa diceritakan sebagai raja yang tidak percaya pada adanya Tuhan dan tidak percaya pada keutamaan Upacara Agama.

2.Kuningan
Hari Raya Kuningan merupakan serangkaian dengan Hari Raya Galungan. Pada perayaan Kuningan juga sangat istimewa. Hal ini bisa dilihat dari acara pelaksanaannya. Pelaksanaan Hari raya Kuningan dimulai dari redite Wage” ialah hari angulihaken prikramaning pratekaning Kuningan”, dengan bertujuan untuk mengenang jasa-jasa leluhur kita yang telah mendahului kita, pada hari ini sarana yang diperlukan berupa canang seadanya sesuai kemampuan. Selanjutnya pada Sukra Wage/Jumat Wage sehari sebelum hari Kuningan ialah hari untuk mempersiapkan perayaan Kuningan yang disebut dengan ‘Penampahan Kuningan’. Hari puncak Tumpek Kuningan/ Saniscara Kliwon/ Sabtu Kliwon Kuningan atau “hari Raya Kuningan” diperingati sebagai hari turunnya Dewa Siwa dan Dewi Laksmi, Bhatara-bhatari diiringi oleh para Pitara /leluhur sampai tengah hari (jam 12.00 siang) Pada saniscara Kliwon memasang tamiang sebagai symbol kemenangan Dharma. Perayaan Suci Tumpek Kuningan dimaknai untuk membersihkan pikiran, dengan cara konsentrasi, meditasi, demi kepentingan kesejahteraan umat. Pada pelaksanaanya dengan melakukan pemujaan atau persembahyangan tidak boleh lewat jam 12.00 siang. Sarana ritualnya; di halaman rumah menghaturkan korban segeh agung, kemudian manusianya ngayab sesayut prayascitta luwih, sesayut segahan Kuning, iwak itik putih dan penyeneng.
Menurut Lontar Siwa Tattwa Purana” menyebutkan bahwa pada hari Wage wuku Kuningan hendaknya membuat banten sambutan selanjutnya pada hari Senin Kliwon disebut sebagai hari Pemacekan Agung yaitu pertemuan antara Sanghyang Siwa dengan Sanghyang Giriputri. Pada hari sabtu Kuningan turunlah Bhatari Uma/Durga mencari Saniscara dan Bhatara Siwa menjadi Kliwon. Pada hari Saniscara Kliwon hendaknya umat membuat nasi Kuning untuk dihaturkan bagi leluhurnya dan dilarang melakukan upacara manusia yadnya (karena Bhatara Siwa sedang Berkasih asmara dengan dewi Uma dan disaat itu dewi Uma sedang menjaga ketiga Dunia? Sehingga umat dimohon untuk melakukan pemujaan agar mendapatkan anugerah kesejahteraan/tidak boleh memada-madai dewa/ngembari yang sedang melakukan penciptaan kebahagiaan dan jika umat melakukan upacara manusia yadnya dikhawatirkan terkena kutukan Bhatara sehingga tidak mendapatkan kerahayuan tetapi petaka yang dirasakan-hal ini berlaku juga bagi setiap pelaksanaan hari-hari raya Hindu yang lain agar jangan melaksanakan upacara manusia yadnya yang bertepatan dengan hari raya Hindu akan buruk jadinya).

3.Saraswati
Umat Hindu di Bali melaksanakan Hari raya untuk memuja Dewi Saraswati dilakukan setiap 210 hari yaitu setiap hari Sabtu Umanis Wuku Watugunung. Hari ini juga diperingati sebagai hari turunnya ilmu pengetahuan. Setiap datangnya hari Raya Saraswati, maka disetiap sekolah para sisya melaksanakan ritual dengan khusuk. Demikian juga dimasing-masing rumah terlihat sibuk menjalankan ritual Saraswati terlebih bagi yang memiliki lontar maupun kitab suci Agama Hindu bahwa di tempat itu umat Hindu Bali akan meletakkan banten khusus buat menghormati keberadaan Ilmu Pengetahuan yang sangat membantu kehidupan manusia di dunia ini. Sarana dala ritual Saraswati yang paling inti adalah banten (sesajen) Saraswati, daksina, beras wangi dan dilengkapi dengan air kumkuman (air yang diisi kembang dan wangi-wangian). Banten yang lebih besar lagi dapat pula ditambah dengan banten sesayut Saraswati, dan banten tumpeng dan sodaan putih-kuning. Upacara ini dilangsungkan pagi hari dan tidak boleh lewat tengah hari atau terbatas sampai jam 12.00.
4.Pagerwesi
Empat hari setelah Hari Saraswati, hari ini Rabu Kliwon Wuku
Sinta, umat Hindu melaksanakan  perayaan Pagerwesi. Pada perayaan Pagerwesi ini umat memuja Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan) dalam manifestasinya sebagai Siwa Mahaguru atau Hyang Paramestiguru - sumber dan segala guru.  
Pagerwesi bisa juga diartikan Pagar Besi secara harfiah dan hal ini dijadikan sebagai symbol memagari diri umat Hindu. Ketika Ida Sang Hyang Widi (Sang Hyang Aji Saraswati) menurunkan ilmu pengetahuan saat Saraswati, kemudian dalam mempelajarinya umat memerlukan guru Setelah umat mendapatkan kaweruhan (ilmu pengetahuan) yang didapat dan diperingati ketika hari raya Saraswati, maka pengetahuan itulah dijadikan benteng yang kuat, memagari diri menghadapi tantangan hidup atau bekal untuk mencapai tujuan hidup kesejahteraan dan ketenangan batin.




5.Siwaratri
Waktu pelaksanaan Siwaratri terjadi pada panglong ping 14 sasih kapitu.  Saat itulah umat melakukan brata Siwaratri seperti upawasa (puasa), monobrata (diam) dan jagra (melek atau tak tidur semalam).
Siwaratri merupakan malam perenungan dosa, (bukan peleburan dosa), dengan tujuan tercapainya kesadaran diri. Secara tatwa, sesungguhnya Siwaratri itu simbolisasi dan aktualisasi diri dalam melakukan pendakian spiritual guna tercapainya 'penyatuan' Siwa, yaitu bersatunya atman dengan paramaatman atau Tuhan penguasa jagat raya itu sendiri.
Sebagai malam perenungan, perilaku umat Hindu diharapkan melakukan evaluasi atau introspeksi diri atas perbuatan-perbuatan selama ini. Pada malam pemujaan Siwa ini umat mohon diberi tuntunan agar keluar dari perbuatan dosa.
Pelaksanaan Siwaratri erat kaitannya sumber cerita yang dibangun guna memantapkan kesadaran umat Hindu dalam menemukan dirinya dan Sang pencipta. Cerita yang dibangun dalam kisah Lubhdaka sebagai seorang pemburu yang mampu mendapatkan anugerah dari Dewa Siwa sangat Populer dikalangan umat Hindu di Bali. Dengan adanya cerita itulah mampu menuntun umat Hindu untuk melaksanakan Brata Siwaratri dengan kidmat.
6.Nyepi/Tahun Baru Saka
Hari raya Nyepi dikenal dengan Perayaan Tahun Baru Saka. Perayaan Tahun Baru Saka terjadi berdasarkan system penanggalan yang ada di Nusantara. Pada abad ke-4 Masehi Agama Hindu telah berkembang di Indonesia Sistem penanggalan Saka pun telah berkembang pula di Indonesia. Itu dibawa oleh seorang pendeta bangsa Saka yang bergelar Aji Saka dari Kshatrapa Gujarat (India) yang mendarat di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, pada tahun 456 Masehi.
Perayaan Tahun Saka ini dirayakan dengan Hari Raya Nyepi berdasarkan petunjuk Lontar Sundarigama dan Sanghyang Aji Swamandala. Hari Raya Nyepi ini dirayakan pada Sasih Kesanga setiap tahun. Biasanya jatuh pada bulan Maret atau awal bulan April. Beberapa hari sebelum Nyepi, diadakan upacara Melasti atau Melis dan ini dilakukan sebelum upacara Tawur Kesanga. Upacara Tawur Kesanga ini dilangsungkan pada Tilem kesanga. Keesokan harinya, pada tanggal apisan sasih Kadasa dilaksanakan brata penyepian. Setelah Nyepi, dilangsungkan Ngembak Geni dan kemudian umat melaksanakan Dharma Santi.
7.Tumpek
Setiap terjadinya pertemuan antara pancawara Kliwon dan saptawara Saniscara atau hari Sabtu, umat Hindu di Bali memperingatinya dengan memaknai sebagai hari Tumpek. Kata Tumpek bisa diartikan sebagai pertemuan. Pertemuan dimaksudkan adalah antara symbol Kliwon sebagai Dewa Siwa dengan Simbol Saniscara sebagai Dewi Laksmi. Jika terjadi pertemuan Dewa Siwa dan Dewi Laksmi, maka umat Hindu dianjurkan untuk menghindari melakukan kegiatan ritual kemanusiaan. Diyakini jika melaksanakan kegiatan kemanusiaan tidak mendapatkan anugerah dari Dewa dan Dewi, karena sang penguasa Jagad sedang melakukan pertemuan dengan permaisurinya.Jika pertemuan atau Tumpek itu terjadi bertepatan dengan keberadaan Wuku,   maka memunculkan berbagai hari Suci Tumpek diantaranya;
a.       Tumpek Wayang
Pada hari Tumpek Wayang, yang dipuja adalah Bethara Iswara; bantennya : disanggah pamerajan: peras, ajuman, perangkatan, bebek putih dipanggang, canang meraka, buah-buahan, pesucian, dan mapeselat memakai pandan duri; banten ayaban untuk Hyang Maha Kala dan tataban untuk manusia (terutama yang lahir di Wuku Wayang) : sesayut tumpeng agung, prayascita, panyeneng, banten otonan, beakala, banten nyapuh leger.
Selain wayang, juga disucikan alat-alat: gong, gambang, gender, gentha, angklung, kulkul, pratima, arca, dan benda-benda suci lainnya yang berbentuk ukiran.



  1. Tumpek Landep
Pelaksanaan hari suci Tumpek Landep yaitu setiap Saniscara (Sabtu) Kliwon Wuku Landep, atau setiap 210 hari. Pelaksanaan Tumpek Landep dilakukan di Bali karena mengandung hakekat dan makna yang tinggi serta sangat berhubungan dengan kehidupan manusia di bumi terutama mengenai intelegensi manusia, sebab manusia itu sendiri adalah makhluk spiritual yang selalu berhubungan dengan kekuatan supranatural. Kata Landep berarti tajam atau ketajaman.
Tumpek Landep disebut juga sebagai Tumpek Senjata, hari pemujaan Sanghyang Pasupati dan juga merupakan Pujawali Bhatara Siwa.
Pada hari ini diupacarai segala macam senjata dan peralatan dari besi terutama buatan pande; tujuannya mohon ketajaman pikiran dan kekuatan lahir batin manusia (dipersenjatai Dharma).
Sumber sastranya Lontar Sundrigama; banten di Sanggah Pamerajan: tegteg daksina peras ajuman, tumpeng putih kuning selengkapnya dengan lauk sate berisi terasi merah, raka-raka; di perapen bantennya : sesayut pasupati, sesayut jayeng perang, sesayut kusumayuda, suci, daksina peras ajuman, canang wangi, dan pareresik.
  1. Tumpek Wariga
Pada Sabtu Kliwon Wuku Wariga dirayakan oleh umat Hindu di Bali dengan melakukan berbagai persembahan terutama ritual ditujukan untuk menghormati Tumbuh-tumbuhan. Pemahaman masyarakat Hindu di Bali bahwa Pohon merupakan wujud ciptaan Tuhan, maka ketika orang Bali memandang sesosok tumbuh-tumbuhan atau pohon, dia bukan hanya sekedar berhadapan dengan sebuah benda semata, melainkan seolah berhadapan dengan wujud penciptanya (Udayana, 2002: 24). Dinamakan Tumpek Wariga, karena jatuh pada Wuku Wariga yaitu hari baik untuk bermohon ke hadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa. Nama lain dari Tumpek wariga adalah; Tumpek Bubuh, merupakan otonan bagi segenap tumbuh-tumbuhan, dan awal dari rangkaian upacara-upacara Hari Galungan; yang dipuja adalah Bhatara Sangkara, mohon keselamatan bagi tumbuh-tumbuhan agar dapat dimanfaatkan atau digunakan manusia. Tumpek Pengarah, memberitahukan kepada pohon-pohonan bahwa 25 hari mendatang Galungan tiba mohon agar berbuah berbunga dan berdaun lebat agar dapat digunakan untuk Galungan.Tumpek Pengatag, karena batang pohon dicekak lalu disisipi satsat simbol kesucian sambil menepuk-nepuk batang (tagtag).Tumpek Bubuh, karena di batang pohon itu diolesi bubur tepung beras simbol makanan.Tumpek Uduh, karena manusia meminta (nguduh) pohon berbuah berdaun dan berbunga lebat
Sumber sastranya Lontar Sundarigama, bantennya di sanggah pamerajan, pura subak, atau palinggih dewa ayu sedahan abian: Sesayut, peras, tulung, bubur tepung, tumpeng agung, babi guling, jajan, raka-raka, panyeneng, tatebus, peras topeng.
  1. Tumpek Krulut
Hari ini jatuh pada Sabtu Kliwon Wuku Krulut. Dimaknai juga sebagai hari Kasih Sayang bahwa hendaknya umat Hindu menjaga rasa saling menghargai atau Toleransi terhadap sesame dan alam sekitarnya yang ditandai dengan suasana gembira. Symbol kegembiraan ini jika manusia sudah mampu memaknai keberadaan gamelan sebagai alat seni. Gamelan bisa indah dan menyenangkan jika memiliki irama yang sesuai dan selaras serta seirama dan saling bersautan antara gamelan satu dan lainnya. Demikian juga manusia yang memiliki perbedaan diantara sesama hendaknya perbedaan itu dijadikan irama dalam jalinan kerjasama guna menopang kehidupan.
Sumber sastranya, Lontar Aji Gurnita. Krulut berasal dari kata “lulut” artinya: senang sekali dalam hal ini berhubungan dengan alat-alat tetabuhan (gamelan).
Banten ditujukan kepada Bethara Asta Iswarya: sesayut, pengambean, peras, panyeneng, sodaan, daksina, blabaran, ketipat gong, ketipat kelanan, canang wangi, lenge wangi, pasucian, rantasan, kumkuman, pengulapan, pangenteg, prayascita, dan segehan mesambleh pitik samlunglung, dan banten odalan.
  1. Tumpek Uye
Tumpek Uye terjadi ketika datangnya hari Sabtu Kliwon Wuku Uye. Pada hari ini umat Hindu memuja Siwa dalam prabhawanya sebagai Dewa Rudra, mohon agar Rudra menolak segala penyakit yang memngganggu binatang ternak (Anandakusuma, 2006: 12). Tumpek Uye diperingati sebagai hari Binatang atau otonan Binatang, maka umat Hindu di Bali sangat menghormati keberadaan binatang karena binatang telah mampu membantu kehidupan manusia. Jika mau memotong binatang maka umat Hindu memakai do’a yang sangat disakralkan sehingga tidak sembarangan asal memotong saja.
Sumber sastranya Lontar Sundarigama; bermakna sebagai hari terciptanya segala Binatang; Dewa yang dipuja: Sanghyang Rare Angon (manifestasi Siwa); bantennya : di sanggah pamerajan: suci, daksina peras ajuman, penek, sodan putih kuning, lenga wangi, burat wangi, panyeneng, pasucian; di kandang binatang berkaki empat: sesayut, panyeneng, pabersihan, jerimpeng, canang raka, dan ketupat; di kandang untuk jenis unggas: ketupat sida purna, ketupat bagia, ketupat pendawa, panyeneng, tetebus, kembang payasan.

8.Purnama dan Tilem
Setiap datangnya bulan Purnama atau keadaan Bulan Penuh yang biasanya sesuai penanggalan Bali jatuh pada tiap penanggal 15. Pada hari ini umat Hindu menghormati Sanghyang Candra dengan menghaturkan berbagai persembahan minimal Canang ditujukan untuk menghormati dan mengucapkan terimakasih karena selama lima belas hari penanggal diberikan keselamatan dan seterusnya semoga lima belas hari kedepan di panglong juga diberikan kerahayuan.
Setelah jatuhnya panglong kelimabelas, maka diperingati dengan hari Tilem atau bulan mati penuh. Pada hari ini keadaan bumi malam hari gelap gulita tanpa sinar Bulan, maka umat Hindu melakukan brata pemujaan kepada sanghyang Candra semoga diberikan keselamatan dan kerahayuan dengan menghaturkan berbagai yadnya terutama Canang.
9.Piodalan/Odalan
Umat Hindu di Bali melakukan kegiatan ritual disetiap terjadinya hari Piodalan. Piodalan diartikan sebagai hari kelahiran atau hari jadi. Piodalan bisa terjadi diberbagai tempat baik Piodalan Pura, Merajan, Rumah. Disetiap Piodalan, maka sangat antusias Umat Hindu di Bali melakukan Pemujan kepada Tuhan sesuai dengan jenis dan Tempat Piodalannya. Adanya Piodalan inilah yang terlihat di Bali setiap Hari hari tertentu terdapat Ritual-Ritual, karena masing-masing Piodalan tidak serentak kapan hari dan terjadinya Piodalan, sehingga terkesan di Bali banyak Upacara Piodalan. Berbeda dengan hari suci diatas yang dilakukan serentak bagi semua Umat Hindu, namun untuk Piodalan tidak demikian. Bisa saja daerah tertentu melaksanakan bulan ini dan umat Hindu ditempat lain juga bisa berbarengan atau bahkan berbeda hari, hal ini sesuai kapan bangunan itu dipelaspas atau diresmikan. Hari peresmian bangunan atau tempat suci itulah yang diperingati sebagai hari Piodalan.
10.Kajeng Kliwon
Hari yang dianggap suci dan selalu diperingati oleh umat Hindu di Bali adalah Kajeng Kliwon. Jika triwara yang terdiri; pasah, beteng, kajeng bertepatan jatuhnya Kajeng dengan pancawara Kliwon, maka dimaknai sebagai hari Kajeng Kliwon. Pada hari ini diyakini sebagai hari baik untuk melakukan pemujaan yang ditujukan kepada para Dewa, Leluhur dan Bhutakala. Hari raya ini dating setiap lima belas hari sekali tepat pertemuan antara Kajeng dan Kliwon.
Pelaksanaannya yang pertama adalah melakukan pembersihan diareal pekarangan, melakukan pembersihan badan dan menghaturkan banten. Pada ritual ini lebih banyak menghaturkan Segehan Blabaran, sebagai symbol pemujaan kepada para Bhuta. Segehan yang dihaturkan berupa nasi manca warna melambangkan unsure panca mahabhuta. Rerahinan Kajeng Kliwon digolongkan kedalam upacara Bhuta Yajnya.
Mitologi yang dibangun bahwa pada hari ini diyakini sebagai hari yang sangat disakralkan, karena terdapat pemahaman bahwa jaman dahulu siapa saja yang ingin memperdalam Ilmu Magic, maka mereka hendaknya menempatkan Kajeng Kliwon sebagai hari yang baik untuk memulai belajar ilmu tersebut. Ilmu magic yang sangat ditakuti di Bali diantaranya adalah Leak, Ugig, Desti, Teluh dan sebagainya yang sudah terkenal kedahsyatannya. Cerita pendukung dari keberadaan ilmu Magic ini yang terkenal adalah Calonarang. Sampai sekarang kepercayaan itu masih lekat dikalangan masyarakat Bali (Raras, 2006: 13).
11.Anggara Kasih
Pertemuan antara pancawara Kliwon dan Saptawara Anggara atau hari Selasa Kliwon, dinamakan hari suci Anggara Kasih. Pada hari ini Umat Hindu di Bali bersembahyang kehadapan para Dewa-Dewi, Bhatara-Bhatari dan Hyang di Sanggah, Pamerajan dan Kahyangan (Anadakusuma, 2006: 10) sarana yang dihaturkan berupa; sajen suci, daksina, ajuman, canang raka, canang sari, pesucian, air, asep dupa harum dan lain-lain disesuaikan dengan tempat pemujaan.
12.Pegat Uakan
Hari Pegat Uakan adalah pertemuan antara pancawara Kliwon dan saptawara Buddha atau hari Rabu Kliwon bertepatan dengan Wuku Pahang. Hari ini merupakan rangkaian hari raya Galungan-Kuningan yang merupakan Hari Penutup. Dikatakan penutup karena sebelumnya diawali dengan jatuhnya Tumpek Wariga.   Maka dengan datangnya hari Pegat Uakan ini menandakan sebagai hari yang dibebaskan untuk melanjutkan berbagai ritual kemanusiaan diantaranya upacara Wiwaha itu.
Keistimewaan hari Pegat Uakan bahwa pada hari ini disertai dengan pencabutan Penjor-Penjor yang tertancap dimasing-masing rumah. Pada hari ini Umat Hindu di Bali melakukan pemujaan dihadapan Bhatara-Bhatari, Dewa-Dewi, Hyang dengan menghaturkan persembahan berupa sajen: ajuman, pras, penyeneng, pesucian, carang raka, canang sari, air, dupa harum. Menghaturkan Suksme kehadapan sanghyang Widhi Wasa atas karunianya sehingga dapat melaksanakan dharma dengan baik (Anandhakusuma, 2006: 10).
13.Buddha Cemeng Kulawu
Pertemuan Saptawara Buddha atau Rabo dengan Pancawara Wage yang bertepatan dengan Wuku Kulawu, maka umat Hindu di Bali menamakan Buddha Cemeng Kulawu. Pada hari ini umat Hindu di Bali melakukan pemujaan dihadapan Dewa Wisnu di Merajan atau Paibon. Sarana yang dihaturkan berupa: suci, daksina, pras, penyeneng, ajuman prangkatan, ajengan putih-kuning, canang raka, canang sari, pesucian, air, dupa harum. Permohonan ditujukan kehadapan Dewa Wisnu dengan harapan agar Dewa Wisnu menganruniakan perlindungannya dan Sanghyang Sedhana menganugerahkan Kemakmuran kepada para PenyembahNya dan dunia (Anandhakusuma, 2006: 14).
Keistimewaan Hari Buddha Cemeng Kulawu bahwa pada Hari ini diyakini sebagai hari yang baik untuk memohonkan rejeki kehadapan Bhatara Rambut Sedana, sehingga hari ini juga ada yang menyebutkan sebagai Hari Keuangan.

14.Buddha Cemeng Ukir
Pertemuan Saptawara Buddha atau Rabo dengan Pancawara Wage yang bertepatan dengan Wuku Ukir, maka umat Hindu di Bali menamakan Buddha Cemeng Ukir. Pada hari ini umat Hindu di Bali melakukan pemujaan dihadapan Dewa Wisnu di Merajan atau Paibon. Sarana yang dihaturkan berupa: suci, daksina, pras, penyeneng, ajuman prangkatan, ajengan putih-kuning, canang raka, canang sari, pesucian, air, dupa harum.

DAFTAR PUSTAKA
Anandakusuma, Sri Reshi. 2006. Aum Upacara Dewa Yadnya. Denpasar. Kayumas Agung.

Rao, B.V.V. 2008. Siva Purana. Surabaya. Paramita.

Raras, Niken Tambang. 2004. Purnama-Tilem. Surabaya. Paramita.

Raras, Niken Tambang. 2006. Kajeng Kliwon. Surabaya. Paramita.

Sivananda, Sri Svami. 2002. Hari Raya & Puasa dalam Agama Hindu. Surabaya. Paramita.

Titib, I Made. 2003. Purana. Jakarta. PT. Pustaka Mitra Jaya.

Udayana, I Dewa Gede Alit. 2002. Tumpek Wariga. Surabaya. Paramita.

Wikarman, I Nyoman Singgin dan Sutarya, I Gede. 2003. Hari Raya Hindu Bali-India. Surabaya. Paramita.