Rabu, 02 November 2011

Kiat Menghadapi Kematian

Kematian
Bukan Sesuatu Yang Menakutkan
Oleh; Romo Poniman
11 Juli 2011

Baik manusia yang sadar maupun belum memiliki kesadaran hidup, bahwa kematian pada hakikatnya berlaku bagi semua. Jika kematian merupakan suatu keabadian, maka kehidupan sesungguhnya juga suatu keabadian. Kematian, kelahiran, kehidupan adalah realitas. Jika bayi lahir dari perut ibunya ia tidak mampu menolaknya, maka ketika orang yang menghadapi sekaratul maut (kematian sedang menjemputnya) ia juga tidak kuasa menolaknya. Orang yang tidak takut ketika kematian menjemputnya, sesungguhnya orang yang beruntung dalam hidup didunia, tetapi orang yang menyadari bahwa kematian tidak dapat dihindari sebenarnya mengetahui hakikat hidup sejati.
Bagi yang belum memahami kematian, maka kematian menjadi momok baginya. Banyak orang enggan membicarakan topik ini, menutup mata, telinga dan pikiran tentang kematian, tetapi disisi lain kita mendengar ungkapan yang halus terhadap orang yang sudah meninggal dengan sebutan amor ring acintya, mantuk ring ayunaning Gusti, tilar donyo, wangsul ing kasidan jati, telah berpulang atau bahasa indah yang menyenangkan hati guna melawan pandangan rasa yang menyedihkan karena ditinggal mati.
Kematian berlaku bagi semua orang, secara realitas banyak orang yang tidak menginginkan kematian terlebih kematian dini, akan tetapi realitasnya bahwa kematian tiada mengenal kompromi. Kematian lekat sekali dengan kehidupan. Kematian sendiri ada berbagai macamnya baik yang sempurna maupun yang tidak sempurna.  Tanda-tanda akan datangnya suatu kematian pada diri sebenarnya sudah ada dan ditunjukkan oleh sang pencabut maut seperti adanya usia tua, penyakit yang tiada kunjung sembuh, terluka oleh senjata, akan dibunuh dengan sengaja oleh orang lain dan tiada tempat untuk melepaskan diri, indera pendengaran yang mulai melemah atau budeg, mata mulai rabun, dan sebagainya. Semua pertanda akan datangnya kematian pada dri tiap orang tentulah berbeda dan hanya orang itulah sesungguhnya yang harus mengenali setiap peristiwa dirinya.Sempurna maupun tidaknya kematian itu yang jelas roh dan jiwa terpisah, itu sebagai etika tentang kematian namun sejauh ini etika itu berlaku bagi yang hidup, sedangkan bagi yang mati dia tidak sadar akan akibat apa hingga dia terpisah antara roh dan badan dan yang jelas dia sudah berada di alam lain.
Hingga saat ini masih banyak orang yang belum siap menghadapi yang disebut kematian, namun sesungguhnya orang-orang itu belum sadar bahwa jika kematian sendiri tiada bisa ditolak dan mereka tidak sadar ketika seseorang hendak lahir apakah ada yang bisa menolak kelahiran itu?. Jika memang sudah saatnya maut menjemput, terlebih bagi seorang yang tahu dirinya akan mati, maka orang yang memiliki kesadaran diri dan hakikat hidup, dia akan dengan bangga menerima kenyataan itu, serta mempersiapkan diri dengan baik untuk menyambut peristiwa itu dengan penuh kebahagiaan dan dengan memusatkan pikiran pada posisi konsentrasi penuh kepada sasaran yang akan dituju, yaitu manunggal kepada Sang Hyang Widhi. Namun jika ada orang yang belum siap menghadapi maut, walaupun sesungguhnya dia sudah tahu akan datangnya maut itu, baik atas kehendak tangan orang maupun karena sakit yang tak kunjung sembuh, maka sebenarnya dia termasuk orang yang belum paham hakikat hidup dan termasuk orang yang merugi, karena sudah tahu akan datangnya kematian masih takut prilakunya. Berbeda dengan orang yang tidak tahu akan datangnya kematian dan tiba-tiba dalam tidur bermimpi terus
kebablasan mati, maka dia termasuk mati yang tiada jelas sasarannya, apakah ketika itu mimpi dibawa orang jahat atau mimpi yang indah masuk sorga dan keenakan, namun tiada bisa dikatakan mati seperti itu sebagai katagori mati dalam kesadaran. Ada juga yang mati karena disambar petir atau kecelakaan yang lain yang tanpa melalui rasa sakit terus langsung rohnya meninggalkan badan tanpa kesadaran atas dirinya ada peristiwa  yang menimpa diri sehingga menjadikan terlepasnya roh dengan badan, mati seperti mereka itu ada yang mengatakan termasuk mati kesasar atau mati yang kurang sempurna maka mereka termasuk orang yang kurang beruntung, karena tiada mengenal dan mempersiapkan diri menghadapi ajalnya.
Orang yang belum siap menghadapi kematian maka akan terjadi suatu keadaan- keadaan yang aneh-aneh seputar kematiaanya seperti mata mendolo, lidah menjulur, mengeliat tak karuan, gelisah, dan bahkan ada yang menangis karena berbagai sebab. Apapun alasannya keadaan itu tiada membuahkan hasil yang baik untuk menolak kematian yang akan menjemput. Penolakan itu justru merugikan dirinya sendiri sehingga terjadi kekacauan pikiran disaat menghadapi suatu peristiwa yang sebenarnya menyenangkan. Ada juga yang berangapan bahwa jika terjadi keanehan pada jasad yang seperti itu akibat dosa-dosa yang pernah ia alami selama hidup. Angapan tersebut bisa benar-juga tidak sebab kejadian yang dialami seseorang yang sedang dalam posisi menjelang kematian menjemput berbeda-beda.
Berbagai macam keadaan dan waktu yang menjemput kematian itu. Ada yang mati karena mimpi, mati disaat tertidur pulas, mati disambar petir, mati kecelakaan atau tertimpa bencana dan adapula yang mati benar-benar disadari akan ajal. Keadaan itu semua pada akhirnya mati adanya dan tiada perlu ditakutkan, oleh karena itu semua sudah menjadi hukum sebab akibat atau karmaphala bahwa jika manusia itu telahirkan atau terdatangkan maka akan mengalami terpulangkan atau mati. Sehingga apapun penyebab kematian itu sesungguhnya memang jalan itu yang harus dialami oleh sang penyandang raga, akan tetapi sesungguhnya manusia hanyalah menjalankan karmanya saja. Jika karmanya baik maka jalan terbaik pula yang ia terima disaat ajal, tetapi jika buruk karmanya maka jalan buruk pula yang ia terima disaat ajal, hal itu sangat tidak bisa dipungkiri oleh siapa saja. Oleh karena itu sangatlah utama dengan tetap eling lan waspodo yaitu ingatlah selalu pada Tuhan disetiap kesadaran diri.

