Senin, 25 November 2013

Tugas Semester V Teologi Pagi Denpasar



Tugas Teologi Buddha Semester V Jurusan Teologi Hindu kelas Pagi Denpasar
Perintah:
1.Kerjakan dalam bentuk Paper:
                                             I.            Pendahuluan,
                                           II.            Rumusan masalah
                                        III.            Pembahasan
                                        IV.            Daftar pustaka
2.maksimum 3  halaman

3. Semua hasil dikirim di Blog ini dengan mencantumkan nama serta nomor urut absen dan NIM serta judul tugasnya.
4. Jawaban dikirim dibawah kolom Tugas ini.

Judul Tugas: Ambil sesuai nmor urut Absenya!


1.      Inti Ajaran Buddha

2.      Nibbana Jalan menuju lenyapnya Paticcasamuppada

3.      Faktor Paticcasamuppada

4.      Jalan Mulia Berunsur Delapan menurut Buddha

5.      Kebenaran Mulia tentang Lenyapnya Penderitaan menurut Ajaran Buddha

6.      Panca Khandha (Lima Kelompok Kehidupan)

7.      Jenis-jenis Kamma menurut ajaran Buddha

8.      Perjanjian Menjadi Penganut Ajaran Buddha

9.      Puncak dan Penyelesaian Sengsara

10.  Empat Kebenaran Mulia

11.  Kelahiran Manusia Menurut Ajaran Buddha

12.  Sramana dalam Jinagama

13.  Pandangan Sramana dalam Ajaran Buddha

14.  Pengaruh Pemikiran Sramana

15.  Mistik dalam ajaran Buddha

16.  Tipitaka : - Digha Nikaya Ajaran Suci Buddha

17.  Tuhan dan Sang Buddha Gautama

18.  12 Akar Penderitaan yang harus dilenyapkan menurut ajaran Buddha

19.  Tantrayana Buddha

20.  Vajrayana Buddha

21.  Hinayana Buddha

22.  Mantrayana Buddha

23.  Dewa dalam Ajaran Buddha

24.  Roh dalam Ajaran Buddha

25.  Buddha Wairocana

26.  Sembilan Alam Buddha

27.  Delapan Alam Boddhisatwa

28.  Konsep Brahmana Menurut Ajaran Buddha

29.  Meditasi Menurut Pandangan Buddha

30.  Tujuan Manusia Hidup menurut Ajaran Buddha

31.  Perkawinan yang benar menurut Ajaran Buddha

32.  Kosmologi dalam Buddha

33.  Berakhirnya Dunia/Kiamat menurut Ajaran Buddha

34.  Jalan Pembebasan Menurut Buddhis

35.  Reinkarnasi Menurut Buddha


Rabu, 13 November 2013

Revitalisasi Adat dan Budaya Jawa



KEYAKINAN dalam kebudayaan Jawa
 by. romo

1.      PENDAHULUAN
§  Kebudayaan Jawa sekarang tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan agama Islam di Indonesia khususnya di Jawa. Penganut Islam di Jawa dalam hubungan dengan perkembangan sejarah dan kebudayaan dapat dibagi menjadi :
    1. Agama Islam Jawa yang sinkretis adalah yang menyatakan unsur-unsur pra Hindu, Hindu, Budha dan Islam. Lebih dikenal dengan Agami Jawi (AJ).
    2. Agama Islam Puritan yang mengikuti ajaran agama Islam lebih taat sesuai dengan kitab sucinya. Golongan ini dikenal dengan Islam Santri.
§  Didalam lingkungan penganut Islam sinkretis lebih banyak timbul gerakan gerakan kebatinan dari yang puritan.
§  Kalau secara umum orang Jawa ditanya tentang agamanya mereka akan mengatakan beragama Islam. Tetapi sebagian besar tidak melaksanakan kelima rukun Islam secara serius seperti sembahyang lima waktu, pantangan makan daging babi, tidak begitu tergiur ke Mekah dll. Tapi mereka akan sangat taat berpuasa di bulan Ramadhan atau hari tertentu. Karena sangat cook dengan budaya mereka. Mereka juga sangat yakin adanya Allah dan nabi terutama Muhammad. Mereka percaya kalau berbuat baik akan kesorga dan buruk ke neraka.

2.      AGAMI JAWI (AJ) DAN AGAMI ISLAM SANTRI (AIS)
q  Mereka sebenarnya menganut suatu varian dari agama Islam Jawa yang disebut AGAMI JAWI (AJ). Sedangkan varian lain adalah Agama Islam santri (AIS)
q  Agama Jawi inilah yang disebut KEJAWEN (bukan aliran kebatinan) yaitu keyakinan-keyakinan dimana konsep nenek moyang, Hindu, Buddha dan Islam yang cenderung kearah mistik bercampur menjadi satu dan diakui sebagai Agama Islam/Agami Jawi.
q  Varian AIS memang tidak bebas sama sekali dari pengaruh animisme, Hindu Budha tapi mereka lebih dekat dengan dogma Islam yang sebenarnya.
q  Di masyarakat Jawa kedua penganut itu ada. Bila disana AJ dominan maka daerah domisili pengikut AIS disebut daerah kauman.

3.      SEJARAH PERKEMBANGAN
§  Mula-mula Islam dibawa pedagang dikota kota pelabuhan dipantai utara Jawa. Kota kota itu kemudian tumbuh bertumbuh makmur. Islam bertambah kuat termasuk kekuatan politik. Mulai diarahkan untuk menghancurkan Majapahit. Pada abad ke 16 kerajaan penarukan (di Jawa Timur) menghalangi penyebaran Islam kearah timur.
§  Selama dua abad kerajaan bisa bertahan. Hal ini disebabkan karena kondisi kerajaan pantai menurun, melemah karena bersaing dengan orang Eropah.
§  Agama Islam yang masuk ke wilayah/Jawa adalah agama Islam untuk telah banyak kena pengaruh unsur mistik Persia dan India. Inilah untuk menyebabkan ada kecocokan dengan alam Jawa saat itu.
§  Pada masa itu/Abad 16 Agama Islam masih dipandang sebagai agama asing. Maka tidak mungkin berkembangnya di Jawa Barat tanpa perlawanan dari orang Jawa. Di Jawa Tengah kerajaan Mataram yang berusaha untuk membendung berkembangnya islam hanya bertahan sampai pada pertengahan abad ke 17. Mataram mulai memudar. Para wali agama Islam masuk kedesa dengan membuat sistem mandala yang kemudian berubah jadi pondok pesantren. Kemudian mengarah ke pusat kerajaan Hindu Mataram. Mataram menerima kedatangan Islam tapi tanpa ingin kehilangan budaya sebelumnya. Terjadilah budaya kompromi antara yang lama dan yang baru.
§  Wali-wali ini mengerjakan Islam yang banyak mengandung unsur mistik. Kumpulan mistik inilah yang dibukukan dikenal dengan suluk. Dan menerobos masuk kekeraton dibawa oleh Pujangga Yasadipura I (1729-1803) pengarang Serat Cabolek (mistik moralis). Dan inilah yang dipandang sebagai dasar-dasar konsep Agama Jawi sekarang ini.
§  Budaya “Kompromi” pada abad 18 ini adalah dimana agama Islam Sinkritis dilaksanakan di kraton Mataram sebagai budaya penyeimbang antara budaya Hindu-Budha dan Islam. Disisi lain Islam santri/aliran puritan seperti Surabaya dan kota pesisir yang lain berkembang dengan pesat dan makin fanatik.

4.      SISTEM BUDAYA AJ
§  Pada orang Jawa terdapat berbagai keyakinan, konsep,pandangan dan nilai-nilai. Seperti yakin adanya Allah, yakin terhadap nabi Muhammadad peuruh Allah, yaitu kepada nabi-nabi lain, yakin akan adanya tokoh-tokoh Islam yang keramat, yakin akan konsep kosmogoni/penciptaan alam, yakin akan dewa tertentu yang menguasai bagian alam semesta.
§  Mereka mempunyai konsep-konsep tentang hidup dan kehidupan setelah mati. Yakin tentang makhluk halus penjelmaan nenek moyang yang telah meninggal, yakin adanya roh-roh penjaga, yakin tentang adanya setan dan kekuatan gaib dari alam.
§  Dari hasil penelitian sampai dengan th 1971 Jawa kejawen dari tingkatan tertentu seperti kiyai, guru, cendikiawan, priyayi dll lebih banyak membaca buku Jawa Klasik tentang moral seperti Surat sasanasunu (yasadipura II), Serat Wulang Reh (Paku Buwana IV) atau Joko Lodhang (R. Ronggowasito) Atau suluk malah prembon dari pada membaca ayat ayat dalam Al Quran termasuk Tafsir dan Hadits.


5.      KONSEP AGAMI JAWI MENGENAI TUHAN YME
§  Konsep keyakinan orang Jawa yang beragama AJ sangat mendalam dituangkan dalam keyakinan dengan sebutkan Gusti Allah Ingkang Maha Kuwaos.
§  Bagi penganut AJ pedesaan konsep mereka tentang Tuhan adalah sederhana sebagai sang Pencipta, Penyebab dari semua yang ada dan hanya satu. Semua tindakan/kegiatan yang akan dilakukan dimulai dengan menyebut nama Allah atau bismilah.
§  Tapi bagi orang kota/proyayi, cemdikiawan tradisional yakin akan adanya hal gaib/mistik. Mereka mempunyai konsep yang sangat komplek tentang sifat manusia dan Tuhan. Mereka mempunyai kesusastraan yang tradisional dan luas tentang mistik itu.
§  Sumber utama AJ tentang konsep ketahanan adalah buku Nawaruci yang terkenal itu. Yang ditulis awal abad 17 dalam bahasa Bali-Jawa dalam bentuk prosa. Tuhan dilambangkan sebagai makhluk yang amat kecil yang bisa melihat alam semesta ini dalam warna merah, putih, hijau dan hitam. Tuhan adalah wujud keseluruhan yang dilambangkan kepada dewa kecil yang bisa masuk ke setiap hati manusia tetapi sekaligus sangat besar seperti samudra atau angkasa tak terbatas. Pandangan mereka mereka adalah pantheisme (semua adalah Tuhan) atau theopanistis/(semuanya menjadi Tuhan)
§  Konsep keagamaan Bali - Jawa tentang Dewaruci itu diambil oleh para cendekiawan, pemuka agama dan pihak lain lagi ketika Islam masuk ke P.Jawa. Mereka menulis kesusastraan AJ dengan memasukkan unsur agama Islam. Ini terjadi di Mataram sepanjang abad 16-18. Susastra itu meliputi SERAT Centini, Suluk dan Primon. Juga konsep keagamaan Dewaruci ini masuk masuk kebuku-buku magis mistik antara lain Serat Dharmogandul Serta Gattoloco. Malah konsep ini masih dipakai 2 abad kemudian oleh Yasadipura I, II dan Ronggowasito.
§  Dalam beberapa abad konsep mistik Dewaruci mempunyai 2 aliran :
Pandangan Tuhan sbg. Pantheisme, Tuhan terbesar, tak terbatas, menguasai seluruh akan, tapi  juga kecil sekali hingga dapat dimiliki tiap orang.
Pandangan monistis, Tuhan maha besar tapi ada dalam semua kehidupan dialam ini.
Kedua pandangan ini bertentangan dengan Islam ortodok yang monotheisme, Tuhan Maha Besar dan Mahakuasa.

6.      KEYAKINAN AJ AKAN ADANYA NABI MUHAMAD DAN PARA NABI
§  AJ memandang nabi Muhammad sangat dekat dengan Allah. Dalam setiap ritual orang Jawa dimana menyebut Allah akan juga menyebut Nabi Muhamad.
§  Tapi dalam kegiatan berikutnya nabi Muhamad kurang mendapat perhatian kecuali pada perayaan Miraj tanggal 27 Rajab. Pula buku tentang nabi-nabi. Serat Ambya (abad ke 16) tidak terlalu digemari.
§  Ceritera nabi yang disenangi adalah yang mengandung mistik atau kepahlawanan seperti buku-buku Menak.

7.      KEYAKINAN AJ KEPADA ORANG KERAMAT
§  AJ menganal banyak orang keramat meliputi guru agama, tokoh historis (babad), tokoh pahlawan dari mitologi dll.
§  Guru agama yang menjadi Wali seperti Wali Sanga sangat dihormati. Diambilnya jumlah sembilan mungkin ada hubungannya dengan konsep Dewa Lokapada/Nawa Sanga dari Hindu Buddha.
§  Tiap daerah hampir semua mempunyai banyak orang keramat disembah di pundhen atau tempat khusus.

8.      KONSEP AJ MENGENAI KOSMOGONI DAN KOSMOLOGI
§  AJ mengenal beberapa konsep tentang penciptaan alam. Dari semua itu selalu mengandung unsur kosmologi Hindu Jawa dan unsur keyakinan Islam bahwa Adam adalah nabi pertama didunia. Keduanya terpadu dengan baik dalam ceritera tunggal.
§  Ada versi tentang penciptaan alam dalam AJ sebagai berikut : bahwa Tuhan atau Dewa tak berhasil dalam menciptakan manusia dalam seketika. Mengalami kegagalan berkala-kali. Makhluk makhluk yang gagal itulah kemudian menjadi penghuni dunia jahat.
§  Ada 3 konsepsi penciptaan alam menurut orang Jawa beragama Islam/AJ yaitu konsep dengan unsur Hindu Budha yang dominan, konsep yang sinkretik yaitu dalam AJ dan konsep dengan unsur magis.
§  Konsep dengan unsur Hindu Budha yang dominan sering terdapat dalam buku babad. Sifatnya setengah sejarah. Diceritakan mulai dengan pembentukan bumi dan manusia. Brahma adalah pencipta bumi dan Wisnu pencipta manusia. Mula-mula Brahma juga yang mencipta manusia. Setelah dicoba 3 kali selalu gagal. Kemudian diminta Wisnu turun dan dibuatlah dari tanah liat patung menyerupai dirinya sendiri. Kemudian diberinya energi jiwa dan semangat. Tapi lupa memasukkan napas/prana kedalamnya. Karena itulah kemudian hancur berantakan. Jiwa dan semangat yang ada didalamnya menjadi hantu jahat dialam dewata.
Kemudian Wisnu mulai lagi dengan hati-hati. Unsur yang diperlukan diisikan, dan jadilah manusia pertama bernama Adina (Adam). Untuk memberi pasangan kepada Adina maka dipakai bunga teratai di kolam menjelma menjadi manusia cantik tapi mukanya mencerminkan ketakutan, diberi nama Dewi Kawa (hawa). Ketakutan yang tercermin di muka sang dewi disebabkan takut kepada panas api, dingin dll sifat yang ada di dunia. Dewa Wisnu mengatakan tak usah takut. Dewi Kawa silahkan masuk kehati Adina akan memberikan ketentraman keduanya. Pertemuan inilah yang kemudian melahirkan umat manusia.
§  Konsep kedua tentang pembentukan alam yaitu yang unsur Islamnya lebih dominan menulis : Allah mulai menciptakan cahaya. Setelah berumur 70.000 th keluar air, kemudian jadi gelombang, busa gelombang dan uap air. Busa gelombang kemudian jadi tujuh dunia, uap air menjadi tubuh langit. Di langit ini muncul unsur kedewataan yaitu aras kursi – lokil makpul – dhingdhing jalal. Dipusat uap air yang jadi langit itu Tuhan mencipta api untuk membuat malaekat. Kemudian diciptakan jin dan makhluk lain yang ternyata jahat. Karena itu diutuslah malaekat Ijajil turun ke dunia mencipta manusia dan harus diberi nama Adam. Tapi Ijajil tak berhasil. Maka diutuslah Jibrail yang akan membuat dari tanah liat. Jibrail menemukan kesulitan karena bumi tak memberinya mengambil tanah litanya. Malaikat lain juga gagal. Baru kemudian malaekat Ijrail berhasil. Sebagai hadiah maka Ijrail diangkat jadi raja alaam baka. Sebaliknya Ijajil yang tak mau mengakui ciptaan itu dikirim keneraka, jadi raja disana. Kemudian dari rusuk Adam, Allah membuat Hawa. Mereka hidup berbahagia. Tapi kemudian Ijajil menyamar melalui kotoran burung merak meraju hawa untuk memaan buah kuldi. Dan berhasil. Maka Adam Hawa dan Burung merak dibuang ke dunia. Mereka tiba dipuncak gunung selan pada tanggal 2 bulan sura.
§  Konsep penciptaan menurut Aj yang ketiga sangat aneh, terdapat dalam buku Suluk Dharmagandul dan Gatholoco. Dipakai bahasa lambang yang abstrak kadang aktuil kadang konkrit. Dalam suluk Ghotoloco diceritakan Roh Sejati kedewataan melakukan perjalanan dialam semesta mencipta kehidupan Didalam diri manusia melalui proses baitumakmur, baitulmuharam dan baitulmuqqadas (kepala, jantung dan kelamin). Dari alat kelamin Roh Sejati menuju rahim dst.

9.      AJ TENTANG ESYATOLOGI
§  Sejak berabad abad dalam pemikiran orang Jawa pada umumnya ada keyakinan akan datangnya ratu adil yang membawa keadilan dan keteraturan dunia ini. Paham ini rupanya merupakan sinkretisme antara konsep empat perkembangan alam semesta agama Buddha (catur yoga) dengan konsep kedatangan Imam Mahdi dan hari kiamat dalam Islam.
§  Pada abad 17 dan 18 muncul buku yang menampilkan hal ini yaitu perlambang Jayabaya. Demikian pula ramalan dalam buku buku prembon dan Suluk. Ratu adil digambarkan sebagai raja yang telah lulus tapanya dan menerima wahyu Tuhan.

10.  KEYAKINAN AJ TENTANG DEWA-DEWA
§  Orang Jawa sangat mengenal Dewa Hindu dan Buddha. Mereka sangat paham siapa dewa Siwa atau Batara Guru. Wayang adalah sumber utama pengenalan itu. Pengarang barat H.A. Van Hein (1896) menulis orang Jawa memahami tidak kurang dari 750 dewa dewi dari mitologi Hindu dan 264 diantaranya dewa dewi itu asli Jawa.
§  Tetapi dewa dewi itu hampir tidak ada fungsinya dalam kehidupan ritual agama Jawi kecuali dampak tentang ajaran oral dan budi pekerti.
§  Namun dalam Agami Jawi ada dua dewa dan dewi yang mendapat peranan penting dalam kehidupan ritual yaitu Dewi Sri, dewi kesuburan dan dewi padi/pangan. Dan Bhatara Kala, dewa waktu, kerusakan, dan kematian. Dewa ini penting dalam upacara ngruwat untuk menjauhkan malapetaka.
11.  KEYAKINAN AGAMI JAWI TERHADAP KEMATIAN DAN ALAM BAKA
§  Orang Jawa umumnya berkeyakinan bahwa tidak lama setelah seseorang meninggal jiwanya akan berubah menjadi makhluk halus/lelembut yang berkeliaran sementara disekitar tempat tinggalnya. Kemudian setelah melalui proses ritual tertentu akan meneruskan perjalanan menuju alam roh tempat abadinya. Tapi mereka bisa dihubungi oleh keluarganya bila memerlukan.
§  Roh yang kramanya jelek tidak akan sampai di alam roh, akan jadi roh jahat yang mengganggu manusia. Diyakini pula roh salah pati juga akan hidup gentayangan.
§  Kebanyakan orang Jawa tidak mempunyai gambaran yang jelas mengenai sorga dan neraka. Mereka membayangkan adanya hubungan antara alam baka, sorga neraka dan …arah selatan dimana terdapat kerajaan Betara Yamadipati sebagai kerajaan roh orang yang telah meninggal.
§  Uraian tentang wujud manusia dipaparkan dalam buku kuno Serat Kadilangu dan Serat Wali Sanga. Bahwa tubuh jasani manusia (selira) dan ditambah asrat dan keinginannya disebut kamarupa. Jasmani ini hidup dan bergerak karena diberi atma (energi), kama (keinginan) dan prana (nafsu). Kelebihan manusia terhadap makhluk lain adalah manusia punya kelebihan yaitu mempunyai manas (akal), manasa (kecerdasan) dan jiwa.
§  Pada saat manusia mati maka : atma-kama-prana-manas-manasa dan jiwa meninggalkan tubuh pada hari ke-3. unsur-unsur itu pergi dengan masih terbungkus oleh badan halus yang sangat ringan disebut lingaselira. Makhluk ini (lingaselira) masih mempunyai sifat keduniawian, masih terikat oleh adanya pengaruh keinginan ketika masih hidup didunia. Pada hari ke-3 mereka berangkat dan akan sampai di Kamaloka pada hari ke-7 setelah meninggal. Selama perjalanan mereka dibimbing oleh malaekat. Sebelum masuk gerbang Kamaloka mereka melalui titian lembut selembut rabut disebelah tujuh yang disebut stratul mustakim. Titian inilah yang melaksanakan sensor. Dibawahnya adalah pintu keneraka. Yang tak lulus jatuh keneraka. Yang lulus masuk Kamaloka.
§  Bila lingaselira terlalu banyak dosa, banyak keinginan, hasrat maka ia akan jauh masuk kegerbang neraka, alam magma pijar akan masuk bhumi kepindho (bumi kedua). Setelah mendapat hukuman yang panjang maka akan lahir menjadi seekor binatang. Setelah menjalani hidup sebagai binatang maka ketika mati akan masuk bhumi ketelu (bumi ketiga). Setelah menjalani hukuman maka lahir lagi jadi tanaman. Setelah mati masuk bhumi kapat (bumi keempat). Setelah menjalani hukuman dan lahir lagi jadi sebuah pohon. Kemudian mati masuk bhumi kelima. Ketika lahir lagi akan menjadi batu dan nantinya masuk ke bhumi keenam. Kemudian lahir (?) dan masuk bhumi kepitu, paling bawah, bhumi petala, barulah ia akan lahir menjadi manusia kembali setelah sekian ribu tahun.
§  Bila lingaselira berhasil masuk ke Kamaloka karena karmanya baik, maka rohnya akan berada di Kamaloka sampai hari ke 40 setelah meninggal. Di Kamaloka ini sang Roh mensucikan diri hingga nantinya bisa masuk ke surga pertama (dewatan). Ini akan terjadi pada hari ke 100 setelah meninggal. Pada saat inilah lingaselira mati untuk kedua kalinya. Tubuh yang masih mempunyai unsur hadrat dan keinginan ditinggalkan.
§  Dalam kondisi ini bila ada keluarga yang masih hidup memanggilnya maka akan datang sesuai panggilan keluarga dan tinggal disekitar keluarga menjadi lelembut/roh nenek moyang sebagai roh penjaga.
§  Roh yang berhasil masuk sorga pertama akan menjadi lebih murni. Pada hari ke 1000 setelah meninggal akan masuk ke sorga kedua. Demikian berulang hingga masuk sorga ke tujuh (swarga) dan mencapai moksa.

12.  AGAMI JAWI TENTANG ROH NENEK MOYANG DAN ROH PENJAGA
§  Sebagai roh lelembut yang berada di sekitar tempat tinggal dahulu, atau sebagai arwah leluhur yang menetap di makam leluhur, atau sebagai roh yang disorga tinggal dekat dengan Allah, maka roh-roh ini akan mendapat pemujaan dalam waktu yang lama, dipanggil oleh para keturunannya untuk memberi nasihat kepada mereka mengenai rohaniah dan materi. Dimakam nenek moyang adalah tempat melaksanakan hubungan itu.
§  Agami Jawi juga mengenal roh-roh yang baik yang bukan nenek moyang atau kerabat yang meninggal dan sangat dihormati seperti dhanyang (roh yang mengawasi dan menjaga masyarakat suatu desa), bahurekso (penjaga tempat tertentu), widodari dll. Ada juga roh baik tapi menuntut balas budi seperti tuyul. Balas budinya bukan hanya janji sesaji tapi malah kadang jiwa salah satu yang memeliharanya.


13.  AJ TENGANG ROH, JIN, SETAN, RAKSASA
§  Makhluk itu dianggap jahat. Secara umum disebut memedi. Secara khusus disebut setan atau dheit. Raksasa disebut denawa atau buta.
§  Ada yang berjenis kelamin laki seperti setan dharat, setan bisu setan mbelis dengan muka yang buruk. Atau wanita dengan muka buruk wewe. Yang cantik adalah kuntilanak yang senang telanjang, atau sundel bolong dll.
§  Juga ada jenis campuran seperti Nji Blorong, Ki Blorong, atau jerangkong, kemamang dll.
§  Dan urusan ini dukun pewayangan, syaman atau dukun biasa banyak berperan.

14.  AJ TENTANG KESAKTIAN
§  Orang Jawa yakin kesakten adalah sumber energi yang kuat dapat menimbulkan cahaya, kilat, panas dll. Kesakten itu bisa bertempat dibagian tubuh seperti tangan, kaki dll. Atau pada alat seperti keris, tombak dll malah banyak dianggap keramat.
§  Khusus tentang keyakinan terhadap keris mereka sangat percaya. Dan keris sangat dihormati dan diberi ritual pada hari tertentu.
§  Banyak dari benda sakti itu dijadikan jimat untuk melindungi diri atau melawan ilmu hitam dll.

SISTEM UPACARA AGAMA JAWI

1.      TINDAKAN-TINDAKAN KEAGAMAAN
·         Upacara yang terpenting dalam AJ adalah wilujengan atau slametan, kemudian nyekar/mengunjungi makam. Dalam AJ sistem sesajen juga tidak bisa ditinggalkan. Slametan bukan saja dilaksanakan dalam hubungan dengan kematian juga dalam hubungan dengan peristiwa kehidupan manusia mulai dari hamil sampai perkawinan. Slametan juga dilaksanakan dalam hubungan dengan menyambut hari raya Islam.
·         Hal lain yang dianggap sangat penting dalam AJ adalah berbagai perilaku keramat seperti puasa, tirakat, pengendalian diri, sengaja mencari kesukaran, tapa brata, semadi.
·         Termasuk juga upacara yang mendapat perhatian adalah upacara bersih dusun, dhikir sampai kesurupan, ngruwat dll.
·         Hal yang menonjol dalam upacara agama itu adalah pertunjukan wayang kulit dan memainkan beberapa gamelan/tarian keramat. Ritus dan upacaranya sangat dipengaruhi oleh alian-aliran yang ada dalam AJ tsb.

2.      SLAMET ATAU WILUJENGAN
·         Slametan adalah upacara pokok dan terpenting dalam sistem religi AJ. Sesajinya berupa tumpeng diatas tampah lengkap dengan laku dan hiasannya. Disaksikan para peserta slametan yang diundang. Biasanya llai. Doa dibacakan oleh modin atau kau yang terdiri dari satu/dua ayat Al quran. Slametan sering dilangsung dengan dhikir sampai waktu tertentu.
·         Maksud slametan adalah dalam rangka memelihara hubungan yang baik dengan roh leluhur serta juga mempererat hubungan sosial antar manusianya dalam masyarakat. Makna keagamaan disebutkan diantaranya mengikis sifat agresif manusia hingga merasa tenang.
·         Slametan ada beberapa sifatnya : slametan yang bersifat keramat dimana yang melaksanakan slametan merasakan getaran emosi keramat pada waktu merencanakan dan pada waktu pelaksanaannya. Contoh upacara kematian hari ke-7, ke-40, ke-100 atau nyewu. Terutama pada saat penucapan dhikir. Sedangkan slametan yang idak bersifat keagamaan/keramat yaitu antara lain untuk sekedar meningkatkan rasa solidaritas, menghilangkah permusuhan, ganti nama, masuk rumah baru dll.

3.      UPACARA -2 SEPANJANG LINGKAR HIDUP
·         Banyak upacara yang dilaksanakan sepanjang hidup manusia yang dilaksanakan oleh penganut Agami Jawi maupun Agama Islam Santri dan Ritual seperti ini hampir dikenal seluruh bangsa di dunia.
·         Pada saat jabang bayi 7 bulan diperut dilaksanakan tingkepan dengan mengadakan slametan mitoni, dipilih Setu Wage yang bermakna metu age (lancar lahir). Sering dilengkapi dengan wayang kulit atau pertunjukan perjanjen/nyanyian Islam.
·         Pada bulan ke-9 dilaksanakan slametan numuli sedherek ditujukan kepada saudara-saudara sang bayi yang melindungi sang bayi baik semasih diperut maupun nanti setelah lahir. Kemudian disusul sametan puput puser, memberi nama/slametan brokohan pada hari ke-7 setelah lahir.
·         Kemudian upacara kkah dan potong rambut juga pada ketujuh. Atau dapat juga pada hari kemudian bersama sama dengan selapanan pada hari ke-35 yaitu weton yang pertama.
·         Upacara thadat siten/turun tanah juga pada weton perama keudian weton ketiga, weton kelima dan yang terpenting dilaksanakan adalah pada weton ke 7. dilaksanakan selalu pada pagi hari memakai kurungan  ayam, tujuh tampah berisi tumpeng, tujuh tampah juadah dll.
·         Kemudian khitanan
·         Untuk kasus-kasus tertentu dilaksanakan upacara ngruat dengan lakon Bhatara Kala. (Mahabharata).

4.      PEMAKAMAN DAN RITUS KEMATIAN
·         Tndakan pertama yang dilakukan keluarga yang mendapat kematian adalah menghubungi keluarga dan bapak modin. Bila modin dan pembantunya telah datang maka jenasah dimandikan. Setelah proses mandi maka mayat dikafani dan dibaringkan diruang tengah dengan kepala menghadapi ke utara. Modin membacakan surat ultaqim/telkim.
·         Orang jawab tak diperkenankan menangisi kepergian seseorang secara berlebihan harus bersifat ikhlas, menerima nasib dengan tawakal
·         Sebelum berangkat ke kuburan dilaksanakan trobosan oleh keluarga sebagai tanda ikhlas berpisah. Dalam perjalanan kekuburan ditaburkan sawur yaitu beras kuning dicampur dengan uang logam….
·         Dikuburan diliang kubur mayat dibaringkan menghadapi kearah kiblat/barat. Kemudian modin membuka tali pengikat dan meneriakkan kalimat azan dan sahadat berkala-kali. Kemudian naik lagi dan melaksanakan donga kubur dalam bahasa Jawa. Setelah itu kubur ditutup dengan papan kemudian dengan tanah. Dan diberi nisan pada kedua ujungnya. Kemudian ditaburi bunga. Ada beberapa pidato. Selesai.
·         Pada malam harinya dilaksanakan slametan sedhekah ngesursiti dengan mengundang semua orang yang memberi bantuan dalam penguburan ybs. Sesajennya adalah tumpeng besar yang dibelah dua diletakkan saling bertolak belakang dengan alasnya nasi. Diengkapi juga dengan kue apem. Pada slametan kematian biasanya dilangsungkan dhikir hingga bisa berlangsung sampai dua jam. Hingga hari ke-40 dibawah tempat tidur almarhum diberi sesaji yang diganti tiap dua hari sekali.
·         Slametan/sedhekah berikutnya dilaksanakan pada hari ke-3 disebut sedhekah nigang dinteni, kemudian pada hari ke 40 disebut sedhekah ngawan dasa dinten, kemudian hari ke 100 disebut sedhekah nyatus, peringatan setahun meninggal disebut sedhelah mendhak sepisan, dua tahun sedhekah mendhak kaping kalih dan terakhir pada hari keseribu disebut sedhekah nyewu. Sesajinya adalah berkisar tumpeng tersebut.
·         Pada anak kecil hanya dilaksanakan sedheka ngesah.
·         Dengan dilaksanakannya sedhekah nyewu maka dianggap hubungan emosional dan spiritual antara keluarga dengan roh telah selesai. Tapi meskipun begitu banyak orang penganut AJ tetap mengunjungi makam orang tuanya pada kesempatan kesempatan tertentu yang disebut nyekar.
·         Penganut Agama Islam Santri yang sangat sedikit terlibat slametan-slametan juga tidak ketinggalan melaksanakan sedhekah kematian ini pada hari ke-7, hari ke-40, hari ke-100 dan hari ke-1000. Kebanyakan dilaksanakan dengan berdoa.

5.      NYEKAR, ADAT MENGUNJUNGI MAKAM
·         Adat ini sangat penting dalam religi penganut AJ terutama pada tahun pertama kematian dimana ikatan emosional masih besar. Nyekar biasanya dilaksanakan sehari menjelang punya kerja/azat, atau berhubungan dengan malam jumat legi, berhubungan dengan hari raya Islam. Terutama menjelang puasa atau setelah hari raya. Pada waktu nyadran ini kuburan dibersihkan dan ditaburi bunga. Disusul membaca doa dan membakar dupa/menyan.
·         Makam juga dikunjungi untuk mohon doa restu kepada nenek moyang dalam rangka menghadapi tugas.

6.      UPACARA BERKORBAN SESAJEN
·         Upacara berkorban sesajen ada pada tiap upacara orang Jawa. Malah secara periodic dilaksanakan pada waktu tertentu seperti dipekarangan rumah, diperempatan jalan dll.
·         Sajen terdiri dari berbagai jenis makanan daam jumlah yang sangat kecil antara lain terdiri dari nasi tumpeng, penganan, rempah-rempah, serta benda lain yang diatur diatas acak dari bambu. Tentu saja kembang dan air juga digunakan. Dan tiap upacara mempunyai bentuk sesaji masing-masing. Seperti upacara turun tanah dikeraton terdiri dari 7 jenis juadah, 10 jenis bubur, berbagai kembang, kain batik motik bangotulak, ayam hidup, nasi kuning, 17 macam buah, uang emas dll.
·         Semua itu mempunyai makna simbolis untuk mengadakan komunikasi dengan makhluk halus di dunia gaib.

7.      UPACARA TAHUNAN
·         Banyak hari raya Islam dengan Jawa dirayakan dengan berbagai upacara dengan sesajen yang berbeda beda pula.
·         Pada bulan pertama perhitungan Islam pada tanggal 10 suro (Arab disebut Muharam) dirayakan dengan membuat bubur suro. Yang dikonsumsi seluruh keluarga. Islam santri merayakan dengan melaksanakan puasa menjelang 10 suro tsb.
·         Pada bulan kedua Sapar, pada akhir bulan ada upacara Rabu akhir/Rebo wekasan dirayakan dengan suasana gembira. Dengan mandi dan minum toja jimat/air suci yaitu air uatu tempat yang diberi tulisan 7 ayat Quran yang dibuat oleh pemuka agama. Kemudian ditutup dengan makan bersama keluarga.
·         Pada tanggal 12 Maulud dirayakan hari wafat dan lahirnya Nabi Muhammad. Dilaksanakan slametan mauludan dengan sajen utama adalah tumpeng dengan ayam dimasak utuh (dibersihkan bulu dan jeroannya saja). Di Yogya seminggu sebelum Maulud dirayakan dengan sekatenan dan upacara grebeg Mulud. Para Santri tidak melaksanakan slametan pada 12 maulud ini. Tapi mengadakan selawatan/pertemuan-pertemuan agama.
·         Upacara berikutnya adalah 7 Rejep memperingati nabi Muhamad ke sorga. Pada hari ini dilaksanakan slametan Rejepan atau Miradan. Penganut AJ tak begitu memperhatikan hari raya ini. Berbeda dengan Islam Santri pergi ke mesjid mengadakan selawatan.
·         Pada 15 Ruwah ada perayaan Nispu saban atau Lailatu Lnishfmin syaban, yaitu saat Allah menentukan siapa yang akan meninggal tahun ini.  Penganut AJ membuat slametan berakah dan melek semalam sedangkan Islam Santri merayakan dengan membaca quran dimesjid sampai larut malam. Ada yang mengatakan juga dirayakan dengan mandi setelah tengah malam ditujuh sumur/mata air. Cara ini dikecam Muhammadyah.
·         29 Ruwah hari terakhir menjelang puasa orang AJ yang tak punya orang tua mengadakan slametan dengan salah satu unsur sajennya adalah apem. Juga nyadran kekuburan. Sehari sebelum puasa ada upacara mandi dan cuci rambut.
·         Orang jawa penganut AJ sangat mematuhi puasa sebab cocok dengan adat tirakatan mereka. Pada bulan Puasa  tanggal 21,23,25,27,29 orang penganut AJ mengadakan slametan maleman. (terutama di keraton)
·         1 sawal selamatan lebaran
·         7 Sawal hari slametan kupatan
·         10 besar upacara kurban dengan memotong kambing

8.      PUASA
·         Penganut AJ meski tidak terlalu taat melaksanakan rukun agama Islam, tapi mereka sangat taat melaksanakan puasa dalam bulan Ramadhan.serta mereka mempunyai adat kebiasaan puasa Senen-Kamis suatu hal yang dalam Islam tidak diwajibkan. Kebiasaan ini sebenarnya sangat dipengaruhi oleh konsep tirakat mereka.

9.      TIRAKAT
·         Orang Jawa AJ senang mencari kesukaran dan kesengsaraan untuk maksud keagamaan yang didasari bahwa hal itu akan memperteguh imam, mampu mengatasi kesukaran-kesukaran, kesedihan dan kekecewaan dalam hidup ini. Mereka akan jadi lebih tekun dan sangat percaya laku itu mendatangkan pahala baik.
·         Tirakat bisa dilaksanakan dengan mutih (nasi putih saja) pada senen Kemis. Atau puasa pada bulan puasa, juga puasa beberapa hari menjelang hari raya Islam.
·         Mereka melaksanakan dengan makan sedikit, merenung sendiri (ngebleng) diruang gelap (pati geni)
·         Tirakat juga dilaksanakan pada hal khusus seperti menghadapi tugas berat, akan ada azat keluarga. Atau dalam lingkup lebih luas mendoakan keselamatan bangsa dll.

10.  TAPA BERATA
·         Dianggap sebagai laku yang sangat penting diambil dari konsep Hindu. Dengan tujuan untuk dapat dan mampu memahami tentang pengendalian diri. Orang dapat mencapai tujuan yang penting dengan pemahaman itu. Mereka sangat dipengaruhi apa yang terlihat pada ceritera diwayang.
·         Berbagai cara menjalankan tapa para pengikut AJ: tapa ngalong (menggantung kaki diatas), tapa ngluat (bersemedi disamping makam), tapa bolot (tidak mandi), tapi ngidang (pergi ke hutan) tapa ngambang (berendam di sungai), tapa tlem (tidak makan dan tidur), tapa mutih, dll.

11.  MEDITASI / SEMEDI
·         Bertapa dan bersemedi/meditasi dibedakan karena untuk meditasi diperlukan tehnik tertentu. Meditasi dan bertapa memang sering dilaksanakan bersama sama.
·         Maksud yang ingin dicapai dengan semadi bermacam-macam: untuk memperoleh kekuatan iman, mendapat kemahiran berkreasi, mendapat wahyu, atau akan ada tugas berat yang dihadapi. Atau mendapat kesaktian.
·         Tujuan pokok adalah mendekatkan diri dengan Tuhan.

12.  BERSIH DUSUN
·         Dilaksanakan  setahun sekali pada bulan ke 11, sela dengan tanggal berbeda beda. Dilangsungkan oleh seluruh desa. Dengan makna membersihkan seluruh penduduk desa dari dosa, kejahatan, atau hal negatif lainnya. juga untuk menghormati arwah leluhur serta dengan sendirinya meningkatkan solidaritas masyarakat.
·         Dilaksanakan dimakam danyang atau rumah kepada desa atau tempat yang dianggap cocok. Dilaksanakan slametan sedhekah bumi atau sedhekah legena. Sajennya adalah tumpeng dengan lauk-pauk. Pada malam hari sering dilaksanakan tayuban dengan mengundang pejabat.

13.  NGRUWAT
·         Merupakan upacara khas AJ. Untuk melindungi anak dari bahaya gaib yang dikembangkan oleh Batara kala.
·         Anak yang mudah terkena bahaya itu sudah ada catatannya seperti anak ontang anting (tunggal), dua saudara laki dan wanita (kedhana-kedhini) dll atau terjadi peristiwa yang dipercaya akan mendatangkan bahaya seperti memecahkan/menjatuhkan dandang didapur dll.
·         Dilaksanakan dengan ngagap wayang kulit dengan lakon khusus Murwa Kala. Sesajinya sangat lengkap dan beragam.

14.  PETUGAS KEAGAMAAN
·         AJ hanya mengenal sedikit petugas keagamaan. Malah merupakan pinjaman dari sistem agama lain. Yang beroeran pada upacara pokok yaitu slametan adalah modin/kaum. Sebenarnya modin adalah petugas mesjid yang sebenarnya adalah santri.
·         Untuk perkawinan dilaksanakan oleh Penghulu. Yang juga petugas mesjid.
·         Sebenarnya petugas agama jawi disebut Dhukun. Tapi dalam perkembangannya dhukum hanya melaksanakan tugas yang berhubungan dengan tugas gaib.
·         Juga dikenal guru-guru yang membimbing menuju penerangan spiritual. Mereka disebut Kiyai atau guru.
·         Juga ada dalang yang bukan saja seniman tapi pemuka agama.


SISTEM KEYAKINAN ORANG ISLAM SANTRI
(Disajikan beberapa yang berhubungan dengan makalah yang dibahas)

1.      KHALAQ, CIPTAAN ALLAH
§  Allah adalah Sang Pencipta/Khaliq. Beliau adalah di langit. Kemudian diciptakan bumi dalam waktu 2 hari. Kemudian segal hal yang ada di bumi diciptakan dalam 2 hari kemudian. Dalam dua hari kemudian diciptakan ketujuh sorga. Semua itu diciptakan dari kehampaan.
§  Manusia diciptakan dari pusaran debu, dari tanah liat, setetes air mani, segumpak darah, segumpal jaringan dan tulang kemudian dibungkus dengan kulit, kemudian ditiupkan jiwa….
§  Allah menciptakan langit dan bumi untuk waktu tertentu yaitu hingga tidak begitu jelas. Hal ini mengundang berbagai pendapat dan interprestasi. Inilah yang kemudian memunculkan susastra luas yaiu Tafsir dan Hadits.

2.      KEYAKINAN TENTANG KEMATIAN DAN AKHIRAT
§  Sesuai dengan ajaran agama Islam bila orang akan meninggal malaikat Izrail akan menjemputnya, berdiri diatas kepala ybs. Nyawanya diambil diberikan kepada pembantunya untuk dibawa ke sorga yang ketujuh.
§  Kemudian jiwa itu dikembalikan kepada tubuhnya diliang ubur. Bila orang kafir jiwa itu dihempaskan dengan keras ke bumi. Disinilah roh itu berada sampai dengan hari Kebangkitan setelah dunia kiamat.
§  Menurut beberapa hadits malaikat Munkir dan Nakir melaksanakan hukuman bagi mereka diliang kuburnya bagi yang bersalah.
§  Pada hari kebangkitan pada bunyi terompet yang kedua mereka dihidupkan kembali dan diperiksa. Orang saleh diberi sorga yang jahat diberi neraka. Ada disebut jembatan menuju sorga disebut Al Shirat melintas neraka . yang tak lulus akan jatuh keneraka.
§  Mereka ada disana selamanya semasih allah mengendakinya.

3.      UPACARA KEMATIAN PENGANUT ISLAM SANTRI
§  Pada umumnya upacara kematian pengikut Agami Jawi dengan Islam santri hampir sama. Perbedaannya ada pada saat orang ngelayat. Pengikut Islam Santri sering melaksanakan salat jenasah sebanyak 2 rakangat didepan jenasah.
§  Pengikut Islam Santri juga melaksanakan upacara slamatan  pada hari ke-3, hari ke-7, hari ke-10, hari ke-40, ke-100, dan ke-1000. yang terlarang bagi mereka adalah melaksanakan slametan surtanah. Pada pelaksanaan sedhekah/slametan/kenduri pelaksanaan dhikir sangan uama.
§  Perbedaan lain dengan AJ adalah waktu ngedah/berkabung yang lamanya 4 bulan 10 hari. Waktu ini sangat ditaati oleh santri tidak demikian pada penganut AJ.

SEDIKIT TENTANG GERAKAN MISTIK DAN KEBATINAN
§  Sejak jaman dulu terutama pengikut Agami Jawi selalu ada orang yang merasa bahwa kehidupan beragama yang hanya berpusat kepada serangkaian upacara slametan, menghaturkan sajen pada waktu dan tempat tertentu, berziarah kemakam-makam menganggap kurang berarti, tidak memuaskan dan dangkal. Mereka ingin mencari inti hidup, makna spiritual kehidupan. Timbullah gerakan kebatinan kejawen yang bermakna mencari kebenaran sejati pada batinnya sendiri.
§  Dalam 30 tahun terakhir gerakan ini maju pesat. Pada Agustus 1955 di Semarang dilaksanakan Kongres pertama. Kemudian Agutus 1956 di Solo Kongres diikuti 2000 peserta dari 100 aliran/kelompok.
§  Biro Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (ROPAKEM) di Depag tahun 1964 mencatat ada 360 gerakan kebatinan. Setelah G 30-S menyusut menjadi 217 buah dan 177 dari padanya ada di jateng, dan 13 ada di solo.
§  Kebanyakan gerakan ini aliran kecil/lokal dengan pengikut beberapa puluh sampai beberapa ratus saja seperti aliran Panunggalan, Tri Murti, Naluri Majapahit, Pancasila Hayaningratan…. Tetapi ada juga yang besar sampai keluar negeri. Ada lima dari kelas ini yaitu Hardapusara (Purworejo), Susila Bhudi Dharma/Subud (asal Semarang), Paguyuban Ngesti Tunggal/PANGESTU (Solo), paguyuban Sumarah dan Sapta Dharma dari Yogya.
§  Tiap gerakan mempunyai buku suci masing-masing yang diterima oleh pendirinya berdasarkan wangsit/wahyu.
§  Kalau dilihat macam gerakannya bisa dibedakan jadi 4 macam :
    1. Yang berpokok pada mistik
    2. Yang berpokok kepada teosofi
    3. Berpokok kepada etika/moralis untuk kemurnian Jiwa.
    4. Berpokok ilmu gaib/perdukunan.
§  Pada pengikut Islam santri juga banyak yang ikut gerakan kerohanian seperti pengikut AJ. Para santri ini biasanya adalah pengikut suatu pondok pesantren tertentu.
§  Macamnya bisa dibedakan :
1.      Gerakan yang bertitik berat mistik/tasawuf.
2.      Gerakan yang berpedoman kembalinya agama secara benar sesuai Quran
3.      Gerakan dengan keyakinan mesianik semacam gerakan Ratu Adil di Agama Jawi.
4.      Gerakan ilmu gaib dan dukun.


KEBUDAYAAN JAWA
DALAM HUBUNGANNYA DENGAN
PENYELENGGARAAN UPACARA
KEMATIAN DAN PENGHORMATAN LELUHUR
DAN
DALAM HUBUNGANNYA DENGAN
PITRA YADNYA AGAMA HINDU

Om Swastyastu
1.      PENDAHULUAN
§  Makalah ini disusun dengan mengalirkan dua sumber pengetahuan kebudayaan yang ditulis oleh tenaga ahli yang sangat terkenal dan terpercaya yaitu :
1.      Prof. Koentjaraningrat dalam bukunya kebudayaan Jawa dimana tulisan beliau yang berhubungan dengan pokok bahasan kita telah kami sarikan dan sesuai dengan lampiran-1 makalah ini.
2.      Drs. R. Soekmono dalam bukunya Pengantar Kebudayaan Indonesia Jilid Kedua dimana beliau menguraikan tentang penghormatan leluhur dalam hubungannya dengan candi-candii di Jawa.
§  Prof. Koentjaraningrat melihat Kebudayaan Jawa sekarang dari kacamata Islam (realitas sekarang penduduk Jawa sebagian besar beragama Islam) dari kacamata budaya ini umat Islam Jawa dibagi menjadi dua yaitu penganut Agama Jawi/Kejawen yaitu variasi Islam yang masih melibatkan ritual masa sebelumnya (nenek moyang, Hindu-Buddha dan Islam). Dan yang kedua penganut Agama Islam Santri yang Quran dijadikan acuan pokok sedikit terpengaruh budaya sebelumnya.
§  Dalam penghayatan filosofis dan keyakinan terhadap kematian, terutama cyclus sang roh kedua varian itu mempunyai pendapat yang berbeda. Tapi keduanya mempunyai persamaan ritual seperti selamatan/sedhekah hari ke-7, hari ke-40 dst. Dan juga keduanya mempunyai budaya nyadran/nyekar kekuburan atau ketempat-tempat keramat.
§  Dalam buku rujukan yang pertama tersebut tidak ada referensi yang mengatakan asal mula dari ritual-ritual itu. Yaitu mana ritual dari nenek moyang, dari Hindu-Buddha atau dari Islam tidak dipastikan. Hanya diterangkan bahwa Islam yang masuk ke Indonesia tidak langsung dari Arab tetapi melalui Persia dan India dan dari tempat-tempat itulah dibawa/ terbawa muatan mistik yang sarat hingga ketika bertemu dengan adat nenek moyang, Hindu-Budha di Indonesia banyak kecocokan.
§  Dalam buku referensi yang kedua Drs. R Soekmono sebagai ahli kebudayaan menguraikan tentang proses pen-candi-an para raja raja Hindu-Budha di Jawa, dan menyangkal candi sebagai tempat menyimpan abu para raja. Uraian ringkasnya sbb :
1.      Candi berasal dari kata *candika* salah satu nama untuk Betari Durga... Jadi candi ada hubungan filosofis dengan Durga, Dewi Maut. Memang candi adalah tempat memuja roh orang mati, raja-raja atau orang terkenal. Candi adalah bangunan yang sangat erat hubungannya dengan keagamaan. Jadi bersifat suci.
2.      Yang dikubur atau dalam bahasa kawi disebut yang cinanti dicandi tersebut bukan mayat raja, atau abunya melainkan suatu benda symbol terdiri dari logam mulai, permata disertai sajen yang disebut pripih.
3.      Proses pembuatan pripih mulai dari mayat sang raja dibakar, kemudian abunya ditabur kelaut. Tentu saja dengan iringan upakara. Kemudian diulang beberapa kali lagi antara waktu tertentu. (bandingkan dengan memukur/melegia beberapa kali yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali).
4.      Upacara terakhir adalah upacara Sraddha. (Biasanya dilaksanakan pada tahun ke 12). Tujuannya adalah melepaskan sama sekalu ikatan duniawi sang roh sehingga bisa berjalan lancar menuju dewanya. Upacara ini dilaksanakan dengan membuat lambang/symbol berupa “puspa sarira” dibuat dari daunan, kembang dan bahan lain. Pada hari terakhir dengan upacara tertentu puspasarira ini dilabuh kelaut. Dengan demikian dipercaya roh sang raja telah suci, lepas dari duniawi dan menjadi dewa. (bandingkan dengan Dewa Hyang di Bali). Sebagai pengganti jasani sang raja kemudian dibuat pripih dari logam mulai dan sesajen tertentu.
5.      Untuk tempat pripih itu/sebagai tempat memuja leluhur itu maka dibuatlah candi. Pripih diletakkan dalam peti batu. Kemudian peti ini diletakkan didasar candi dimana diatasnya kemudian dibuat bangunan candi. Sering candi juga dilengkapi dengan patung dewa dari sang raja. Umumnya Dewa Siwa, atau symbol lingga.
6.      Candi yang ada hubungannya dengan memuja leluhur haya ada pada Hindu, atau Budha Tantrayana. Pada Budha yang lain hanya untuk menyembah dewa/Budha. Didalamnya tidak ada pripih, arcanya tidak mewujudkan rajanya. Para biksu biasanya dimakamkan pada stupa disekitar candi.

2.      KONSEP MENGENAI KOSMOGONI DAN KOSMOLOGI
§  Pengetahuan tentang terbentuknya bhuwana agung dan bhuwana alit dalam kebudayaan Jawa sangat beragam. Dalam Agama Jawi malah unsur Hindu sangat dominan. Sedangkan dalam Islam Santri sangat dipengaruhi Al Quran. Dan semuanya tidak mempunyai uraian tentang terjadinya bhuana agung identik dengan bhuwana alit seperti dalam konsep Hindu.
§  Dalam AJ ada 3 konsep. Lihat lampiran hal.4
§  Dalam Islam santri disebutkan: Lamp. hal.5

3.      KEBUDAYAAN JAWA TENTANG KEMATIAN DAN ALAM BAKA
§  KEMATIAN DALAM PENGERTIAN PENGANUT AGAMI JAWI:
1.      Kebanyakan orang Jawa tidak mempunyai gambaran yang jelas tentang sorga-neraka. Mereka menghubungkan alam baka dengan sorga-neraka dan arah selatan dimana Bhatara Yama memerintah roh orang yang telah mati. Tapi mereka percaya roh yang karmanya jelek tidak akan sampai dialam roh. Tapi akan jadi roh yang gentayangan.
2.      Agami Jawi menuturkan tentang wujud manusia sbb (serat Kadilangu dan Serat Wali Sanga): Tubuh jasmani manusia yang disebut SELIRA (unsur pembentuk tubuh jasmaninya tidak disebutkan) ditambah dengan unsur hasrat dan keinginan disebut KAMARUPA. Kamarupa ini hidup dan bergerak karena diberi ATMA (energi), KAMA (keinginan) dan PRANA (nafsu). Demikianlah wujud itu mempunyai kelebihan dengan makhluk lain berupa manas (akal), manasa (kecerdasan) dan jiwa. (Hal. 6 Lamp).
3.      Pada saat seseorang meninggal maka unsur-unsur atma, kama, prana, manas, manasa dan jiwa meninggalkan tubuh yang telah mati tetapi masih berada disekeliling tubuh itu sampai hari ke-3 baru pergi melanjutkan perjalanannya. Pembawa unsur-unsur itu adalah badan halus yang sangat ringan disebut LINGASALIRA. Badan ini karena masih mempunyai unsur kama, prana maka masih mempunyai sifat keinginan seperti waktu masih didunia. Perjalanan sang lingaselira dituntun oleh malaekat. Pada saat akan memasuki kamaloka maka harus melalui titian halus dari bahan ibarat rambut dibelah tujuh yang disebut SIRATUL MUSTAQIM. Pada hari ke-7 setelah kematian yang bisa melalui rintangan itu sampailah lingaselira ke kamaloka. Yang tidak lulus langsung jatuh dan diterima mulut neraka.
4.      Lingaselira yang tak lulus jatuh keneraka. Di neraka bila keinginannya tetap tak terkendali maka akan masuk neraka magma pijar bhumi kepindho. Setelah menjalani hukuman panjang maka akan lahir jadi bintang dan setelah mati akan masuk bhumi ketelu. Setelah menjalani hukuman akan lahir lagi menjadi tanaman. Setelah mati akan masuk bhumi keempat. Berikutnya akan lahir menjadi pohon, kemudian masuk bumi kelima setelah mati, kemudian lahir jadi batu, masuk bhumi keenam dan baru terakhir masuk bhumi kepitu/bumi petala/ paling bawah maka barulah akan lahir menjadi manusia kembali setelah sekian ribu tahun.
5.      Linga sarira yang halus masuk kamaloka maka akan menjalani pengetesanm proses pensucian sampai hari ke-40. Hingga bisa masuk ketahap berikutnya yaitu masuk SORGA PERTAMA pada hari ke-100. Di sorga inilah sang lingaselira mati. Unsur hasrat dan keinginan dilepas kemudian menerukan perjalanan. Pada hari ke-1000 sampailah KESORGA KEDUA. Demikian berulang sampai ke SORGA KETUJUH DAN MENCAPAI MOKSA.
6.      Sering  sang-roh pada saat mencapai SORGA PERTAMA dipanggil oleh keluarganya yang masih hidup, datang sesuai panggilan itu dan tinggal disekitar keluarga menjadi lelembut, roh nenek moyang atau sebagai roh penjaga.
7.      Bila semua hal di atas dibandingkan dengan keyakinan di Hindu akan terlihat hal sbb:
o   Dalam agama Hindu tidak ada penegasan secara angka/kwantitatif perjalanan sang roh orang yang meninggal. Ada beberapa penjelasan bahwa sang roh pada waktu badan kasar telah meninggal ada berdiam disekelilingnya. Dan masih terikat keinginan waktu masih hidup. Ketika badan kasarnya telah hancur (diaben) maka pada hari ke-12 setelah pengabenan sang roh dengan berbadan sukma sarira meneruskan perjalanan. Dan ketika sukma sarira dipralina melalui (ritual memukur) maka sang roh dengan karmawasananya sudah berstatus dewa pitara/dewa hyang, meneruskan jalan kearah sorga/neraka dan lahir berkala-kali guna penyempurnaannya sampai mencapai moksah. Beliau dilinggihkan disanggar kawitan dan dipuja disana. Tidak ada lagi hubungan dengan dimana badan kasar dulu dikubur. Malah ada yang tidak melalui penguburan/dibakar.
o   Agami Jawi adalah Agama Islam yang masih dipengaruhi oleh budaya nenek moyang, Hindu, Budha. Dalam agama Hindu, Budha jelas tidak ada disebutkan tentang perjalanan roh dengan hitungan hari ke-3, ke-7, ke-100, dll. Juga tidak ada dalam Islam.
o   Pertanyaan: apakah hitungan itu berasal dari ajaran nenek moyang? Tidak ada referensi jawaban untuk itu.
o   Atau, mengingat angka itu dipakai diikuti oleh Islam Jawi dan Islam Santri, mungkin saja budaya itu dibawa oleh agama Islam waktu masuk ke Indonesia. Hal ini diperkuat dengan adanya penegasan Islam masuk ke Indonesia tidak secara langsung dari Arab, tapi melalui Persia dan India dan sangat sarat dengan mistik.

§  KEYAKINAN TENTANG KEMATIAN DAN AKHIRAT PENGANUT ISLAM SANTRI
1.      Sesuai dengan ajaran agama Islam orang santri yakin bahwa bila orang meninggal maka malaekat kematian Izrail berdiri diatas kepala orang itu dan menarik jiwanya keluar tubuh, menyerahkan kepada pembantunya untuk dibawa sampai kepada sorga yang ketujuh.
2.      Jiwa itu kemudian ditempatkan kembali ketubuhnya diliang kubur. (Bila orang kafir maka jiwa itu ditarik dengan paksa dan dihempaskan kebumi). Jadi roh tetap berada diliang kubur sampai hari kebangkitan kembali setelah dunia kiamat.
3.      Dalam Quran, konsep mengenai lama berada dialam kubur tidak jelas tetapi beberapa hadits menceritakan malaekat Munkir dan Nakir memeriksa dan kalau perlu menghukum mereka dialam kuburnya. Dari penalaran inilah maka ada anggapan kubur adalah pintu gerbang sorga atau neraka.
4.      pada hari Kebangkitan/Al Qiyama bunyi terompet pertama malaekat Izra menandakan dunia telah berakhir. Terompet kedua menghidupkan semua orang mati mengumpulkannya ditempat bernama Al makhsyar. Satu persatu ditanya Allah. Yang dulu hidup baik mendapat sorga dan yang jahat neraka, jembatan menuju sorga disebut Al shirat yang membentang diatas neraka. Ujian terakhir.
5.      Dalam sistem keyakinan Islam pada umumnya sorga diceritakan sebagai taman yang indah, bidadari cantik, tempat tidur bersulam emas, buah berlimpa. Sehingga kepuasan pikiran dan perasaan terpuaskan. Ini bisa terwujud karena adanya kebahagiaan dalam memandang kebenaran. Tetapi kebahagiaan terbesar bagi orang saleh, orang santri adalah dapat melihat, dekat dengan Allah.
6.      Neraka atau jahanam dalam Quran juga tidak dilukiskan jelas. Kadang dilukiskan sebagai raksasa ganas, atau seperti Inferno dari dante yaitu sumur dalam 7 tingkat. Letaknya dibawah dasar bumi diatas seekor sapi jantan dan seekor ikan yang menahan bumi. Juga digambarkan sebagai air mendidih, minyah menddih, berbahu busuk dll.
7.      Berapa lama seseorang di neraka tidak jelas dalam Quran, karena surat yang menyinggung tentang itu saling bertentangan (hal. 14 Lampiran makalah).

RITUAL DALAM KEBUDAYAAN JAWA
§  Ritual yang terpenting dalam Agami Jawi adalah wilujengan atau slametan. Dilaksanakan untuk kematian, upacara daur hidup, bersih desa, menempati rumah baru, menyambut hari raya Islam dll.
§  Disamping ritual itu penganut AJ sering melaksanakan nyekar kemakam sedangkan laku keramat seperti puasa tirakatan, tapa brata, semadi mereka lakukan juga sebagai ritual.
§  Slametan adalah upacara pokok dan terpenting dalam religi Agama jawi. Sesajinya berupa tumpeng dengan laku pauknya dan hiasannya. Doa dipanjatkan oleh modin/kaum yang terdiri dari satu dua ayat Al Quran. Slametan sering diteruskan dengan dhikir sampai waktu tertentu.  Slametan secara umum dapat dibagi menjadi dua :
1.       Slametan yang bersifat keramat dimana getaran emosi terasa seperti slametan/sedhekah kematian. Getaran emosi terasa terutama saat pelaksanaan dhikir.
2.       Slametan yang tidak bersifat keagamaan/keramat hanya sekedar meningkatkan solidaritas, menghilangkan permusuhan, ganti nama, menempati rumah baru dsb.
§  Maksud dilaksanakan slametan keramat adalah dalam rangka memelihara hubungan yang baik dengan roh leluhur serta untuk mempererat hubungan horizontal antar manusia. Makna keagamaannya adalah antara lain mengikis sifat agresif manusia sehingga dicapai ketenangan.

4.      RITUS KEMATIAN
§  Ritus kematian yang dianut oleh penganut AJ maupun Islam Santri hampir sama. Perbedaannya terletak pada sajen slametannya. AJ bertitik berat menggunakan tumpeng sertakan Islam Santri menggunakan pembacaan ayat suci Quran.

§  Urutan ritual kira-kira sbb :
1.      Ritus dimulai dengan pembacaan Surat Ultaqim/telkim setelah jenasah dimandikan, dikafani dan dibaringkan.
2.      Sebelum berangkat kekuburan dilaksanakan *trobosan* sebagai pernyataan ikhlas berpisah.
3.      Sepanjang perjalanan ditabur beras kuning dicampur uang logam.
4.      Dikuburan mayat dibaringkan menghadapi kiblat, modin membuka tali kafan, meneriakkan azan beberapa kali. Kemudian modin naik, membacakan donga kubur dalam bahasa Jawa. Baru kemudian liang ditimbun dan diberi nisan. Ditaburi bunga. Kadang ada pidato.
5.      Pada malam harinya dilaksanakan slametan/sedhekah ngesursiti. Sesajennya tumpeng dibelah dua saling bertolak belakang dengan alas nasi. Juga kue apem. Doa disampaikan modin diteruskan dengan dhikir.
6.      Sampai hari ke-40 dibawah tempat tidur almarhum diaturkan sesajen diganti tiap 2 hari sekali.
7.      Slametan berikutnya pada hari ke-3 (sedhekah tigang dinteni), hari ke-40 (sedhekah ngawan dasa dhinten), hari ke-100 (sedhekah nyatus), kemudian slametan setahun sedhekah mendhak sepisan), kemudian dua tahun (sedhekah endak Kaping kalih) kemudian terakhir pada hari keseribu (sedhekah nyewu). Sesajennya semua berkisar tumpeng tersebut.
8.      Penganut Islam Santri melaksanakannya pada hari ke-7, hari ke-40, hari ke-100 dan ke-1000. kebanyakan dilaksanakan dengan berdoa.

5.      NYEKAR ADAT MENGUNJUNGI MAKAM
§  Ritual ini sangat penting bagi penganut AJ maupun islam Santri, terutama pada tahun pertama dimana ikatan emosional masih besar.
§  Biasanya dilaksanakan sehari menjelang punya azat/kerja, berhubungan dengan malam Jumat Legi, berhubungan dengan hari raya Islam terutama menjelang puasa dan setelah hari raya Lebaran. Pada waktu nyadran/ nyekar ini kuburan dibersihkan, membaca doa dan membakar kemenyan serta menabur kembang. Nyadran juga dilakukan dengan maksud tertentu seperti menjelang tugas besar, cari ketenangan jodoh dll.

6.      PITRA YADNYA AGAMA HINDU
§  Siklus kehidupan manusia menurut Hindu sangat jelas. Punya atman/roh, badan kasar, badan halus. Lahir berulang-ulang dalam menyempurnakan dharma dan karmanya guna mencapai moksartham jagad hita. Hukum karma sangat mutlak, sangat dihormati.
§  Dalam agama Hindu tidak ada penegasan dalam angka/kwantitatif perjalanan sang roh orang yang meninggal. Ada beberapa penjelasan bahwa sang roh pada waktu badan kasar telah meninggal ada berdiam disekelilingnya. Dan masih terikat keinginan waktu masih hidup. Ketika badan kasarnya telah hancur (diaben) maka pada hari ke-12 setelah pengabenan sang roh dengan berbadan sukma sarira meneruskan perjalanan.
§  Ritual secara berjenjang terhadap badan-badan itu dalam pitra yadnya yang dilaksanakan umat Hindu di Bali sangat jelas, baik pelaksanaannya maupun sumber kepustakaannya. Jenjang itu adalah sebagai berikut :
·         Ritual ngaben baik dengan membakar mayat maupun dengan penguburan adalah proses membebaskan sang atma dari badan kasar (stula sarira) dan mengembalikan badan kasar yang telah tak berfungsi itu kepada Sang Hyang Mahabhuta.
·         Ritual memukur dengan symbol membakar puspasarira adalah proses membebaskan sang atman dari badan astral/halus (sukma sarira) selanjutnya menjadi atma yang telah suci disebut Dewa Hyang atau Dewa Pitara. Pada kondisi ini sang atma hanya tinggal membawa/memakai karmawasana saja.
·         Dewa Hyang dilinggihkan disanggar kawitan dimana beliau dipuja oleh keturunannya. Dan pada saat akan masuk kebadan baru dan lahir kembali/numitis.
§  Jadi jelas tidak ada lagi hubungan dengan badan kasar yang dulu dikubur di kuburan. Tidak ada lagi upacara nyekar kekuburan, sebab disana tidak ada apa apa lagi, badan kasar dan badan halus telah kembali keasalnya.
§  Jadi pitra yadnya bisa dimaknakan sebagai ritual yang bertujuan untuk dapatnya sang roh melaksanakan siklusnya sesuai dengan karmanya, merupakan kewajiban anak keturunan sebagai rasa bakti dan untuk mencapai rasa puas dapatnya membayar sedikit hutang kepada leluhur atas kebaikannya. Dan tentu saja semuanya itu dipersembahkan kepada Yang Maha Kuasa kemana arah pasti tiap atman menuju
7.      PEMBAHASAN
RITUAL PEMAKANAN DAN SETELAH PEMAKAMAN AGAMI JAWI DAN ISLAM SANTRI
§  Bahwa ritual pemakaman pemeluk Agami (Islam) Jawi dan penganut Islam Santri hampir bersamaan mulai dari proses memandikan, doa setelah dikafani, menjelang berangkat ke kuburan, selama perjalanan menuju kuburan. Serta ritual termasuk dengan duanya di kuburan. Serta cara meletakkan mayat menghadapi ke kiblat.
§  Bahwa ritual setelah pemakaman juga hampir bersamaan, keduanya mengenal sedhekah/slametan hari ke-7, hari ke-40, hari ke100, hari ke-1000 hanya kecenderungan sajennya yang agak berbeda. Agami Jawi banyak memakai tumpeng, sedangkan Islam Santri bermain dengan doa-doa ayat suci.
§  Keduanya juga mengenal nyekar/nyadran ke kuburan.

HUBUNGAN ANTARA RITUAL KEMATIAN DENGAN KONSEP KEMATIAN DAN PERJALANAN ROH AGAMI JAWI:
§  Bahwa sampai dengan hari ke-3 setelah kematian, roh sang mati/kamarupa masih ada disekitar badan kasarnya. Dan pada hari ke-3 melanjutkan perjalanannya menuju alam roh/karma loka terbungkus dalam badan halus lingasalira. Dalam hubungan inilah kiranya pada hari ke-3 dilaksanakan ritual sedekah tigang dhinten.
§  Pada hari ke-7 sampai digerbang karmaloka. Roh masih dalam kondisi terpengaruh hasrat/keinginan. Bila berhasil lolos melalui *titian ugal-agil* akan masuk karmaloka, akan berada di sana melepaskan diri dari hasrat/keinginan sampai hari ke-40. Pada hari ke-40 akan melanjutkan perjalanan menuju sorga pertama dan sampai di sorga pertama pada hari ke-100. Disini purasalira yang terbungkus badan lingasalira mati kedua kali. Hasrat dan nafsu sudah lepas dari sang roh. Dari pengertian ini kiranya hubungan slametam hari ke-7, hari ke-40 dan hari ke-100. Pada hari ke-1000 dicapai sorga kedua. Demikian seterusnya terjadi peningkatan kesucian sang roh sampai mencapai sorga ketujuh dan kondisi moksa. Dalam proses peningkatan status roh ini tidak ada penjelasannya, apakah melalui kelahiran kembali atau peningkatan roh seperti bodhi satwa di Agama Budha. Untuk diketahui dalam konsep Islam tidak dikenal reinkarnasi.
§  Sebaliknya kamarupa yang tidak lolos kamaloka akan jatuh keneraka dan melalui waktu yang panjang (beribu ribu tahun) lahir menjadi binatang, tumbuhan, batu dll sebelum bisa lahir sebagai manusia lagi. Jadi dibagian ini konsep reinkarnasi ada, suatu yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam.
§  Sedangkan untuk kegiatan ritual nyekar/nyadran kekuburan maka konsep ini tidak relevan. Sebab sang roh telah pergi dari kuburan kekarmaloka atau sorga atau neraka. Tidak lagi ada dibadannya dikuburan.
§  Masalahnya: dimanakah tempat menghotmat kepada sang roh?
HUBUNGAN ANTARA RITUAL KEMATIAN DENGAN KONSEP KEMATIAN DAN ALAM BAQA PENGANUT ISLAM SANTRI:
§  Dalam konsep kematian dan alam baqa agama Islam jelas disebutkan bila seseorang meninggal jasad dan rohnya akan berada dialam kubur sampai kepada datangnya hari kiamat/hari kebangkitan dimana mereka akan dihidupkan kembali dan mendapat pengadilan atas semua perbuatannya semasih hidup.
§  Bagi yang perbuatannya baik akan mendapat sorga sesuai dengan tingkat keaikannya. Juga yang jahat akan mendapat hukuman dineraka. Neraka juga bertingkat tingkat, yang terhebat adalah neraka jahanam (tingkat     ke-8)? Bagaimana seterusnya tidak disebutkan.
§  Dalam Islam tidak ada konsep reinkarnasi. Manusia lahir sekali. Kesempatan hanya sekali dalam daur kehidupannya.
§  Dari konsep ini terlihat tidak ada korelasi dengan hitungan ke-7, ke-40, ke-100 maupun hari ke-1000. Seperti mereka juga melaksanakan sedhekah/slametan pada hari tersebut.
§  Tetapi dalam hubungannya dengan nyekar/nyadran konsep ini sangat cocok karena sang roh dan badannya selama ini menunggu dialam kubur. Maka nyekar kekuburan kiranya sangat relevan.
8.      KONSEP KEYAKINAN TENTANG KEMATIAN DAN RITUAL KEMATIAN UMAT HINDU SUKU JAWA DI JAWA TIMUR
§  Konsep keyakinan dalam kematian umat Hindu suku Jawa di Jatim tidak jelas/tidak ada yang bisa menerangkan. Referensi juga nihil. Tetapi mereka sangat yakin berbakti kepada leluhur. Dan mereka yakin orang berbuat baik akan mendapat sorga dan yang jahat mendapat neraka.
§  Ritual pemakaman dam ritual setelah pemakaman hampir sama yang dilaksanakan oleh penganut Islam Jawi maupun Islam Santri yaitu adanya slametan hari ke-3, hari ke-7, hari ke-40 dll. Sedangkan sajen pemakaman berupa sajen campuran antara sajen yang dipakai di Bali dan sajen Jawa. Sedangkan sedhekah/slametan rata-rata memakai tumpeng, sama dengan Agami jawi/Santri. Hanya doa penghantar diambil dari doa agama Hindu. Dikenal pula pitra puja seperti tahlilan dalam Islam.
§  Tempat pemujaan sang roh juga rata-rata masih rancu/insidentil. Tidak ditempat khusus.
§  Dan sangat lekat dengan budaya nyekar/nyadran kekuburan dimana seharusnya sudah “tidak ada siapa-siapa / apa-apa lagi.”

9.      HUBUNGAN ANTARA RIUAL UMAT HINDU SUKU JAWA DI JAWA TIMUR DENGAN RITUAL KEMATIAN AGAMI JAWI DAN ISLAM SANTRI
§  Urutan teknis pelaksanaan upacara pemakaman antara mayat umat Hindu suku Jawa di Jawa Timur dengan mayat umat lain baik penganut Agami Jawi maupun Islam Santri hampir sama. Mulai dari proses memandikan, mengafani, membaringkan, menjelang berangkat kekuburan, lalu selama perjalanan kekuburan, pemakaman, penimbunan dan pemasangan nisan. Perbedaannya yang nyata ada pada posisi mayat. Umat Islam menghadapi kiblat, sedangkan umat Hindu tidak.
§  Persamaan berikutnya adalah rata-rata umat Hindu Suku Jawa jenasah orang yang meninggal dikubur, tidak mengenal pembakaran jenasah.
§  Meskipun pola teknis dan urutannya hampir sama tetapi perbedaan ritualnya sangat jelas. Pada umat Hindu mulai memandikan mayat sudah memakai sajen, air suci, kewangen dll. Tapi sajen beras ure/kuning dengan uang logam hampir sama dengan AJ/Islam Santri. Begitu pula ada ritual trobosan. Dibeberapa daerah sudah dipakai sajen tumpeng menjelang pemberangkatan jenasah. Hal ini juga mempunyai kesamaan dengan AJ.
§  Disini bisa disimpulkan secara umum ritual pemakaman adalah : jenasah dibersihkan, diberi pakaian/pembungkus, waktu dimakamkan diusahakan mayat tidak langsung ditindih, hingga perlu peti/papan pengaman. Kemudian nisan. Dan doa-doa.
§  Ritual setelah pemakaman merupakan ahan yang memerlukan pengkajian lebih dalam. Hanya konsep kematian dan alam setelah kematian Agami Jawi yang kiranya punya korelasi dengan adanya riual sedhekah hari ke-3, hari ke-7, hari ke-40, ke-100 dll. Sedangkan konsep kematian Islam Santri tidak ada korelasinya dengan hari hari tersebut. Sedangkan terhadap konsep reinkarnasi penganut Agami Islam Jawi mengenalnya sedangkan Islam Santri tidak sama sekali.
§  Ritual nyadran/nyekar kiranya AJ tidak ada hubungannya, sebab sang roh yang dipuja sudah tidak di kuburan/dibadan kasarnya. Sedangkan nyekar untuk Islam Santri sangat tepat sebab roh dan badan kasar Ybs. Ada dialam kubur dalam penantian hari kiamat.
§  Ritual setelah pemakaman umat Hindu suku Jawa di Jatim hampir sama dengan ritual Agami Jawi dan Islam Santri tersebut diatas. Ada Sedhekah hari ke-3, ke-7 / sepasar, ke-40, ke-100 dll.
Dan lengkap dengan ritual nyekar-nya. Padahal dalam ajaran agama Hindu patokan angka itu tidak diketemukan. Dam nyekar kekuburan ditujukan kepada siapa. Hal ini bisa terjadi kemunginannya adalah  sbb :
·         Kebangkitan umat Hindu di Jatim baru pada akhir tahun 1960-an. Sebelumnya tertidur dengan lelap ratusan tahun. Sehingga pola yang ada demikian saja *ditiru*. Apa lagi bila ada anggapan itu berasal dari agama nenek moyang atau agama Hindu.
·         Mereka ikut melaksanakan nyekar disebabkan konsep yang ada tidak tegas menyebutkan praline badan kasar dan badan halus. Dan mereka terputus budayanya tentang tempat dimana untuk berbakti kepada roh leluhurnya. Mereka belum bisa memahami roh itu sudah tidak masih dikuburan dan badan kasar telah musnah ke panca mahabhuta.
o   Pertanyaan : apakah hitungan itu berasal dari ajaran nenek moyang? Tidak ada referensi jawaban untuk itu.
o   Atau, mengingat angkat itu dipakai diikuti oleh Islam Jawi dan Islam santri, mungkin saja budaya itu dibawa oleh agama Islam waktu masuk ke Indonesia. Hal ini diperkuat dengan adanya penegasan Islam masuk ke Indonesia tidak secara langsung dari Arab, tapi melalui Persia dan India dan sangat sarat dengan mistik.

10.  BEBERAPA PERTANYAAN :
§  Pola ritual setelah pemakaman penganut Agami Jawi dan Islam Santri hampir sama yaitu sedhekah hari ke-7, ke-40 dll. Sedangkan dalam A quran hal itu tidak ada. Juga dalam Hindu-Buddha. Jadi bisa mungkin itu berasal dari budaya nenek moyang. Untuk meyakinkan tentang itu belum diketemukan referensinya.
§  Atau bisa saja pola ritual itu dibawa oleh Islam sendiri sebagai muatan budaya yang melekat selama perjalanannya. Seperti diterankan oleh Prof. Koentjaraningrat, Islam ke Indonesia tidak langsung dari Arab, tetapi dalam waktu  panjang melalui Persia dan India. Sehingga sangat mungkin pola ritual bangsa-bangsa itu katut.

11.  KESIMPULAN
§  Dari uraian tersebut di atas kiranya umat Hindu di Jawa Timur perlu :
·         Memahami dan menyempurnakan ritual tentang kematian yang dilaksanakan disesuaikan dengan kerangkan agama hindu yang dianut.
·         Pelaksanaan pitrayadnya di Bali kiranya bisa dipakai pedoman dan disesuaikan dengan desa kala patra dan tatwa di Jawa Timur.
·         Tempat/pelinggih untuk menghormat leluhur kiranya perlu dibuat sebagai pengganti budaya nyekar.
·         Sarana sajen dan doa/mantra penghantar dalam melaksanakan ritual menghormat leluhur perlu dibuat.

Sumber (Profesor Koentjaraningrat)


A.    Pendahuluan
Agama merupakan kepercayaan kepada Tuhan serta segala sesuatu yang bersangkut-paut dengan itu. Dengan demikian sembahyang, beryadnya, melakukan kewajiban kepada sesama manusia adalah merupakan hal yang termasuk ke dalam agama.
Walaupun kita tidak cepat percaya kepada sesuatu, tetapi percaya itu merupakan hal yang juga diperlukan di dalam hidup. Orang yang tidak memiliki kepercayaan pada sesuatu, akan selalu dalam keadaan, ragu, tidak aman, curiga dan tidak mempunyai pegangan yang pasti.
Percaya merupakan suatu sikap yang perlu ditumbuhkan di dalam diridan kita berharap bahwa apa yang kita percayai itu memang benar seperti apa yang kita duga. Karena agama itu adalah kepercayaan, maka dengan agama kita akan merasa aman dalam hidup ini dan karena memiliki rasa aman, kita akan merasakan ketetapan hati dalam menghadapi sesuatu.
Dengan memiliki suatu agama, orang merasa memiliki suatu pegangan iman tertentu yang menambatkan ia pada suatu tempat berpegang yang kokoh. Tempat itu tiada lain dari pada Tuhan itu sendiri. Yang menjadi sumber semua ketenteraman dan semangat hidup ini mengalir. KepadaNya lah kita memasrahkan diri, karena tiada tempat lain dari padanya tempat kita kembali.
Selanjutnya, manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari budayanya sendiri, dalam arti manusia itu harus berperan dalam suatu proses kebudayaan. Kebudayaan tidak lain daripada hasil proses tindakan atau perlakuan akibat hubungan manusia dengan manusia dan alam lingkungannya sehingga dapat beradaptasi secara seimbang dan serasi.
Pada suatu sisi, kebudayaan itu tidak bisa dipisahkan dengan kekuatan dan kemampuan berpikir untuk terciptanya kreasi termasuk kemampuan kerja dan mengolah kemampuan untuk mengembangkan dan beradaptasi dengan budaya lain.
Menurut para ahli Antropologi, suatu kebudayaan sedikit-dikitnya mempunyai tiga wujud, yaitu: pertama adalah dalam wujud gagasan, pikiran, konsep dan sebagainya yang berbentuk abstrak; kedua dalam bentuk aktifitas yaitu berupa tingkah laku berpola, perilaku, upacara-upacara serta ritus-ritus yang wujudnya lebih konkrit. Dan yang ketiga, yakni dalam bentuk benda yang bisa merupakan hasil tingkah laku dan karya para pemangku kebudayaan tyang bersangkutan dan oleh para ahli disebut dengan kebudayaan fisik.
Lebih jauh dilihat maka kebudayaan itu setidak-tidaknya mempunyai tujuh unsur yang universal, ketujuh unsur yang universal tersebut terdapat pada semua kebudayaan yang ada di sentra dunia ini, baik yang kecil, terisolasi dan sederhana, maupun yang besar, komplek dan maju. Ketujuh unsur yang dimaksud adalah; bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi dan kesenian. Ketujuh unsur tersebut juga terdapat pada kebudayaan Indonesia dan kebudayaan daerah yang ada.


B. Agama dan Budaya dalam Hindu
1. Agama Hindu merupakan agama yang diyakini oleh masyarakat Hindu, yang bersumber dari Ida Sang Hyang Widi Wasa.
Weda merupakan kitab suci agama Hindu yang diwahyukan melalui pendengaran rohani para Maha Rsi. Oleh karena itu Weda juga disebut dengan kitab suci SRUTI. Umat Hindu yakin dan percaya bahwa dunia dan segala isinya diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena Cinta Kasih Beliau. Cinta Kasih Tuhan untuk menciptakan sekalian makhluk sering juga disebut dengan YADNYA.
Dalam kitab Yajur Weda XXIII,62 disebutkan: “Ayam yajno Bhuvanasya” yang artinya Yadnya adalah pusat terciptanya alam semesta. Penciptaan adalah karya spiritual dari Yang Maha Esa dan sebagai kridanya memperlihatkan kemulianNya.
Weda sebagai kitab suci agama Hindu diyakini kebenarannya dan menjadi pedoman hidup Umat Hindu, sebagai sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari ataupun untuk waktu-waktui tertentu.
Diyakini sebagai kitab suci karena sifat isinya dan yang menurunkannya adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa itu sendiri. Weda mengalir dan memberikan vitalitas terhadap kitab-kitab Hindu pada masa berikutnya. Dari kitab suci Weda lah mengalir nilai-nilai keyakinan itu pada kitab-kitab seperti; Smerti, Itihasa, Puruna, kitab Agama, Tantra, Darsana, dan Tattwa-tattwa yang diwarisi oleh umat Hindu sampai saat ini.
Weda mengandung ajaran yang memberikan keselamatan di dunia dan setelah itu. Weda menuntun tindakan umat manusia sejak ada dalam kandungan sampai selanjutnya. Weda tidak terbatas pada tuntunan hidup individu, masyarakat, kelompok manusia, tetapi ia menuntun seluruh hidup dan kehidupan seluruh makhluk hidup.

2. Budaya dalam Pandangan Agama Hindu
Dalam kenyataan hidup bermasyarakat maka antara adat/budaya dan agama sering kelihatan kabur dan bahkan sering tidak dimengerti dengan baik. Tidak jarang suatu adat-budaya yang dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat dianggap merupakan suatu kegiatan keagamaan, ataupun sebaliknya, suatu kegiatan keagamaan dianggap adalah kigiatan budaya.
Sesungguhnya antara budaya dan agama terdapat segi-segi persamaannya tetapi lebih banyak segi-segi perbedaannya. Segi persamaannya dapat dilihat dalam hal bahwa kedua norma tersebut sama-sama mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat agar tercipta suasana ketentraman dan kedamaian. Tetapi disamping adanya segi persamaan, terdapat juga segi-segi perbedaan. Segi perbedaan itu akan tampak jika dilihat dari segi berlakunya, dimana perwujudan adat-budaya tergantung pada tempat, waktu, serta keadaan (desa, kala, dan patra), sedangkan agama bersifat universal.
Kalau diperhatikan, maka agama dengan ajarannya itu mengatur rohani manusia agar tercapai kesempurnaan hidup. Sedangkan adat budaya lebih tampak pengaturannya dalam bentuk perbuatan lahiriah yaitu mengatur bagaiman sebaiknya manusia itu bersikap, bertindak atau bertingkah laku dalam hubungannya dengan manusia lainnya serta lingkungannya, agar tercipta suatu suasana yang rukun damai dan sejahtera.
Dalam agama Hindu, antara agama dan adat-budaya terjalin hubungan yang selaras/erat antara satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi. Karenanya tidak jarang dalam pelaksanaan agama disesuaikan dengan keadaan setempat. Penyesuaian ini dapat dibenarkan dan dapat memperkuat budaya setempat, sehingga menjadikan kesesuaian “adat-agama” ataupun’budaya-agama’, artinya penyelenggaraan agama yang disesuaikan dengan budaya setempat.
Demikianlah terdapat didalam agama Hindu, perbedaan pelaksanaan agama Hindu pada suatu daerah tertentu terlihat berbeda dengan daerah yang lainnya. Perbedaan itu bukanlah berarti agamanya yang berbeda. Agama Hindu di India adalah sama dengan agama Hindu yang ada di Indonesia, namun kulitnya yang akan tampak berbeda.
Sedangkan budaya agama adalah suatu penghayatan terhadap keberadaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam bentuk kegiatan budaya. Sejak munculnya agama Hindu, usaha memvisualisasikan ajaran agama Hindu kepada umat manusia telah berlangsung dengan baik. Para rohaniawan Hindu, para pandita, orang-orang suci mengapresiasikan ajaran yang terdapat dalam kitab suci Weda kedalam berbagai bentuk simbol budaya. Usaha ini telah terlaksana dari zaman ke zaman. Ajaran yang sangat luhur ini diwujudkan dan disesuaikan dengan desa, kala, dan patra pada waktu itu.
Kalau dilihat dari fakta sejarah, wujud budaya agama itu dari zaman ke zaman mengalami perubahan bentuk, namun tetap memiliki konsep yang konsisten. Artinya, prinsip-prinsip ajaran agama itu tidak pernah berubah yakni bertujuan menghayati Ida Sang Hyang Widi Wasa. Kepercayaan terhadap Ida Sang Hyang Widi Wasa, menjadi sumber utama untuk tumbuh dan berkembangnya budaya agama dan ini pula yang melahirkan variasi bentuk budaya agama. Variasi bentuk itu disesuaikan dengan kemampuan daya nalar dan daya penghayatan umat pada waktu itu. Budaya agama yang dilahirkan dapat muncul seperti “upacara agama”.
Upacara agama pada hakikatnya tidak semata-mata berdimensi agama saja, tetapi juga berdimensi sosial, seni budaya, ekonomi, manajemen dan yang lainnya. Melalui upacara agama, dapat dibina kerukunan antar sesama manusia, keluarga, banjar yang satu dengan banjar yang lain. Upacara agama juga melatih umat untuk bisa berorganisasi dan merupakan latihan-latihan manajemen dalam mengatur jalannya upacara.
Lewat upacara agama ditumbuhkan juga pembinaan etika dan astetika. Upacara agama merupakan motivator yang sangat potensial untuk melestarikan atau menumbuhkembangkan seni budaya, baik yang sakral maupun yang profan. Bahkan upacara agama merupakan salah satu daya tarik pariwisata dan dapat menunjang kehidupan manusia. Keseluruhan budaya agama dalam bentuk upacara agama tersebut merupakan usaha manusia mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widi wasa untuk mewujudkan kedamaian dan kebahagiaan yang abadi.
Seperti halnya manusia, tubuh merupakan hasil budaya agama itu sendiri, sedangkan agama Hindu merupakan jiwa atau rohnya agama tersebut. Satu contoh misalnya, budaya agama Hindu pada masyarakat Hindu di Bali dan budaya-budaya Hindu di daerah yang lainnya yang ada di Indonesia.
Kita mengetahui bahwa pada zaman dahulu dan mungkin pada saat sekarang di tanah jawa, bagaimana kitab sastra Hindu seperti Ramayana dan Mahabharata telah disadur ke dalam bahasa Jawa kuno oleh para Empu atau Rsi pada masa itu. Bagaimana umumnya orang-orang Jawa banyak yang tidak tahu, bahwa kitab tersebut, sesungguhnya, adalah kitab-kitab agama Hindu, tetapi umumnya mereka mengenal bahwa, kitab tersebut atau cerita tersebut adalah cerita “pewayangan” milik orang Jawa.
Dari kitab suci Weda oleh para Rsi, Pandita atau orang-orang suci Hindu di Indonesia dengan mengambil jiwa atau idealisme yang dikandungnya kemudian dikodifikasi sehingga lahirlah kitab-kitab sastra yang pada hakikatnya adalah ajaran Hindu yang terdapat dalam kitab suci Weda.
Satu contoh tentang keyakinan akan gunung sebagai tempat suci, berstananya para Dewa dan para roh suci leluhur atau orang-orang suci. Dalam konsep keyakinan umat Hindu, terdapat keyakinan atau ajaran tentang penghormatan kepada roh suci leluhur.
Dalam kitab suci Weda Smerti (Manawadharma Sastra Bab II, 81) disebutkan:
Swadiyayanarcaret samsimnhomair dewa nya thawidhi,
Pitrcm craddhaicca nrrnan naibhutani balikarmana

Artinya:
Hendaklah ia sembahyang yang sesuai menurut peraturan kepada Rsi dengan pengucapan Weda, kepada Dewa dengan haturan yang dibakar, kepada para leluhur dengan Sraddha, kepada manusia dengan pemberian makanan, dan kepada para Bhuta dengan upacara kurban”.
Seperti juga disebutkan dalam kitab Upanisad, maka seorang Rsi adalah seorang Acarya, yang patut dihormati seperti dewa. “Acarya Dewa Bhawa” (Tatirya Upanisad I, 11.1). Atas dasar sraddha inilah umat Hindu menghormati para Rsi, orang-orang suci, baik ketika ia masih hidup maupun setelah meninggal nanti.
Demikianlah misalnya umat Hindu di India memuja dan menghormati maha Rsi Vyasa, Agastya, Parasara, Sangkara Carya, Sri Rama Krama, Swami Wiwekananda dan lain-lain. Hal inilah yang melatarbelakangi timbulnya pemujaan leluhur dan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa terdapat pada suatu tempat suci atau pura di Indonesia.
Dalam kitab Ramayana yang umurnya mungkin lebih tua dari kelompok masyarakat Indonesia yang memiliki kepercayaan penghormatan kepada para leluhur. Pada kitab tersebut diceritakan bagaimana figur ideal orang Hindu yang taat beragama, yang ditokohkan sang Dasaratha bahwa Beliau ahli dalam weda, bhakti kepadda Tuhan dan tidak pernah lupa memuja leluhur.
Dalam kitab Rg Weda VIII.6.28 disebutkan:
Di tempat-tempat yang tergolong hening, di gunung-gunung, pada pertemuan dua sungai, disanalah para Maha Rsi mendapatkan inspirasi yang jernih”.
Gunung bukanlah hasil karya manusia, namun merupakan buah karya dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tetapi gunung dipakai oleh umat Hindu sebagai arah atau kiblat penghayatan untuk mendapatkan kehidupan yang direstui Tuhan. Sesungguhnya yang dituju adalah “Amerta”. Amerta, artinya hidup yang sempurna umat Hindu yang dirasakan secara langsung. Gunung dapat memberikan kehidupan, gunung adalah waduk yang dapat menampung bermilyar-milyar kubik air hujan yang turun dari langit. Air itu lalu mengalir menciptakan sungai yang mengalirkan air sepanjang tahun untuk memberikan kehidupan kepada makhluk. Gunung dijadikan arah dan sebagai lambang singgasana Tuhan dan para roh suci leluhur.
Dalam ajatan Hindu antara budaya dan agama terdapat benang merah, yang satu sisi dapat saling mengisi satu dengan yang lainnya, budaya atau adat bukanlah musuh atau saingan yang haarus dibasmi dan dicurigai, dalam artian adat budaya yang positif dapat mendukung pelaksanaan acara agama dan ternyata prinsip Hindu yang merangkul budaya dan adat-istiadat lokal nampaknya sejalan dengan program pemerintah yang berusaha membangkitkan segala bentuk adat dan budaya daerah.

C. Penutup
Dari uraian diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:
Agama merupakan suatu keyakinan akan keberadaan Tuhan yang menjadikan sumber ketentraman dan semangat hidup serta kepadaNya jugalah kita akan kembali.
Agama Hindu dengan kitab suci Weda sebagai pegangan dan dasar hidup serta kehidupannya meyakini bahwa Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang Maha Suci telah menurunkan ajaran Weda melalui Para Maha Rsi, dan mengajarkannya kepada umat manusia melalui berbagai cara dan menyesuaikannya dengan tempat, waktu serta keadaan yang berlaku pada masa itu.
Dalam ajaran Hindu, agama dan budaya (adat-istiadat) yang berlaku pada suatu daerah terjalin hubungan yang erat dan saling mempengaruhi. Sepanjang prinsip ajaran Hindu itu tidak berobah dan bertentangan, maka budaya agama yang berkembang dapat dipergunakan sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran suci Weda kepada umat manusia.
Dalam pandangan Hindu, budaya daerah yang nilainya positif, yang mendukung kearah terciptanya ketentraman dan kedamaian didalam hidup akan dirangkul dan bukan dianggap sebagai suatu ancaman atau musuh yang harus dimusnahkan dan dicurigai. Dengan dimikan agama dan budaya (adat-istiadat) dapat hidup saling berdampingan, saling mengisi seperti apa yang diharapkan dan diprogramkan oleh pemerintah untuk tetap utuh dan bersatunya bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta.








Daftar Pustaka:
Ayad Rohaidi, Lokal Genius, Jakarta, 1986
Bujur Sitepu, Cs, Pilar-Pilar Budaya Karo, 1996
DR. I Made Titib, Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu, Surabaya, 2003
DR. I Made Titib, Weda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan
G. Pudja, SH, MA & Tjokord Rai Sudharta, MA, Manawadharma Sastra (Weda Smerti), Jakarta, 1995
G. Pudja, SH. MA, Reg Weda, Jakarta, 1985
PS. Heri Susanto, Mitos Menurut Pemikiran Mercia Eliade.