Langkah-langkah yang diperlukan menghadapi kematian.

Bagi semua orang hendaknya berperilaku menurut aturan hidup yang benar. Perilaku yang benar bahwa tujuan hidup ini adalah untuk memperbaiki karmawasana yang dibawa ketika kita dilahirkan. Hendaknya selalu mempelajari ilmu kasampurnan yaitu suatu ilmu yang didalamnya mengajarkan hakikat hidup dan kehidupan. Menyadari bahwa Ilmu yang bersifat duniawi adalah sebagai penunjang kesadaran diri didalam menyongsong datangnya maut, bukan terlena oleh kebahagiaan dunia akibat kekayaan dunia ataupun kebahagiaan duniawi lainnya. Menyadari bahwa kebahagiaan duniawi sebagai perantara menuju kesadaran agung yaitu sarana menuju kebahagiaan abadi menyatunya diri dan Tuhan/ Manunggaling Kawulo lan Gusti. Menyadari segala gerak dan langkahnya untuk kebahagiaan bersama bukan kebahagiaan diri sendiri dengan selalu melakukan kegiatan Dharma seperti berdana-punia bagi yang berlebihan dan melakukan Sevanam dan Bhakti kepada Tuhan bagi semua orang.
Jika ada tanda-tanda akan datangnya maut pada diri seperti penyakit yang tak kunjung sembuh, umur tua, serta keadaan diri yang sudah tidak berdaya seperti adanya suara yang aneh-aneh pada diri yang tiada dimengerti oleh diri maka perlu segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan diantaranya segera menyelesaikan permasalahan duniawi dan melupakannya segala urusannya dan diserahkan kepada sanak saudara tanpa pikirkan lagi Jika tiba saatnya kematian, janganlah tiada dirasakan kepergian Sang Roh Yang Mempribadi tatkala terpisah dari Sang Diri. Janganlah Sang Roh diberi jalan keluar melalui 9 lubang. Mana yang disebut 9 lubang antara lain; diatas ada 7 jalan (mata = 2, telinga =2, hidung =2, mulut =1). Dibawah ada 2 jalan (kemaluan =1, dubur =1). Kesembilan jalan itu disebut nista. Apabila sang Roh meninggalkan Sang Diri melalui Siwadwara (ubun-ubun) disebut jalan menengah. Sedangkan jalan utama apabila Sang Roh melalui ujung suara (sabda) meninggalkan Sang Diri yaitu melalui celah-celah pikiran. Artinya pada denyutan jantung. Apabila saat terpisahnya Sang Roh dari Sang Diri janganlah pikirkan badanmu lagi, jangan ingat anak istri dan jangan pikirkan kemewahan dunia, pikirkan selalu nama Tuhan (Sanghyang Siwa, Sanghyang Pramana, dan Sanghyang Jnana) satukan ketiga kekuatan itu dan pusatkan jadikan satu arah, antarkan pikiran dengan mengikuti jalan ujung suara yaitu celah-celah pikiran itu. Inilah kebebasan Sang Roh Yang Mempribadi menuju Dia Sang Roh Yang Maha Agung Sang Bujangga dan Siwa, Manunggalnya Sang Diri dengan Gusti/Hyang Parama Siwa/Tuhan Yang Maha Agung dan tiada menjelma lagi kedunia menemukan kebahagiaan abadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar